Lumajang (Antara Bali) - Ritual Pujawali umat Hindu di Pura Mandara Giri Semeru Agung di Lumajang, Jawa Timur memadukan dua budaya dan tradisi Jawa-Bali yang membuat upacara itu tambah unik namun tetap sakral.
"Kami tetap menghaturkan sesaji sesuai tradisi Jawa sebagai kearifan lokal tetapi kami padukan budaya Bali dan Jawa," kata Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Edi Sumianto, di sela-sela pelaksanaan upacara Pujawali di pura setempat, Kamis.
Menurut dia, meskipun ada beberapa perbedaan namun keduanya memiliki intisari yang sama yakni sebagai bentuk persembahan suci kepada para dewa yang berstana di pura yang terletak di lambung Gunung Semeru itu.
Dia mengungkapkan pesatnya perkembangan tradisi dan budaya Pulau Dewata turut memberikan makna dalam penyajian sesajen apabila ada upacara keagamaan.
Edi menyebutkan beberapa contoh yang membedakan tradisi dua budaya itu di antaranya "canang sari" yakni perlengkapan upakara yang terbuat dari kapur sirih. Sedangkan di Jawa, sarana upakara itu disebut "inangan".
"Seperti halnya, "peras" kalau di Bali menggunakan tumpeng yang berukurang kecil, sedangkan kami tumpengnya lebih besar. Tetapi itu semua sama saja tidak melupakan intisari upacara," ucapnya.
Meski demikian, lanjut Edi, tidak semua "pemangku" atau pemimpin ritual keagamaan memahami perbedaan penyajian sesajen itu.
Oleh karena itu, pihaknya akan melakukan inventarisasi terhadap "banten" atau sesajen.
"Kami akan komparatifkan dengan banten Bali kemudian diseminarkan untuk selanjutnya diputuskan PHDI. Tetapi kami masih memadukan tradisi Bali," ujarnya. (DWA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"Kami tetap menghaturkan sesaji sesuai tradisi Jawa sebagai kearifan lokal tetapi kami padukan budaya Bali dan Jawa," kata Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Edi Sumianto, di sela-sela pelaksanaan upacara Pujawali di pura setempat, Kamis.
Menurut dia, meskipun ada beberapa perbedaan namun keduanya memiliki intisari yang sama yakni sebagai bentuk persembahan suci kepada para dewa yang berstana di pura yang terletak di lambung Gunung Semeru itu.
Dia mengungkapkan pesatnya perkembangan tradisi dan budaya Pulau Dewata turut memberikan makna dalam penyajian sesajen apabila ada upacara keagamaan.
Edi menyebutkan beberapa contoh yang membedakan tradisi dua budaya itu di antaranya "canang sari" yakni perlengkapan upakara yang terbuat dari kapur sirih. Sedangkan di Jawa, sarana upakara itu disebut "inangan".
"Seperti halnya, "peras" kalau di Bali menggunakan tumpeng yang berukurang kecil, sedangkan kami tumpengnya lebih besar. Tetapi itu semua sama saja tidak melupakan intisari upacara," ucapnya.
Meski demikian, lanjut Edi, tidak semua "pemangku" atau pemimpin ritual keagamaan memahami perbedaan penyajian sesajen itu.
Oleh karena itu, pihaknya akan melakukan inventarisasi terhadap "banten" atau sesajen.
"Kami akan komparatifkan dengan banten Bali kemudian diseminarkan untuk selanjutnya diputuskan PHDI. Tetapi kami masih memadukan tradisi Bali," ujarnya. (DWA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013