Jakarta (Antara Bali) - Ketua Umum Partai Hanura Wiranto menilai `politik dinasti` yang
berkembang di Indonesia saat ini akan membuat demokrasi menjadi tidak
sehat.
"Politik dinasti ini akan menjadi akar dari berkembangnya KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme," kata Wiranto, di Jakarta, Rabu.
Menurut Wiranto, bangsa Indonesia harus berani bersikap tegas menolak praktik KKN, apalagi MPR RI sudah membuat Ketetapan tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas KKN.
Praktik korupsi yang telah menjadi musuh bersama bangsa Indonesia, kata dia, jangan sampai tumbuh subur dengan adanya nepotisme politik dan politik dinasti.
"Untuk menciptakan politik yang bersih harus dimulai dari rumah yang bersih," katanya.
Menurut Wiranto, yang dimaksud rumah yang bersih adalah dimulai dari partai politik sebagai lembaga pengusung calon pemimpin nasional harus bersih.
Patai politik yang bersih, menurut dia, indikatornya adalah tidak adanya praktik nepotisme politik atau politik dinasti.
Mantan Panglima TNI ini menegaskan, selama kepemimpinannya sebagai Ketua Umum Partai Hanura, dia selalu konsisten dalam menjaga kebersihan partai yang dipimpinnya.
"Keluarga saya, baik istri maupun anak, tidak ada yang menjadi pengurus Partai Hanura dan tidak ada yang maju sebagai calon anggota legislatif," katanya.
Bahkan, adik kandung Wiranto pun tidak menjadi pengurus partai politik.
Wiranto menambahkan, sebelumnya ada dua adiknya yang menjadi pengurus di Partai Hanura, tapi partai tersebut berkembang secara sehat dan tidak ada nepotisme, maka dia meminta kedua adiknya untuk mundur dari struktur kepengurusan.
Ia menyayangkan, jika pada era reformasi saat ini, dunia politik nasional banyak tumbuh politik dinasti, baik di tingkat pusat maupun di daerah.
"Faktanya, politik dinasti itu terjadi pada kepengurusan partai. Ketika orang tuanya menjadi ketua umum, anaknya menjadi salah satu ketua atau sekretaris. Mereka juga bisa sama-sama menjadi anggota legislatif," katanya.
Demikian juga di eksekutif, menurut Wiranto, ada gubernur yang anaknya menjadi bupati.
Wiranto juga mencontohkan, ada bupati yang sudah memimpin selama dua periode, karena tidak bisa mencalonkan dirinya lagi kemudian memajukan istrinya sebagai calon bupati.
Wiranto, ketika demokrasi di Indonesia sedang berkembang menuju arah yang benar, hendaknya tidak dirusak dengan politik dinasti dan nepotisme politik.
"Politik dinasti yang sedang tumbuh saat ini, jika tidak dihentikan akan membahayakan pertumbuhan demokrasi di Indonesia," katannya. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"Politik dinasti ini akan menjadi akar dari berkembangnya KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme," kata Wiranto, di Jakarta, Rabu.
Menurut Wiranto, bangsa Indonesia harus berani bersikap tegas menolak praktik KKN, apalagi MPR RI sudah membuat Ketetapan tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas KKN.
Praktik korupsi yang telah menjadi musuh bersama bangsa Indonesia, kata dia, jangan sampai tumbuh subur dengan adanya nepotisme politik dan politik dinasti.
"Untuk menciptakan politik yang bersih harus dimulai dari rumah yang bersih," katanya.
Menurut Wiranto, yang dimaksud rumah yang bersih adalah dimulai dari partai politik sebagai lembaga pengusung calon pemimpin nasional harus bersih.
Patai politik yang bersih, menurut dia, indikatornya adalah tidak adanya praktik nepotisme politik atau politik dinasti.
Mantan Panglima TNI ini menegaskan, selama kepemimpinannya sebagai Ketua Umum Partai Hanura, dia selalu konsisten dalam menjaga kebersihan partai yang dipimpinnya.
"Keluarga saya, baik istri maupun anak, tidak ada yang menjadi pengurus Partai Hanura dan tidak ada yang maju sebagai calon anggota legislatif," katanya.
Bahkan, adik kandung Wiranto pun tidak menjadi pengurus partai politik.
Wiranto menambahkan, sebelumnya ada dua adiknya yang menjadi pengurus di Partai Hanura, tapi partai tersebut berkembang secara sehat dan tidak ada nepotisme, maka dia meminta kedua adiknya untuk mundur dari struktur kepengurusan.
Ia menyayangkan, jika pada era reformasi saat ini, dunia politik nasional banyak tumbuh politik dinasti, baik di tingkat pusat maupun di daerah.
"Faktanya, politik dinasti itu terjadi pada kepengurusan partai. Ketika orang tuanya menjadi ketua umum, anaknya menjadi salah satu ketua atau sekretaris. Mereka juga bisa sama-sama menjadi anggota legislatif," katanya.
Demikian juga di eksekutif, menurut Wiranto, ada gubernur yang anaknya menjadi bupati.
Wiranto juga mencontohkan, ada bupati yang sudah memimpin selama dua periode, karena tidak bisa mencalonkan dirinya lagi kemudian memajukan istrinya sebagai calon bupati.
Wiranto, ketika demokrasi di Indonesia sedang berkembang menuju arah yang benar, hendaknya tidak dirusak dengan politik dinasti dan nepotisme politik.
"Politik dinasti yang sedang tumbuh saat ini, jika tidak dihentikan akan membahayakan pertumbuhan demokrasi di Indonesia," katannya. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013