Tari Legong dalam khasanah seni budaya Bali merupakan salah satu jenis tari klasik, yang sejak awal perkembangannya dari istana kerajaan yang hanya dapat dinikmati sang raja beserta anggota keluarganya.

Sebagai sebuah tari hiburan penarinya didaulat untuk membawakan Tari Legong di hadapan raja dan keluarganya, sehingga penarinya merasakan suatu kesenangan yang luar biasa, karena tidak sembarang orang boleh masuk ke dalam istana.

Tari Legong yang hingga sekarang tetap eksis dalam perkembangan seni budaya di Pulau Dewata, awal penciptaannya melalui proses yang sangat panjang, tutur dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar I Nyoman Cerita SS Kar, MSA.

Ia sejak empat bulan lalu membina Sekaa Nandir Nirmala Ada Desa Adat (Pekraman) Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar yang mendapat kehormatan sebagai duta seni Kabupaten Gianyar memeriahkan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke XXXV yang berlangsung sebulan penuh, 15 Juni-13 Juli 2013.

Alumnus program strata dua (S-2) bidang studi koreografi University of California Los Angeles (UCLA), Amerika Serikat itu bersama tokoh masyarakat setempat, antara lain Kelian Dinas Banjar Taro I Ketut Budiarta, Bendesa Adat Taro Made Wisersa dan kelian sekaa Nadir Nirmala Sarwa Ada Wayan Gari berhasil merekonstruksi kesenian klasik tersebut.

I Ketut Cemil (alm), seorang seniman Desa Taro pada zaman kerajaan dipanggil oleh sang raja Puri Peliatan untuk menari tari penyambutan seperti halnya tari yang selalu dipentaskan di keraton-keraton di Pulau Jawa.

Dengan berpedoman pada tutur sang raja yang dituangkan dalam sketsa gambar di tanah yang berdebu oleh almarhum I Ketut Cemil dipadukan dengan tari Nandir yang telah diciptakan.

Berkat upaya tersebut lahirlah tari legong keraton yang mengisahkan perjalanan Prabu dari Kerajaan Lasem yang ingin memperistri Dyah Rangke Sari, namun lamaran tersebut ditolak oleh Dyah Rangke Sari, sehingga akhirnya Prabu Lesem berperang melawan kerajaan Gegelang.

Di tengah perjalanan Prabu Lesem dihadang oleh seekor burung gagak yang memandakan, bahwa Prabu Lasem akan kalah di medan perang. akan tetapi pirasat tersebut tidak dihiraukannya, Prabu Lasem mengusir burung Gagak, kemudian melanjutkan perjalanan menuju medan perang.



Gerakan Diikat

Tari Legong berarti gerakan yang sangat diikat, terutama aksentuasinya oleh instrumen gamelan yang mengiringinya. Sebagai sebuah tari klasik, Tari Legong sangat mengedepankan unsur artistik yang tinggi, gerakan yang sangat dinamis, simetris dan teratur.

Awalnya penari legong khusus orang-orang yang berasal dari luar istana yang merupakan penari pilihan oleh sang raja ketika itu, sehingga tidak mengherankan jika para penari merasa bangga yang luar biasa saat menarikan tari Legong di istana.

Demikian pula sang pencipta tari menjadi suatu kehormatan besar, karena mendapat kepercayaan menciptakan tarian dari seorang pengusa zaman itu, meskipun identitasnya tidak pernah dipublikasikan kepada masyarakat luas.

Mereka tidak mempersoalkan hal itu asalkan didaulat menciptakan berdasarkan hati yang tulus dan penuh rasa persembahan kepada sang raja. Kondisi demikian hampir terjadi pada seluruh tari-tari klasik maupun tari tradisi lain yang berkembang di luar istana seperti tari legong, baris, jauk dan topeng.

I Nyoman Cerita menambahkan, kini zaman yang tidak lagi menganut paham feodalisme, kesenian legong telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dari segi mutu maupun jumlah.

Tari legong Keraton misalnya berkembang di istana , keluar dari lingkungan istana pada awal abad ke-19, para penari wanita yang dulunya berlatih dan menari Legong di istana kembali ke desa masing-masing untuk mengajarkan jenis tarian ini kepada masyarakat sekitarnya.

Hal itu didasarkan manusia Bali adalah orang yang sangat kreatif, sehingga gaya tari masing-masing sedikit berbeda sesuai dengan kemampuan membawakannya.

Oleh karena itu, timbul gaya (style-style) Palegongan yang tersebar di berbagai wilayah Bali seperti gaya Desa Saba, Peliatan, Bedulu (Kabupaten Gianyar), Binoh, Kelandis (Kota Denpasar) dan beberapa tempat lainnya di Bali.

Dari sekian banyak daerah perkembangan tari Legong, hanya desa Saba dan Peliatan yang masih kuat hingga sekarang mempertahankan ciri khasnya dan mampu melahirkan jenis-jenis tari Palegongan dengan berbagai ragam bentuk.

Namun Sekaa Nandir Nirmala Sarwa ADa Desa Adat Taro, Tegallalang, Kabupaten Gianyar memiliki keunikan yang umumnya dipentaskan untuk melengkapi kegiatan ritual skala besar yang digelar masyarakat dan desa adat setempat.

Tari legong yang ada di Bali pada awalnya diiringi gamelan yang disebut gamelan pelegongan. Perangkat gamelan terdiri atas dua pasang gender rambat, gangsa jongkok, sebuah gong, kemong, kempluk, klenang, sepasang kendang krumpungan, suling, rebab, jublag, jegog dan gentorang.

Sebagai tambahan, terdapat seorang juru tandak untuk mempertegas karakter maupun sebagai narrator cerita melalui tembang. Namun, seiring populernya gamelan gong kebyar di Bali, akhirnya tari-tari palegongan pun bisa diiringi gamelan Gong Kebyar, karena tingkat fleksibilitasnya.



Pukau Penonton

Pementasan memeriahkan hari kesebelas (Selasa, 25/6) PKB XXXV menyuguhkan kesenian rekontruksi Sekaa Nandir Nirmala Sarwa Ada Desa Pekraman Taro Kaja, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar yang mampu memukau pengunjung aktivitas seni tahunan itu.

Rekonstruksi kesenian klasik itu menampilkan tiga jenis tarian dan sebuah tabuh melibatkan 50 seniman muda sebagai upaya melestarikan kesenian masa lampau agar tetap dicintai generasi mendatang.

Tari Nandir yang dipersembahkan oleh 13 remaja putri mengisahkan pasangan kupu-kupu tarum jantan dan betina yang sedang bersuka ria ke sana-ke mari yang menginpiraskan pergaulan para remaja Taro dalam menentukan pasangan hidup dengan dasar cinta kasih untuk menjadi pendamping menempuh batera dalam kehidupan.

Demikian pula penampilan tari "guak ngajang sebun" yang mengisahkan sepasang burung gagak jantan dan betina yang sedang mengumpulkan bahan untuk membuat sarang.

Tarian itu menginpirasikan bagaimana susah payahnya dalam kehidupan untuk mempersiapkan diri menyongsong masa depan yang lebih baik, sehingga tercapai kehidupan yang sejahtera, tutur I Nyoman Cerita.  (WRA)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Gede Wira Suryantala


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013