Sosok I Gusti Ngurah Diarsa (69) dikenal masyarakat lingkungannya sebagai seniman serba bisa dan pemurah, karena dengan senang hati ia melatih anak-anak muda dan mereka yang berminat menekuni seni budaya Bali, khususnya tabuh dan tari.

Pria kelahiran Banjar Penatahan, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli tahun 1944 itu lebih dari setengah abad mengabdikan diri dalam penggalian, pelestarian, dan pengembangan seni budaya Bali.

Suami dari Ni Nyoman Wahyuni itu membina seni tabuh pada sekaa gong di sejumlah desa di Kabupaten Bangli, Kabupaten Badung dan Kabupaten Buleleng sejak tahun 1962 hingga sekarang.

Tidak terbilang entah berapa puluh "sekaa gong" dan angklung atau berapa ratus bahkan ribuan kader penerus seni tabuh dan tari lahir dari sentuhan tangan terampil yang hanya mengenyam pendidikan sekolah menengah atas (SMA).

Ayah dari lima putra-putri itu sejak usia kanak-kanak memang sangat menyenangi seni dan tari yang diwarisi dari kedua orang tuanya. Selain membina sekaa gong dan angklung juga melatih sekaa arja, drama tari yang disertai dengan mengumandangkan tembang-tembang.

Berkat prestasi, dedikasi dan pengabidannya secara terus menerus tanpa putusasa itu sosok I Gusti Ngurah Diarsa masuk nominasi salah seorang penerima penghargaan pengabdi seni dari pemerintah Provinsi Bali berkaitan pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) XXXV tahun 2013.

Kasi Perfilman dan Perizin pada Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Wayan Dauh yang juga panitia PKB menjelaskan, Pemerintah Provinsi Bali melakukan seleksi terhadap seniman berprestasi dari delapan kabupaten dan satu kota di Bali untuk mendapat penghargaan pengabdi seni.

Tim melakukan seleksi tersebut beranggotakan utusan dari instansi terkait dalam bidang seni dan budaya. Masing-masing pemerintah kabupaten/kota di Bali mengusulkan sejumlah senimannya yang dinilai mempunyai prestasi dan pengabdian dalam bidang seni dan budaya yang menonjol pada masanya.

Tim tingkat provinsi menyeleksi mana-nama yang dikirim oleh masing-masing kabupaten/kota, didasarkan atas prestasi, dedikasi, dan pengalaman dalam bidang memajukan seni budaya di Bali, khususnya di daerah masing-masing.

Pemerintah Provinsi Bali menyediakan sejumlah dana untuk seniman pengabdi seni sebagai penghargaan atas jasa dan dedikasinya mamajukan seni dan budaya di Pulau Dewata.

Penghargaan berupa bantuan dana kepada sembilan seniman pengabdi seni dari delapan kabupaten dan satu kota di Bali akan diserahkan di sela-sela kegiatan tahunan seniman di Pulau Dewata.

Pemprov Bali selama 35 tahun pelaksanaan PKB telah memberikan penghargaan kepada 391 seniman, termasuk sembilan orang yang akan diberikan dalam pelaksanaan PKB yang akan digelar sejak 15 Juni hingga 13 Juli 2013.

Makardi Ayu

Hasil binaan I Gusti Ngurah Diarsa mencuat ke permukaan antara lain sekaa arja, angklung dan gong kebyar di desa-desa Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung dan Kecamatan Kubutambahan Kabupaten Buleleng.

Bahkan hasil binaan dalam gong kebyar dipercaya mewakili Kabupaten Bangli dalam dua kali Pesta Kesenian Bali (PKB) tingkat Provinsi Bali pada tahun 1990 dan 1993.

Ayah dari I Gusti Ayu Putu Adi Ratnawati, I Gusti Ayu Made Budilaksemi, Gusti Ayu Mahayni, Gusti Ayu Ketut Suwestri dan Gusti Ngurah Mayura juga pernah mendapat kepercayaan membina seni tabuh para siswa SMPN Kintamani.

Kemampuan I Gusti Ngurah Diarsa dalam bidang tabuh dan tari Bali tidak diragukan, bahkan menunjukkan prestasi yang gemilang ketika membina sekaa angklung Makardi Ayu Banjar Gunung Raung, Desa Belantih, Kabupaten Bangli.

Demikian pula melatih sekaa angklung Selulung Kangin Desa Belantih, Kintamani yang berhasil tampil memeriahkan kegiatan di tingkat Kabupaten Bangli maupun mewakili daerah itu ke tingkat Provinsi Bali.

I Gusti Ngurah Diarsa yang kini semakin menapak usia senja mengaku begitu terkesan terhadap perjalanannya ke berbagai pelosok pedesaan yang tidak mengenal siang atau malam yang ditempuhnya dengan berjalan kaki.

Masa-masa sulit di era tahun 1960-1970-an perangkat gamelan yang dimiliki oleh masing-masing desa adat tidak sebaik sekarang, namun memiliki semangat yang tinggi dalam menggali, mengembangkan dan melestarikan seni budaya Bali.

Ia selalu mengisyaratkan akan kelestarian seni tabuh tradisional, karena seni tabuh merupakan perpaduan antara improvisasi dan ketekunan untuk menciptakan.

Dengan menguasai semua alat tabuh I Gusti Ngurah Diarsa mengaku memiliki satu kenangan yang meresap dalam benaknya. Tengah asyiknya menabuh pernah ada penonton yang membisiki bahwa mampu berenergi dalam menabuh.

Sebagai penabuh mengaku seperti merasa mendapat dorongan untuk mempertebal dan melakukan latihan secara lebih intensif, meskipun telah menunjukkan hasil yang maksimal. (LHS)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : Ni Luh Rhismawati


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013