Sosok Ni Wayan Malana Fairbrother menjadi sorotan setelah mengukir debut manis pada ajang olahraga SEA Games Thailand 2025.
Atlet muda asal Kuta, Bali, itu tak hanya sukses menyabet medali perak pada nomor Women’s Street yang berlangsung di Extreem Sport Park Rajamangala, Bangkok, Thailand, pada 14 Desember. Namun, penampilannya yang mencolok dengan rambut pirang dan kulit putih khas warga Eropa juga menyita perhatian.
Atlet muda yang akrab disapa Mala ini menceritakan perjuangannya meraih medali perak SEA Games saat ditemui di Kuta Beach Skatepark, Badung, Bali, Minggu (21/12). Pada sesi final, Mala berhasil mengeksekusi trik 5-0 yang tak pernah ia coba sebelumnya. Berkat keberanian dan dorongan dari ayahnya, trik tersebut justru mengantarnya meraih medali perak.
“Itu trik baru. Bahkan sebelum ke SEA Games aku tidak pernah coba sama sekali. Pas sampai di sana, Bapak bilang 'Ayo kamu bisa Five-0', aku coba sekali dan ternyata bisa. Akhirnya aku pakai di kompetisi dan skornya lumayan besar," kata Malana mengenang.
Namun, remaja berusia 13 tahun itu harus puas dengan total 125,42 poin yang dikumpulkannya. Terlebih, menurut dia, sulit melawan atlet muda tuan rumah Chunkao Udomphen dan Olimpian asal Thailand Vareeraya Sukasem.
“Ya, lawan saya bisa dibilang sulit. Yang dapat emas juga jago sekali, dia juga umurnya masih 10 tahun. Dan juga lawan lawan saya pernah ikut Olimpiade dan itu juga bikin kayak susah,” cerita Mala.
Untuk mengatasi ketegangannya, Mala meyakinkan diri dan mengelola emosi untuk tetap tenang. Selain itu, untuk memuluskan performa terbaiknya, sebelum mulai pertandingan Mala mendengarkan musik agar lebih rileks.
“Soalnya kalau aku nervous pasti nggak bagus nanti skornya. Pasti kayak run-nya nggak bagus. Dan kalau aku mentalnya bagus dan aku nggak nervous, aku bisa dapat skor yang bagus,” kata Mala saat berbincang dengan logat khas campuran Indonesia dan Inggris.
Meski target utamanya adalah medali emas, Malana mengaku bangga dengan menempati posisi kedua, mengingat ini adalah pengalaman pertamanya di pesta olahraga terbesar se-Asia Tenggara tersebut.
Dikira naturalisasi
Siapa sangka, di balik casing bulenya, remaja berusia 13 tahun itu justru mewarisi darah Bali yang berasal dari nenek pihak Ibu dan Sulawesi dari kakek pihak ayahnya.
Ni Wayan Malana Fairbrother lahir di Denpasar 17 Maret 2012. Ayahnya Afandy Dharma Fairbrother merupakan keturunan Inggris dan Sulawesi. Sedangkan ibunya, Cynthia Dewi, memiliki garis keturunan Bali dan Australia. Meski kedua orang tuanya juga blasteran, keduanya adalah WNI.
Kedekatan Malana dengan olahraga papan seluncur bukanlah hal baru. Sejak kecil, Mala sering melihat ayah dan kakaknya bermain skateboard. Mengikuti jejak sang kakak Genghis Bradley, Malana pun mulai aktif bermain skateboard sejak usianya empat tahun.
“Karena lihat bapak sama kakakku main pas aku kecil, jadi pengen kayak mereka,” ungkapnya.
Tinggal di kawasan Kuta, sejak kecil Mala tumbuh dikelilingi komunitas skateboard dan selancar. Sebelum menekuni karir profesionalnya bersama Timnas Skateboard, Malana juga aktif dalam olahraga selancar.
Dia sempat mengikuti beberapa kompetisi surfing, sehingga bimbang untuk menjadi peselancar atau pemain skateboard. Sebab dirinya juga beberapa kali menjuarai kompetisi skateboard seperti Walikota Cup XIV, King of Kuta, termasuk kompetisi skateboard internasional.
Pada Juni 2025, ia menunjukkan tajinya di ajang bergengsi World Skateboarding Tour (WST) World Cup di Roma, Italia. Di sana, ia berhasil menembus babak perempat final dan menempati posisi ke-25 dunia untuk kategori Street Women. Sebuah prestasi untuk debutan.
Bakatnya yang cemerlang bahkan sempat menarik perhatian tim nasional Australia yang memberikan tawaran untuk bergabung. Namun, kecintaannya pada tanah air membuatnya tetap memilih membela merah putih.
"Aku ada kesempatan sama tim Australia, tapi tidak. Saya mau sama Indonesia," kata dia dengan tegas.
Dukungan penuh keluarga
Kesuksesan Malana tentu tak didapat secara instan. Mengikuti berbagai kompetisi di dalam dan luar negeri tentu tak lepas dari kedua orang tua yang menjadi support system nomor satu. Terlebih sejak bergabung dengan Timnas Skateboard pada 2024, bimbingan pelatih semakin mengasah kemampuannya.
Sebelum memasuki pelatnas, Malana berlatih bersama ayahnya, yang juga aktif menggeluti olahraga skateboard. Tak jarang pula ia memperhatikan gaya kakaknya saat bermain skate. Dengan antusias ia menceritakan kekagumannya cara kakaknya yang berusia 18 tahun mengulik trik-trik skateboard.
Prestasi yang diraih Malana tentu menjadi kebanggaan bagi orang tua, terlebih mengingat perjuangannya yang harus mengikuti Pelatnas di Cikarang, Jawa Barat, terpisah dari keluarga di Bali selama tujuh bulan.
“Tentunya senang sekali ya. Apalagi setelah dia latihan selama tujuh bulan, jauh dari keluarga, pindah sekolah, perjuangannya banyak,” ungkap Cynthia Dewi.
Sebagai orang tua, baik Cynthia maupun Afandy mendukung seratus persen anak-anak mereka terjun di dunia olahraga. Ia hanya berpesan agar anak-anak benar-benar fokus dan serius.
“Bapak sama ibuku sudah mendukung lama banget, jadi kalau tidak ada mereka aku tidak mungkin ada di sini. Juga teman-teman yang mendukung saya dan Timnas juga sudah mendukung banyak banget, serta ofisial. Kalau tidak ada mereka tidak mungkin di sini,” ungkap Mala.
Panggung dunia
Misi Mala dalam SEA Games 2025 tuntas sudah, saatnya kembali ke rumah. Menikmati semilir angin pantai Kuta yang tak jauh dari rumahnya. Beristirahat, mengisi libur akhir tahun bertemu dengan teman-teman, berjeda, untuk kembali menyusun rencana kedepannya.
Banyak target yang ingin diraihnya, utamanya mengikuti Olimpiade.
“Aku ingin diundang ke SLS (Street League Skateboarding) dan ingin main di X Games. Ingin ke World Skate lagi, juga ingin main di Asian Games. Semoga bisa dapat emas itu targetnya. Dan Sea Games lagi, semoga, juga Olimpiade,” ungkapnya penuh semangat.
Remaja bermata biru kehijauan itu juga mengapresiasi dukungan pemerintah untuk perkembangan olahraga skateboard, seperti telah menghadirkan skatepark yang cukup mumpuni di Kuta, Badung, dan berlokasi strategis di daerah pariwisata yang ikonik.
Namun, ia juga punya permintaan kepada Pemerintah agar lebih banyak menghadirkan ruang bermain skateboard atau skatepark yang ukurannya seperti gaya Olimpiade. Alasannya, ia melihat banyak sekali potensi anak-anak usia di bawah 10 tahun di Bali yang menekuni olahraga skateboard.
Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Editor : Widodo Suyamto Jusuf
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2025