BUMD milik Pemprov Bali Perumda Kerthi Bali Shanti mengklaim keputusan pemutusan hubungan kerja (PHK) sejumlah karyawan dilakukan karena kinerja kurang optimal dari karyawan serta masalah keuangan.

“Kami memilih karyawan itu di PHK karena kami mesti berhemat, jadi kami pilih yang kinerjanya buruk kami kurang-kurangi,” kata Direktur Bisnis dan Pengembangan Digital Perumda Kerthi Bali Shanti Putu Agus Bayu Cahaya Dewata di Denpasar, Rabu.

Diketahui sebelumnya polemik antara BUMD bidang pariwisata digital dengan karyawannya ini bermula dari keluhan karyawan yang secara anonim dibagikan di media, kemudian tak lama lima orang karyawan mengajukan aduan ke dinas ketenagakerjaan atas PHK sepihak tanpa surat peringatan dan kompensasi.

Putu Agus membenarkan ada beberapa kesalahan mereka, namun perusahaan turut meluruskan alasan berhentinya lima karyawan tersebut secara serentak.

Untuk karyawan pertama bernama Sri Laksmi, merupakan karyawan kontrak yang ditempatkan di divisi kreator konten, karena kinerjanya kurang baik Perumda Kerthi Bali Shanti memindahkannya ke divisi spesialis sosial media, masih kurang akhirnya dipindah ke divisi penulis konten.

Ketika hendak diperpanjang kontrak, karyawan tersebut menolak, namun perusahaan daerah ini justru diminta memberi kompensasi karena pemindahan divisi Sri Laksmi dihitung sebagai proses PHK.

Selanjutnya Gusti Arya, karyawan divisi penjualan yang menurut perusahaan paling kurang kinerjanya, akhirnya saat kontraknya diselesaikan di pertengahan keduanya sepakat.

“Menurut dia, dia pantas dikeluarkan, salah kami kami tidak buat surat pernyataan yang menyatakan kesepakatan bersama jadi dianggap PHK,” ujar Putu Agus.

Karyawan ketiga dan keempat yang melapor Disnaker bernama Diana dan Dwi, dimana keduanya memiliki penyakit dan Perumda memberi kesempatan keduanya mengundurkan diri tanpa penalti, namun justru perusahaan yang disalahkan dan dituntut memberikan hak akibat memutus hubungan kerja.

Karyawan terakhir bernama Raka sekaligus perwakilan yang menyerahkan berkas aduan ke dinas ketenagakerjaan, dimana menurut Putu Agus kinerja karyawan di divisi hukum itu kurang baik seperti kerap mangkir dari waktu kerja hingga menyebabkan lingkungan kerja tidak nyaman.

“Kami terpaksa memutus kontrak Raka, dia waktu itu bilang oke tapi minta kompensasi, kami bilang dari sisi keuangan kami terbatas, sudah dimintakan penyertaan modal tapi gubernur baru belum menjabat, ada proses sudah saya sampaikan tapi tetap ngotot,” ujarnya.

Putu Agus mengatakan telah memberi penjelasan dan meminta kelima karyawan bersabar karena kondisi BUMD ini juga masih terombang-ambing menanti bantuan pemerintah daerah, namun terlambat karena aduan mereka justru viral dan sampai ke dinas ketenagakerjaan.

Meski demikian, saat ini Putu Agus mengatakan Perumda Kerthi Bali Shanti telah menyelesaikan pembayaran kepada lima mantan karyawannya, dengan total kompensasi mencapai Rp60 juta.

Mantan karyawan Perumda Kerthi Bali Shanti jelaskan kasus PHK di BUMD Pemprov Bali di Denpasar, Rabu (8/1/2025). (ANTARA/Ni Putu Putri Muliantari)

Mantan karyawan Perumda Kerthi Bali Santhi Made Raka Dwi Putra menyampaikan bahwa kompensasi yang diberikan perusahaan nominalnya belum sesuai namun ia menerima.

“Kami tidak semua penuh dibayarkan, pertama itu minta setengah tapi diturunkan lagi karena dari pihak Perumda-nya menginformasikan bahwa keuangan perusahaan tidak baik-baik saja, kami tidak mau memperpanjang permasalahan jadi kami terima,” ucapnya.

Made Raka menepis klaim perusahaan soal kinerja dirinya dan empat karyawan lain yang dianggap buruk, bahkan mereka menyertakan bukti pekerjaan dan presensi.

Namun menurutnya, apapun alasan perusahaan setidaknya para pekerja wajib menerima haknya sebagai ter-PHK.

“Walaupun dikatakannya ada evaluasi lah, kinerja ataupun apa, namanya PHK sepihak ya salah satu pihak yang mengakhiri hubungan PHK tersebut ya wajib memenuhi prosedur,” ujarnya.

Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari

Editor : Widodo Suyamto Jusuf


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2025