Oleh M Irfan Ilmie
Denpasar (Antara Bali) - "Menimbang dan memutuskan Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Ketua Umum Partai Demokrat," demikian pernyataan Amir Syamsuddin selaku pimpinan majelis sidang Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Sanur, Denpasar, Sabtu sore.
Terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY secara aklamasi dalam kongres luar biasa yang digelar di Hotel Inna Grand Bali Beach itu bukan sebuah peristiwa politik yang luar biasa.
Sejak Anas Urbaningrum mengundurkan diri sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan wisma atlet terpadu di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 22 Februari 2013, hampir tak seorang pun kader partai politik berlambang segitiga mercy itu yang berani mencalonkan diri.
Sekalipun di antara mereka banyak yang menduduki posisi penting di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, mereka sudah merasa tidak memiliki kemampuan menyelamatkan kapal besar yang nyaris karam akibat hantaman gelombang dan badai politik.
Apalagi dalam beberapa survei menunjukkan bahwa elektabilitas parpol pemenang Pemilu 2009 itu terus anjlok seiring dengan banyaknya kader yang terlibat kasus korupsi.
Tidak ada pilihan lain memang, kecuali SBY yang masih bertahta di kursi kepresidenan periode keduanya, turun tangan untuk menyelamatkan parpol yang dia dirikan pada 9 September 2001 itu dari hantaman gelombang dan badai politik menjelang Pemilu 2014.
Bukan persoalan mudah bagi SBY untuk membagi tugasnya sebagai kepala negara sekaligus parpol yang dilanda krisis kepercayaan akibat akumulasi persoalan internal.
Kesediaan SBY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat itu pun disertai dengan dua syarat, yakni jabatan ketua umum yang disandangnya hanya bersifat sementara dan sejumlah tugasnya di parpol diserahkan kepada ketua harian dan wakil majelis sementara.
Kedua syarat itu setidaknya untuk menjamin keselamatan parpol sekaligus menjamin kelangsungan pemerintahan SBY-Boediono yang masih tersisa sekitar 19 bulan lagi.
Tak Diperhitungkan
Partai Demokrat identik dengan SBY. Pembentukan Partai Demokrat terilhami oleh kekalahan terhormat SBY pada pemilihan Calon Wakil Presiden dalam Sidang MPR tahun 2001.
Laman Partai Demokrat menyebutkan bahwa beberapa orang terpanggil nuraninya untuk memikirkan, bagaimana sosok SBY bisa dibawa menjadi Pemimpin Bangsa dan bukan direncanakan untuk menjadi Wakil Presiden RI tetapi menjadi Presiden RI untuk masa mendatang. Mereka menggelar diskusi-diskusi tentang perlunya berdiri sebuah parpol untuk mempromosikan SBY menjadi Presiden.
Pada 12 Agustus 2001 pukul 17.00 diadakan rapat yang dipimpin langsung oleh SBY di Apartemen Hilton, Jakarta. Rapat tersebut membentuk tim pelaksana yang mengadakan pertemuan secara maraton setiap hari. Tim itu terdiri dari Vence Rumangkang, A Yani Wahid (almarhum), Achmad Kurnia, Adhiyaksa Dault, Baharuddin Tonti dan Shirato Syafei.
Tujuh hari kemudian, SBY memimpin langsung pertemuan yang merupakan cikal bakal pendirian dari Partai Demokrat. Dalam pertemuan tersebut, Vence Rumangkang menyatakan bahwa rencana pendirian partai akan tetap dilaksanakan dan hasilnya akan dilaporkan kepada SBY.
Selanjutnya pada 20 Agustus 2001, Vence Rumangkang yang dibantu Sutan Bhatoegana berupaya mengumpulkan orang-orang untuk merealisasikan pembentukan sebuah partai politik.
Pada akhimya, terbentuklah Tim 9 yang beranggotakan 10 orang yang bertugas untuk mematangkan konsep-konsep pendirian sebuah partai politik, yakni Vence Rumangkang, Ahmad Mubarok, A Yani Wachid (almarhum), Subur Budhisantoso, Irzan Tanjung, RMH Heroe Syswanto Ns, RF. Saragih, Dardji Darmodihardjo, Rizald Max Rompas dan T Rusli Ramli. Di samping nama-nama tersebut, ada juga beberapa orang yang sekali atau dua kali ikut berdiskusi. Diskusi finalisasi konsep partai dipimpin oleh SBY.
Untuk menjadi sebuah partai yang disahkan oleh Undang-Undang Kepartaian dibutuhkan minimal 50 (limapuluh) orang sebagai pendirinya, tetapi muncul pemikiran agar jangan hanya 50 orang saja, tetapi dilengkapi menjadi 99 orang agar ada kesesuaian makna antara SBY sebagai penggagas dan tanggal lahir serta bulan lahir SBY. SBY lahir di Pacitan, Jawa Timur, pada 9 September 1949.
Dengan demikian, maka pada 9 September 2001 bertempat di Gedung Graha Pratama Lantai XI, Jakarta Selatan, dihadapan Notaris Aswendi Kamuli, SH, 46 dari 99 orang menyatakan bersedia menjadi Pendiri Partai Demokrat dan hadir menandatangani Akte Pendirian Partai Demokrat.
Sebanyak 53 orang selebihnya tidak hadir, akan tetapi memberikan surat kuasa kepada Vence Rumangkang. Kepengurusan pun disusun dan disepakati.
Setelah diadakan penelitian, maka Vence Rumangkang meminta Subur Budhisantoso sebagai Pejabat Ketua Umum dan Irsan Tandjung sebagai Pejabat Sekretaris Jenderal, sementara Bendahara Umum dijabat oleh Vence Rumangkang.
Pada malam harinya sekitar pukul 20.30 WIB, Vence Rumangkang melaporkan segala sesuatu mengenai pembentukan parpol kepada SBY di kediamannya. Saat itu SBY sedang merayakan hari ulang tahun ke-52. Keesokan harinya Partai Demokrat didaftarkan ke Departemen Kehakiman dan HAM di Jakarta pada 10 September 2001.
Sebagai langkah awal maka pada 2001 diterbitkan AD/ART yang pertama sebagai peraturan sementara organisasi. Pada 2003 diadakan koreksi dan revisi sekaligus didaftarkan ke Departemen Kehakiman dan HAM RI sebagai persyaratan berdirinya Partai Demokrat. Sejak pendaftaran tersebut, AD/ART Partai Demokrat sudah bersifat tetap dan mengikat hingga ada perubahan oleh forum kongres.
Dalam keikutsertaannya pada Pemilu 2004, Partai Demokrat yang awalnya dikategorikan sebagai partai gurem tiba-tiba menjelma sebagai bayi ajaib. Pada pemilu kedua di era reformasi itu, Partai Demokrat meraup 8.455.225 suara atau 7,45 persen dan memperoleh 57 kursi di DPR.
Sebuah catatan prestasi yang luar biasa bagi parpol yang baru berumur tiga tahun itu. Dalam masa yang relatif singkat, Partai Demokrat mampu menduduki posisi lima besar Pemilu 2004. Catatan itu menjadi modal penting bagi SBY untuk memperebutkan kursi Presiden RI periode 2004-2009 dengan merangkul Jusuf Kalla yang sebelumnya sama-sama menjabat menteri di kabinet pemerintah Megawati Soekarnoputri-Hamzah Haz.
Pasangan SBY-JK itu pun keluar sebagai pemenang dalam pemilihan presiden yang pertama kalinya dalam sejarah politik di Indonesia dipilih secara langsung oleh rakyat itu.
Kemudian pada Pemilu 2009, Partai Demokrat meraih kegemilangannya dengan mengumpulkan 21.703.137 suara atau 20,4 persen dan berhak mendapatkan 150 kursi di DPR. SBY yang mencalonkan diri lagi sebagai Presiden periode 2009-2014 berpasangan dengan Boediono juga meraih 60,8 persen suara sekaligus menyingkirkan dua pasangan kandidat lainnya, Megawati-Prabowo dan JK-Wiranto.
Karier Militer
SBY yang merupakan anak tunggal pasangan R Soekotjo-Siti Habibah mengawali karier militernya setelah lulus dari Akabri pada 1973, seangkatan dengan Agus Wirahadikusumah (mantan Pangkostrad) dan Ryamizard Ryacudu (mantan KSAD).
Setelah dilantik sebagai perwira berpangkat letnan dua, suami dari Kristiani Herawati itu memangku jabatan sebagai Komandan Peleton Yonif Lintas Udara 330/Tri Dharma Kostrad yang membawahi sekitar 30 prajurit. Batalyon Linud 330/Tri Dharma merupakan salah satu dari tiga batalyon di Brigade Infanteri Linud 17 Kujang I/Kostrad yang dikenal mencatat berbagai prestasi dalam operasi militer, selain Yonif Linud 328/Dirgahayu dan Yonif Linud 305/Tengkorak.
Kefasihan berbahasa Inggris membuat SBY terpilih untuk mengikuti pendidikan lintas udara (airborne) dan pendidikan pasukan komando (ranger) di Pusat Pendidikan Angkatan Darat AS di Ford Benning, Georgia, pada 1975.
Sekembalinya ke Tanah Air, SBY mendapat amanat memimpin peleton II Kompi A Yonif Linud 305/Tengkorak bertempur di Timor-Timur pada 1976-1977. Selama kurun 1982-1984, SBY mengikuti berbagai kursus kemiliteran di Panama, Belgia, dan Jerman sehingga pada 1985 SBY menjabat Komandan Sekolah Pelatih Infanteri.
Jabatan teritorial militer baru disandang SBY pada 1995 sebagai Komandan Resor Militer 072/Pamungkas di Yogyakarta, Kepala Staf Kodam Jaya (1996), dan Panglima Kodam II/Sriwjaya (1996-1997).
Di pemerintahan, ayah dua orang putra dan kakek dari dua cucu itu pernah menjabat Menteri Pertambangan dan Energi (era Abdurrahmah Wahid), Menteri Koordinator Bidang Polsoskam (era Abdurrahman Wahid), dan Menteri Koordinator Polkam (era Megawati Soekarnoputri). (M038)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
Denpasar (Antara Bali) - "Menimbang dan memutuskan Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Ketua Umum Partai Demokrat," demikian pernyataan Amir Syamsuddin selaku pimpinan majelis sidang Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Sanur, Denpasar, Sabtu sore.
Terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY secara aklamasi dalam kongres luar biasa yang digelar di Hotel Inna Grand Bali Beach itu bukan sebuah peristiwa politik yang luar biasa.
Sejak Anas Urbaningrum mengundurkan diri sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan wisma atlet terpadu di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 22 Februari 2013, hampir tak seorang pun kader partai politik berlambang segitiga mercy itu yang berani mencalonkan diri.
Sekalipun di antara mereka banyak yang menduduki posisi penting di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, mereka sudah merasa tidak memiliki kemampuan menyelamatkan kapal besar yang nyaris karam akibat hantaman gelombang dan badai politik.
Apalagi dalam beberapa survei menunjukkan bahwa elektabilitas parpol pemenang Pemilu 2009 itu terus anjlok seiring dengan banyaknya kader yang terlibat kasus korupsi.
Tidak ada pilihan lain memang, kecuali SBY yang masih bertahta di kursi kepresidenan periode keduanya, turun tangan untuk menyelamatkan parpol yang dia dirikan pada 9 September 2001 itu dari hantaman gelombang dan badai politik menjelang Pemilu 2014.
Bukan persoalan mudah bagi SBY untuk membagi tugasnya sebagai kepala negara sekaligus parpol yang dilanda krisis kepercayaan akibat akumulasi persoalan internal.
Kesediaan SBY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat itu pun disertai dengan dua syarat, yakni jabatan ketua umum yang disandangnya hanya bersifat sementara dan sejumlah tugasnya di parpol diserahkan kepada ketua harian dan wakil majelis sementara.
Kedua syarat itu setidaknya untuk menjamin keselamatan parpol sekaligus menjamin kelangsungan pemerintahan SBY-Boediono yang masih tersisa sekitar 19 bulan lagi.
Tak Diperhitungkan
Partai Demokrat identik dengan SBY. Pembentukan Partai Demokrat terilhami oleh kekalahan terhormat SBY pada pemilihan Calon Wakil Presiden dalam Sidang MPR tahun 2001.
Laman Partai Demokrat menyebutkan bahwa beberapa orang terpanggil nuraninya untuk memikirkan, bagaimana sosok SBY bisa dibawa menjadi Pemimpin Bangsa dan bukan direncanakan untuk menjadi Wakil Presiden RI tetapi menjadi Presiden RI untuk masa mendatang. Mereka menggelar diskusi-diskusi tentang perlunya berdiri sebuah parpol untuk mempromosikan SBY menjadi Presiden.
Pada 12 Agustus 2001 pukul 17.00 diadakan rapat yang dipimpin langsung oleh SBY di Apartemen Hilton, Jakarta. Rapat tersebut membentuk tim pelaksana yang mengadakan pertemuan secara maraton setiap hari. Tim itu terdiri dari Vence Rumangkang, A Yani Wahid (almarhum), Achmad Kurnia, Adhiyaksa Dault, Baharuddin Tonti dan Shirato Syafei.
Tujuh hari kemudian, SBY memimpin langsung pertemuan yang merupakan cikal bakal pendirian dari Partai Demokrat. Dalam pertemuan tersebut, Vence Rumangkang menyatakan bahwa rencana pendirian partai akan tetap dilaksanakan dan hasilnya akan dilaporkan kepada SBY.
Selanjutnya pada 20 Agustus 2001, Vence Rumangkang yang dibantu Sutan Bhatoegana berupaya mengumpulkan orang-orang untuk merealisasikan pembentukan sebuah partai politik.
Pada akhimya, terbentuklah Tim 9 yang beranggotakan 10 orang yang bertugas untuk mematangkan konsep-konsep pendirian sebuah partai politik, yakni Vence Rumangkang, Ahmad Mubarok, A Yani Wachid (almarhum), Subur Budhisantoso, Irzan Tanjung, RMH Heroe Syswanto Ns, RF. Saragih, Dardji Darmodihardjo, Rizald Max Rompas dan T Rusli Ramli. Di samping nama-nama tersebut, ada juga beberapa orang yang sekali atau dua kali ikut berdiskusi. Diskusi finalisasi konsep partai dipimpin oleh SBY.
Untuk menjadi sebuah partai yang disahkan oleh Undang-Undang Kepartaian dibutuhkan minimal 50 (limapuluh) orang sebagai pendirinya, tetapi muncul pemikiran agar jangan hanya 50 orang saja, tetapi dilengkapi menjadi 99 orang agar ada kesesuaian makna antara SBY sebagai penggagas dan tanggal lahir serta bulan lahir SBY. SBY lahir di Pacitan, Jawa Timur, pada 9 September 1949.
Dengan demikian, maka pada 9 September 2001 bertempat di Gedung Graha Pratama Lantai XI, Jakarta Selatan, dihadapan Notaris Aswendi Kamuli, SH, 46 dari 99 orang menyatakan bersedia menjadi Pendiri Partai Demokrat dan hadir menandatangani Akte Pendirian Partai Demokrat.
Sebanyak 53 orang selebihnya tidak hadir, akan tetapi memberikan surat kuasa kepada Vence Rumangkang. Kepengurusan pun disusun dan disepakati.
Setelah diadakan penelitian, maka Vence Rumangkang meminta Subur Budhisantoso sebagai Pejabat Ketua Umum dan Irsan Tandjung sebagai Pejabat Sekretaris Jenderal, sementara Bendahara Umum dijabat oleh Vence Rumangkang.
Pada malam harinya sekitar pukul 20.30 WIB, Vence Rumangkang melaporkan segala sesuatu mengenai pembentukan parpol kepada SBY di kediamannya. Saat itu SBY sedang merayakan hari ulang tahun ke-52. Keesokan harinya Partai Demokrat didaftarkan ke Departemen Kehakiman dan HAM di Jakarta pada 10 September 2001.
Sebagai langkah awal maka pada 2001 diterbitkan AD/ART yang pertama sebagai peraturan sementara organisasi. Pada 2003 diadakan koreksi dan revisi sekaligus didaftarkan ke Departemen Kehakiman dan HAM RI sebagai persyaratan berdirinya Partai Demokrat. Sejak pendaftaran tersebut, AD/ART Partai Demokrat sudah bersifat tetap dan mengikat hingga ada perubahan oleh forum kongres.
Dalam keikutsertaannya pada Pemilu 2004, Partai Demokrat yang awalnya dikategorikan sebagai partai gurem tiba-tiba menjelma sebagai bayi ajaib. Pada pemilu kedua di era reformasi itu, Partai Demokrat meraup 8.455.225 suara atau 7,45 persen dan memperoleh 57 kursi di DPR.
Sebuah catatan prestasi yang luar biasa bagi parpol yang baru berumur tiga tahun itu. Dalam masa yang relatif singkat, Partai Demokrat mampu menduduki posisi lima besar Pemilu 2004. Catatan itu menjadi modal penting bagi SBY untuk memperebutkan kursi Presiden RI periode 2004-2009 dengan merangkul Jusuf Kalla yang sebelumnya sama-sama menjabat menteri di kabinet pemerintah Megawati Soekarnoputri-Hamzah Haz.
Pasangan SBY-JK itu pun keluar sebagai pemenang dalam pemilihan presiden yang pertama kalinya dalam sejarah politik di Indonesia dipilih secara langsung oleh rakyat itu.
Kemudian pada Pemilu 2009, Partai Demokrat meraih kegemilangannya dengan mengumpulkan 21.703.137 suara atau 20,4 persen dan berhak mendapatkan 150 kursi di DPR. SBY yang mencalonkan diri lagi sebagai Presiden periode 2009-2014 berpasangan dengan Boediono juga meraih 60,8 persen suara sekaligus menyingkirkan dua pasangan kandidat lainnya, Megawati-Prabowo dan JK-Wiranto.
Karier Militer
SBY yang merupakan anak tunggal pasangan R Soekotjo-Siti Habibah mengawali karier militernya setelah lulus dari Akabri pada 1973, seangkatan dengan Agus Wirahadikusumah (mantan Pangkostrad) dan Ryamizard Ryacudu (mantan KSAD).
Setelah dilantik sebagai perwira berpangkat letnan dua, suami dari Kristiani Herawati itu memangku jabatan sebagai Komandan Peleton Yonif Lintas Udara 330/Tri Dharma Kostrad yang membawahi sekitar 30 prajurit. Batalyon Linud 330/Tri Dharma merupakan salah satu dari tiga batalyon di Brigade Infanteri Linud 17 Kujang I/Kostrad yang dikenal mencatat berbagai prestasi dalam operasi militer, selain Yonif Linud 328/Dirgahayu dan Yonif Linud 305/Tengkorak.
Kefasihan berbahasa Inggris membuat SBY terpilih untuk mengikuti pendidikan lintas udara (airborne) dan pendidikan pasukan komando (ranger) di Pusat Pendidikan Angkatan Darat AS di Ford Benning, Georgia, pada 1975.
Sekembalinya ke Tanah Air, SBY mendapat amanat memimpin peleton II Kompi A Yonif Linud 305/Tengkorak bertempur di Timor-Timur pada 1976-1977. Selama kurun 1982-1984, SBY mengikuti berbagai kursus kemiliteran di Panama, Belgia, dan Jerman sehingga pada 1985 SBY menjabat Komandan Sekolah Pelatih Infanteri.
Jabatan teritorial militer baru disandang SBY pada 1995 sebagai Komandan Resor Militer 072/Pamungkas di Yogyakarta, Kepala Staf Kodam Jaya (1996), dan Panglima Kodam II/Sriwjaya (1996-1997).
Di pemerintahan, ayah dua orang putra dan kakek dari dua cucu itu pernah menjabat Menteri Pertambangan dan Energi (era Abdurrahmah Wahid), Menteri Koordinator Bidang Polsoskam (era Abdurrahman Wahid), dan Menteri Koordinator Polkam (era Megawati Soekarnoputri). (M038)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013