"Bagus-bagus aja, supaya pemberantasan korupsi itu lebih tuntas misalnya, terhadap pihak-pihak yang selama ini merasa kebal hukum ya itu juga bisa kita tangani secara adil," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat ditanya tanggapan terhadap putusan MK terkait Pasal 42 UU KPK di Denpasar, Bali, Senin.
Alex mengatakan putusan MK tersebut mempertegas kewenangan KPK dalam mengusut tuntas kasus tindak pidana korupsi. Keputusan tersebut pun mempertegas komitmen Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dalam pemberantasan korupsi di mana setiap orang memiliki kedudukan yang sama di mata hukum.
"Saya selalu sampaikan dan saya kira sudah menjadi komitmen kepala negara, Presiden (Prabowo Subianto) ketika menyebutkan bahwa semua orang itu berkedudukan sama di muka hukum nggak lihat jabatannya, nggak lihat pangkatnya dan sebagainya. Jangan pernah orang merasa dia bisa lepas bebas dari hukum karena didukung di belakang saya ada a, ada b, ada c dan lain-lain," katanya.
Baca juga: KPK akui tidak tersindir sayembara Rp8 Miliar temukan Harun Masiku
Menurut Alex, putusan tersebut lahir bukan karena adanya ketidakpercayaan publik terhadap penindakan hukum yang ditangani TNI selama ini. Putusan tersebut menurutnya hanya penegasan terhadap kewenangan KPK dalam pengusutan kasus dugaan korupsi di tubuh militer.
Setelah munculnya putusan tersebut, KPK tengah menjajaki nota kesepahaman dengan Puspom TNI termasuk Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.
"Sedang berusaha untuk menjajaki untuk menandatangani MoU/nota kesepahaman," kata Alex.
Namun, Alex belum memastikan waktu yang tepat untuk melakukan pertemuan dengan pihak TNI untuk membahas putusan tersebut.
"Keputusan kemarin itu hanya penegasan kali ya. Dalam UU KPK berwenang mengkoordinasikan penyelidikan, penuntutan yang dilakukan oleh orang sipil dan melibatkan anggota TNI," katanya.
"Jadi kalau dari awal perkaranya ditangani KPK nggak perlu lagi dilimpahkan. Tetapi dari pihak TNI dari awal dia yang melakukan penyelidikan, penyidikan terkait anggota atau staf TNI yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dari Puspom TNI sendiri, merekalah yang akan memproses," katanya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa KPK berwenang mengusut kasus korupsi di ranah militer hingga adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah), sepanjang kasus tersebut dimulai pertama kali oleh KPK.
Penegasan tersebut merupakan pemaknaan baru Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK (UU 30/2002). MK mengabulkan sebagian perkara uji materi Nomor 87/PUU-XXI/2023 yang dimohonkan oleh seorang advokat, Gugum Ridho Putra.
Pasal 42 UU 30/2002 semula hanya berbunyi, “KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.
Pada pertimbangan hukumnya, Mahkamah menjelaskan, persoalan dalam perkara korupsi yang melibatkan unsur sipil dan militer atau dikenal juga dengan istilah korupsi koneksitas, bersumber dari penafsiran yang berbeda-beda di antara penegak hukum terhadap rumusan Pasal 42 UU 30/2002.
Padahal, menurut MK, jika ketentuan pasal tersebut dipahami secara gramatikal, teleologis, dan sistematis, seharusnya tidak ada keraguan bagi penegak hukum bahwa KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kasus korupsi dari unsur sipil dan militer.
Mahkamah menilai, persoalan dalam perkara korupsi koneksitas tidak hanya mencakup kepatuhan terhadap norma hukum, tetapi juga mencakup kepatuhan penegak hukum saat bekerja dalam proses penegakan hukum.
Dengan demikian Pasal 42 UU 30/2002 menjadi selengkapnya berbunyi, “KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum, sepanjang perkara dimaksud proses penegakan hukumnya ditangani sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh KPK.”
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024