Ketika dulu teknologi pertanian belum berkembang pesat, para petani membajak sawahnya secara tradisional, dengan mengandalkan tenaga sapi atau kerbau.
Kini, mereka bisa lebih mudah bekerja mengolah sawah memanfaatkan mesin traktor. Bahkan, teknologi berkembang semakin canggih dengan kehadiran traktor bertenaga listrik.
Inovasi mesin pertanian memanfaatkan energi baru terbarukan itu dikenalkan oleh Pertamina Patra Niaga Wilayah Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara (Jatimbalinus), salah satunya kepada para petani yang tergabung dalam Munduk (Kelompok) Uma Palak Lestari di Subak (Sistem Irigasi Pertanian) Sembung, Kelurahan Peguyangan, Kota Denpasar, Bali.
Munduk Uma Palak Lestari merupakan satu dari total delapan kelompok tani di Subak Sembung, seluas total sekitar 103 hektare, dengan jumlah petani keseluruhan mencapai sekitar 180 orang.
Melalui tanggung jawab sosial lingkungan (TJSL) yang dilaksanakan oleh unit operasi Pertamina, yakni Aviation Fuel Terminal (AFT) Ngurah Rai, petani di Kecamatan Denpasar Utara itu mendapatkan satu unit traktor dan mesin perontok padi menggunakan baterai pada akhir Agustus 2024.
Bantuan itu merupakan kelanjutan dari bantuan pertama, yakni Sistem Manajemen Irigasi Uma Palak (Siuma) pada 2023 yang menyuplai energi baru terbarukan.
Pertamina membangun instalasi sumber energi hijau itu yang mengandalkan sumber daya alam melimpah, yakni panas Matahari menjadi energi listrik dan tenaga mikro hidro yang tergolong unik di kawasan pertanian Metropolitan Denpasar itu.
Rendah karbon
Tidak bisa dipungkiri, pengolahan lahan sawah merupakan salah satu indikator yang bisa diidentifikasi dapat menyumbang emisi karbon.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) melalui Pembangunan Rendah Karbon Indonesia (LCDI) menyebutkan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor pertanian diperkirakan sebesar 13 persen terhadap total emisi GRK di Indonesia.
Emisi GRK dari sektor pertanian pada 2030 diperkirakan mencapai setara 478.503 giga karbon dioksida (CO2eq).
Salah satu contoh GRK antropogenik atau dilakukan melalui aktivitas manusia adalah membajak sawah menggunakan traktor dan mesin perontok padi, dengan menggunakan bahan bakar fosil, sehingga berkontribusi menghasilkan emisi karbon diokasida (CO2).
Pekaseh atau Kepala Subak Sembung Made Darayasa merasakan manfaat traktor dan mesin perontok padi atau mesin dores menggunakan energi listrik bantuan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang minyak dan gas bumi itu.
Mesin tersebut tidak mengeluarkan asap pekat yang biasanya membumbung ke langit saat menggunakan solar.
Selain mencemari udara dan lingkungan, para petani juga terpapar asap yang timbul dari hasil pembakaran bahan bakar fosil itu, saat mereka mengolah lahan pertanian, sehingga berdampak kepada kesehatan.
Selain itu, saat mengoperasikan mesin konvensional tersebut juga menimbulkan suara yang berisik, sedangkan dengan mesin bertenaga listrik, suara mesin dapat diredam.
Dari sisi mengoperasikannya, petani itu mengakui dapat beradaptasi karena tidak ada perbedaan ketika mengoperasikan mesin traktor atau dores konvensional.
Hanya saja, yang berbeda isi di dalam mesin tersebut yang sudah dimodifikasi dengan pemasangan baterai dan memiliki kapasitas atau daya tahan hingga tiga jam.
Penggunaan bantuan traktor dan mesin dores elektrik itu, saat ini digilir kepada para petani di Munduk Uma Palak Lestari.
Hemat biaya
Petani di Munduk Uma Palak Lestari, saat ini bisa menekan biaya produksi, terutama biaya bahan bakar minyak (BBM), setelah kehadiran inovasi Siuma dan mesin pertanian bertenaga listrik.
Selama ini, mesin traktor yang digunakan petani digerakkan menggunakan solar, sehingga mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, meski mendapatkan harga subsidi. Saat ini, harga BBM solar bersubsidi mencapai Rp6.800 per liter.
Untuk mendapatkan solar subsidi, petani harus mengantongi surat rekomendasi dari dinas pertanian dengan pembelian solar di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang telah ditentukan.
Pekaseh Subak Sembung Made Darayasa yang saat ini menggarap 40 are atau 4.000 meter persegi lahan sawah miliknya bisa menjalani dua kali panen dalam satu tahun.
Di lahan pertaniannya, ia mengombinasikan padi organik seluas 25 are menggunakan varietas lokal mentik susu sejak dua tahun terakhir, beras merah, dan padi varietas lain.
Dalam dua kali masa panen, mulai dari pengolahan tanah, tanam padi, hingga panen, ia merogoh uang sekitar Rp4 juta untuk biaya produksi di luar ongkos tanam untuk upah tenaga musiman, pupuk, transportasi, dan biaya lainnya.
Rinciannya, untuk satu kali masa panen, ia mengeluarkan biaya Rp25 ribu per are atau total Rp1 juta untuk kebutuhan BBM, kemudian upah tenaga dua kali membajak sawah dan sewa mesin.
Selanjutnya saat panen, dengan asumsi hasil mencapai sekitar satu ton gabah, Darayasa mengeluarkan biaya sekitar Rp900 ribu, mencakup sewa mesin dores dan upah tenaga untuk menyabit padi dan panen.
Dengan adanya mesin pertanian bertenaga listrik itu, Darayasa bisa menghemat biaya BBM dan sewa mesin hingga sekitar Rp2 juta dari estimasi biaya produksi Rp4 juta.
Di sisi lain, dari 40 are lahan pertaniannya, ia juga mengembangkan padi organik seluas 25 are yang sudah dilakukan selama dua tahun terakhir untuk menekan penggunaan pupuk kimia.
Inovasi Siuma
Mesin pertanian berupa traktor dan dores bertenaga listrik itu mendapatkan aliran listrik dari instalasi Sistem Manajemen Irigasi Uma Palak (Siuma) yang dibangun di bagian pojok bawah persawahan terasering Munduk Uma Palak Lestari.
Suplai energi Siuma itu dipasok dari panel-panel surya yang didirikan Pertamina menjadi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan aliran air menjadi pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) dengan total daya listrik yang dihasilkan mencapai 9,6 kilo watt peak (kWp).
Area Manager Communication, Relations, and CSR Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus Ahad Rahedi mengungkapkan bantuan itu diberikan untuk menjaga ketahanan kawasan hijau pertanian di tengah pesatnya perkembangan Kota Denpasar.
Selain mendukung pemerintah untuk mencapai nol emisi karbon pada 2060, inovasi tersebut juga menjawab tantangan distribusi air di kawasan itu karena pada wilayah tertentu di bagian bawah sawah, aliran airnya kurang lancar, terutama ketika debit air dari sungai utama berkurang.
Di sisi lain, di bagian bawah terdapat sungai kecil dengan lebar sekitar 1-1,5 meter yang mengalir air buangan irigasi dari bagian atas sawah, sehingga aliran air di sungai kecil itu dipompa kembali ke atas melalui pipa-pipa untuk didistribusikan kembali ke kawasan yang mengalami aliran air kurang lancar.
Saat ini, ada empat mesin pompa air dan dilengkapi sensor pertanian pintar untuk indikator kekeringan yang disokong listrik dari PLTS dan PLTMH.
Uniknya, PLTMH tersebut menggunakan limbah hose reel atau alat pada kendaraan pengisian BBM avtur untuk pesawat udara, menjadi turbin atau kincir air yang menghasilkan listrik.
Selama ini, energi listrik yang dihasilkan sebesar 9,6 kWp itu, selain untuk pengairan, juga memberi daya untuk penerangan jalan, termasuk di jalur joging di kawasan persawahan yang juga menjadi Ekowisata Uma Palak Lestari.
Simpanan energi listrik tersebut juga digunakan untuk memberi daya kepada mesin pertanian elektrik, yakni traktor dan dores yang daya listriknya bisa diisi ulang di rumah traktor yang didirikan di tengah kawasan sawah. Rata-rata untuk satu kali isi ulang baterai mesin pertanian itu mencapai sekitar tiga jam.
Terobosan menginspirasi
Inovasi Siuma dan mesin pertanian bertenaga listrik tersebut menjadi inspirasi, khususnya untuk pengelolaan lahan pertanian ramah lingkungan di Kota Denpasar dan kabupaten lain di Bali.
Kepala Dinas Pertanian Kota Denpasar Anak Agung Gede Bayu Brahmasta mengungkapkan inovasi energi baru terbarukan dari Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus itu menjadi yang pertama di Ibu Kota Provinsi Bali tersebut.
Pemerintah Kota Denpasar berupaya memperluas inovasi tersebut dengan Munduk Uma Palak Lestari Subak Sembung sebagai kawasan percontohan untuk pengembangan program pertanian berkelanjutan di wilayah lain.
Tidak hanya dari jajaran pemerintah daerah, sejumlah kalangan, baik dari dalam dan luar negeri, juga menjadikan kawasan pertanian itu sebagai wahana untuk saling berbagi pengalaman dan belajar, termasuk delegasi World Water Forum (WWF) ke-10 dan sejumlah negara, termasuk baru-baru ini dari Pantai Gading, negara di Afrika Barat.
Inovasi di sektor pertanian yang diinisiasi Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus itu diharapkan menjadi percontohan daerah lain untuk menerapkan cara berkelanjutan, sejalan dengan upaya BUMN bidang minyak dan gas bumi tersebut menciptakan kualitas BBM lebih baik yang ramah lingkungan dan didukung para petani mulai sadar mengembangkan pertanian organik.
Harapannya, inovasi tersebut berperan menekan kontribusi sektor pertanian menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) agar menambah langit Pulau Dewata Bali menjadi lebih biru lagi.
Editor: Masuki M. Astro
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024