Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Bali sekaligus Wakil Gubernur Bali 2018-2023 Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati menilai Desa Wisata Penglipuran perlu membuat kajian soal kepadatan wisatawan di destinasi tersebut.

“Kondisi Penglipuran yang sudah overtourism patut dikaji, ke depan apakah patut memanfaatkan teknologi, agar Penglipuran tetap eksis kunjungan tetap meningkat tanpa mengurangi kenyamanan wisatawannya,” kata dia di Kabupaten Bangli, Kamis.

Cok Ace, sapaannya, mengatakan selama ini mendapat laporan dari asosiasi pelaku pariwisata bahwa terjadi penumpukan wisatawan pada waktu-waktu tertentu disana.

Menurutnya wajar, sebab wisatawan yang datang ke Bali kerap mengikuti alur berwisata dan Desa Wisata Penglipuran berada di tengah-tengah Pulau Dewata.

Baca juga: Kemenparekraf luncurkan Senandung Dewi di Penglipuran Village Festival

Namun BPPD Bali menilai penumpukan di jam tertentu ini tidak boleh dibiarkan, perlu dilakukan kajian solusi agar mengurai kepadatan wisatawan dan justru di waktu lainnya kondisinya bertolak belakang.

“Sekarang ada teknologi bisa kerja sama dengan agen-agen yang menangani atau diubah alurnya, karena agen dan wisatawan ingin nyaman tapi mereka tidak tau jam berapa sebaiknya datang,” ujar Cok Ace.

Tokoh pariwisata asal Ubud itu bahkan menyarankan selain penggunaan teknologi untuk mengatur jam-jam kunjungan, bila perlu dilakukan perbedaan tarif dengan menurunkan harga bagi wisatawan yang datang pada jam sepi.

Manajer Desa Wisata Penglipuran I Wayan Sumiarsa membenarkan kondisi kepadatan wisawatan yang mulai terasa ini, dimana umumnya pengunjung melebihi jumlah ideal pada pukul 10.00-11.00 Wita dan pukul 14.00 Wita.

Baca juga: Penglipuran Village Festival targetkan 5.000 wisatawan perhari

Menurutnya jumlah pengunjung idealnya di desa wisata terbersih versi United Nations World Tourism Organization (UNWTO) yang seluas 9 hektar itu adalah 1.200 orang dalam satu waktu, sementara dalam sehari kunjungan mereka menembus 3.000-5.000 kunjungan belakangan, dan didominasi di waktu padat.

Pihak pengelola dan desa adat mengatakan sudah melakukan serangkaian upaya memecah kepadatan ini, bahkan pada suatu waktu mereka pernah kedatangan 9.000 wisatawan sehari.

Sumiarsa menjelaskan untuk jangka pendek solusi mereka membuka tambahan objek di dalam Desa Wisata Penglipuran yaitu hutan bambu, dengan harapan dapat memecah kepadatan.

“Jangka panjangnya kami sedang merencanakan dengan menjual tiket online batasan, sehingga kami bisa memberi pengalaman yang tidak terlupakan bagi wisatawan,” ujarnya.

Sebagai daya tarik wisata yang menjunjung penerapan Tri Hita Karana atau menjaga hubungan harmonis dengan tuhan, sesama manusia, dan lingkungan alam, pengelola terus melakukan kajian untuk menemukan solusi yang tepat.

Sumiarsa mengatakan tak ingin wisatawan yang sudah datang jauh ke desanya justru tidak dapat menikmati indahnya tata ruang dan jalannya kehidupan masyarakat disana karena terlalu padatnya pengunjung.

Ini juga sekaligus untuk menjaga kenyamanan masyarakat lokal Desa Wisata Penglipuran sebab di dalam kawasan tersebut terdapat sekitar 380 KK yang tinggal dan membutuhkan kenyamanan menjalani kehidupan sehari-hari.


 
 

Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024