Ketua Komisi II DPRD Provinsi Bali IGK Kresna Budi berharap sapi-sapi jenis unggul dari luar pulau bisa masuk provinsi setempat dan selanjutnya dipelihara di daerah itu agar dapat meningkatkan kesejahteraan para peternak di Bali.
"Kalau peternak kita tetap hanya memelihara jenis sapi Bali tetapi pendapatannya kecil, 'kan rugi juga. Ini masukan teman-teman Dewan dan masyarakat. Kalau pendapatannya kalah, masyarakat juga enggan untuk memelihara sapi," kata Kresna Budi di Denpasar, Kamis.
Menurut dia, daging sapi dari jenis-jenis sapi unggul seperti limosin dan wagyu misalnya, maupun yang lainnya, sangat diperlukan untuk kebutuhan restoran dan hotel-hotel, tetapi tidak dapat dipenuhi oleh para peternak sapi di Bali.
Selain itu, ujar Kresna Budi, harga jual dan keuntungan memelihara sapi limosin juga lebih tinggi dibandingkan sapi Bali.
"Sapi Bali jika harga bibitnya satu ekor Rp7,5 juta kemudian dua tahun dipelihara dijual seharga Rp15 juta. Tetapi kalau sapi limosin bibitnya Rp10 juta, kemudian setelah dua tahun dipelihara, bisa dijual Rp40 juta," ucap ketua komisi di DPRD Bali yang membidangi perekonomian dan keuangan itu.
Pihaknya sepakat tetap menjaga plasma nutfah sapi Bali, tetapi tidak menutup kemungkinan memelihara sapi dari luar yang jenis unggul karena ini terkait masalah ekonomi untuk membantu meningkatkan pendapatan para peternak.
Kresna Budi berharap sama seperti halnya dengan buah-buahan, para petani tidak saja bisa menanam jenis buah yang asli Bali, namun juga dapat menanam berbagai buah jenis unggul dari luar Bali.
"Ini sedang dipikirkan aturannya supaya tidak mengganggu sapi Bali karena kita kalah saing dengan sapi-sapi unggul lainnya. Pendapatan petani atau peternak kita akan kalah jika hanya memelihara sapi Bali," katanya lagi.
Selain itu, Kresna Budi juga berharap agar kuota sapi Bali yang diantarpulaukan dapat ditingkatkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024
"Kalau peternak kita tetap hanya memelihara jenis sapi Bali tetapi pendapatannya kecil, 'kan rugi juga. Ini masukan teman-teman Dewan dan masyarakat. Kalau pendapatannya kalah, masyarakat juga enggan untuk memelihara sapi," kata Kresna Budi di Denpasar, Kamis.
Menurut dia, daging sapi dari jenis-jenis sapi unggul seperti limosin dan wagyu misalnya, maupun yang lainnya, sangat diperlukan untuk kebutuhan restoran dan hotel-hotel, tetapi tidak dapat dipenuhi oleh para peternak sapi di Bali.
Selain itu, ujar Kresna Budi, harga jual dan keuntungan memelihara sapi limosin juga lebih tinggi dibandingkan sapi Bali.
"Sapi Bali jika harga bibitnya satu ekor Rp7,5 juta kemudian dua tahun dipelihara dijual seharga Rp15 juta. Tetapi kalau sapi limosin bibitnya Rp10 juta, kemudian setelah dua tahun dipelihara, bisa dijual Rp40 juta," ucap ketua komisi di DPRD Bali yang membidangi perekonomian dan keuangan itu.
Pihaknya sepakat tetap menjaga plasma nutfah sapi Bali, tetapi tidak menutup kemungkinan memelihara sapi dari luar yang jenis unggul karena ini terkait masalah ekonomi untuk membantu meningkatkan pendapatan para peternak.
Kresna Budi berharap sama seperti halnya dengan buah-buahan, para petani tidak saja bisa menanam jenis buah yang asli Bali, namun juga dapat menanam berbagai buah jenis unggul dari luar Bali.
"Ini sedang dipikirkan aturannya supaya tidak mengganggu sapi Bali karena kita kalah saing dengan sapi-sapi unggul lainnya. Pendapatan petani atau peternak kita akan kalah jika hanya memelihara sapi Bali," katanya lagi.
Selain itu, Kresna Budi juga berharap agar kuota sapi Bali yang diantarpulaukan dapat ditingkatkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024