Kepala badan bantuan PBB Martin Griffiths mengatakan aksi protes global untuk menghentikan serangan dan operasi militer Israel di Jalur Gaza menjadi terlalu keras untuk diabaikan.

Griffiths mengatakan bahwa operasi militer di Rafah telah menjadi sebuah tragedi yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata, seperti diberitakan Anadolu, Sabtu.

“Meskipun Israel menolak seruan masyarakat internasional untuk menyelamatkan Rafah, tuntutan global untuk segera menghentikan serangan ini telah menjadi terlalu keras untuk diabaikan,” kata kepala bantuan PBB tersebut.

Griffiths mencatat operasi militer Israel telah memaksa lebih dari 800.000 orang mengungsi ke daerah-daerah tanpa tempat tinggal, jamban dan air bersih yang memadai.

Serangan di Rafah, kata dia, mengakhiri aliran bantuan ke bagian selatan Gaza, melumpuhkan operasi kemanusiaan hingga mencapai titik puncaknya. Ia juga mencatat bahwa Israel menghentikan distribusi makanan dan pasokan bahan bakar untuk kehidupan di Jalur Gaza.

Mengutip resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengadvokasi perlindungan personel kemanusiaan dan PBB serta perintah Mahkamah Internasional (ICJ) agar Israel menghentikan serangan militer di Rafah di Gaza selatan, Griffiths berkata, "Ini adalah momen kejelasan."

“Ini adalah momen untuk menuntut penghormatan terhadap aturan perang yang mengikat semua orang, warga sipil harus diizinkan mencari keselamatan,” katanya.

Bantuan kemanusiaan, menurut dia, harus difasilitasi tanpa hambatan. Dia turut mengulangi permintaannya untuk "membebaskan para sandera, menyetujui gencatan senjata dan mengakhiri mimpi buruk ini."

Sumber : Anadolu
 


Baca juga: Indonesia kecam keras blokade bantuan kemanusiaan Gaza oleh rakyat Israel

Baca juga: Bela Palestina, ratusan warga Jepang ikuti "The Intifada March"

Baca juga: Israel kian terisolasi, kini menyerupai negara paria

Baca juga: Sekitar 110.000 warga mengungsi dari Rafah
 

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan

Editor : Widodo Suyamto Jusuf


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024