Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Polisi Wahyu Widada mengungkapkan transaksi narkoba yang dikendalikan warga negara asing dan telah diungkap Mabes Polri menggunakan aplikasi Telegram.

"Untuk transaksi narkoba menggunakan aplikasi Telegram. Itu (alamat situs) ditempel di mana-mana, mungkin kalau orang awam melihat itu enggak tahu, ternyata itu adalah kode untuk orang beli (narkoba)," kata Wahyu di Villa Sunny, Desa Tibubeneng, Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali, Senin.

Jaringan narkoba yang dikendalikan WNA asal Ukraina dan Rusia tersebut membuat grup di aplikasi Telegram, seperti bali hydra bot, cannashop robot, bali cristal bot, hydra indonesia manager, dan mentor cannashop.

Kode-kodenya tersebar di Bali, ada yang dicat di tembok-tembok menggunakan cat semprot (pilox), ditempel di tiang listrik dan pamflet kecil. Transaksi pemesanan barang terlarang itu pun dilakukan menggunakan uang elektronik bitcoin.



Wahyu menjelaskan dalam menjalankan bisnis narkoba tersebut, para tersangka menyewa sebuah bangunan vila di tengah permukiman warga.

Pada September 2023, dua saudara kembar Ivan Volovod (31) dan Mikhayla Volovod (31) memiliki izin tinggal terbatas sebagai investor.

Pada saat pembangunan vila tersebut, mereka telah terlebih dahulu melakukan survei dan membuat desain agar bisnis tersebut dapat berjalan.

"Mereka mendesain sendiri untuk ruangan bisnis. Ruangan itu ada bunkernya, kemudian ada untuk membuat tempat hidroponiknya. Ada juga saluran-saluran udara yang memang sudah dipersiapkan supaya mereka punya sirkulasi udara dari luar, termasuk di dalamnya aman bekerja di bawah" katanya.

Selanjutnya, vila tersebut disulap menjadi sebuah laboratorium narkoba rahasia (clandestine lab) yang memproduksi ganja dan bahan pokok ekstasi.

Barang tersebut kemudian dipasarkan melalui darkweb yang menyasar siapa saja yang ingin membeli barang yang dilarang peredarannya di Indonesia itu.

Baca juga: Bareskrim: Peralatan laboratorium narkoba di Kuta dari luar Indonesia

Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Polisi Mukti Juharsa mengatakan desain vila yang dijadikan pabrik narkoba itu juga dirancang kedap suara dan jauh dari jangkauan sinyal.

Mukti meyakini dua bersaudara Volovod asal Ukraina itu memiliki latar belakang pendidikan yang memahami kerja bahan kimia sehingga sangat terampil membuat laboratorium serta segala isinya.

"Katanya hanya belajar otodidak dari internet, tetapi menurut saya dia ahli kimia juga. Bahan-bahannya ada yang beli dari online, ada dari China, ada dari Rumania, produksi ganja sudah dua kali," katanya.

Dalam enam bulan menjalankan bisnis narkoba tersebut, para tersangka telah meraup keuntungan sekitar Rp4 miliar.


Baca juga: Bareskrim Polri ungkap tiga warga asing pemilik laboratorium narkoba di Bali

Pewarta: Rolandus Nampu

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024