Oleh Hasan Zainuddin
Sebanyak 135 peserta sebagian besar anak-anak mengikuti prosesi tradisi "Baayun" dalam perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di halaman Makam Pangeran Suriansyah Kota Banjarmasin ibukota Provinsi Kalimantan Selatan.
Ikut pula dalam prosesi tradisi yang menjadi salah satu objek wisata budaya di Kalsel tersebut antara lain Wali Kota Banjarmasin, Haji Muhidin, Wakil Wali Kota setempat, Irwan Anshari, serta Komandan Kodim 1007 Letkol Inf Bambang Sujarwo.
Peserta "baayun" dalam acara yang berlangsung pada pertengahan bulan Maulid tersebut duduk pada sebuah ayunan terbuat dari kain yang diberi aneka bunga-bunga, hiasan kertas, buah-buahan, kue-kue tradisional, uang receh, dan aneka benda lainnya yang dinilai sakral.
Menurut panitia, Bahrudin, baayun atau mengayun anak merupakan tradisi masyarakat Suku Banjar di Kalimantan Selatan yang telah dilaksanakan turun-temurun, khususnya di bulan Maulid.
Para peserta baanyun yang didominasi anak-anak itu diayun oleh para keluarganya sendiri seperti orang tua, seraya bernyanyi dengan syair-syair yang mengandung nasehat-nasehat maksudnya agar si anak menjadi orang yang berhasil dikemudian hari.
Wali Kota Banjarmasin menyatakan gembira mengikuti prosesi Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diarngkaikan dengan pegelaran budaya masyarakat yang bukan saja bernilai keagamaan tetapi juga mengandung nilai pelestarian tradisi nenek moyang yang bisa disaksikan warga sekarang ini.
Bahkan proses tradisi ini bernuansa seni, tentu bernilai bagi dunia pariwisata, sehingga kegiatan tahunan semacam itu bisa diagendakan untuk sebuah agenda pariwisata setempat.
Tradisi baanyun anak ini bukan hanya di Banjarmasin yang banyak digelar saat perayaan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, tetapi hampir merata di 13 kabupaten dan kota di provinsi paling Selatan Kalimantan ini.
Bahkan sebuah acara prosesi baanyun anak pernah diikuti ribuan orang di Kampung Banua Halat, Kabupaten Tapin yang konon di wilayah tersebut kegiatan demikian sudah turun temurun bahkan sebelum warga setempat memeluk agama Islam.
Baanyun anak bagi warga setempat dinilai sebuah aktivitas ritual maksudnya agar anak nantinya menjadi anak yang berguna, atau hal itu dilakukan karena sebuah nazar, bahkan baanyun anak dianggap mampu menyembuhkan penyakit.
Akibat kepercayaan semacam itulah sehingga tradisi baayun anak terus berlangsung hingga sekarang, terutama saat merayakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Aneka Tradisi
Peringatan Maulid Nabi tersebut selalu semarak di gelar di dalam masyarakat Kalimantan Selatan, intinya peringatan tersebut memuji kebesaran Allah, serta menjujung tinggi tauladan Nabi Muhammad SAW.
Oleh karena itu, dalam setiap peringatan Maulid yang diutamakan adalah tausyiah oleh para ulama agar masyarakat Islam mendalami ilmu agama serta menjalankan perintah agama.
Hal kedua yang dominan dalam kegiatan ini adalah puji-pujian terhadap Nabi Muhammad SAW melalui pembacaan syair-syair Maulid, baik yang disebut syair Maulid Diba maupun Syair Maulid Al Habsyi.
Setelah dua hal yang utama tersebut, peringatan Maulid juga dibarengi dengan aneka budaya, seperti pegelaran proses baanyun anak tadi, maupun kegiatan lain umpamanya saja pembakaran dupa, peletakan uang receh, serta penyajian aneka kuliner khas yang dinilai sakral.
Dalam penyajian kuliner ini biasanya warga membuat wadai 41 macam( kue 41 jenis) khas setempat, jangan heran bila menjelang acara ini ibu-ibu jauh-jauh hari sudah menyiapkan aneka bahan pembuatan kue itu kemudian rame-rame membuatnya saat acara, dan akibat itulah kue-kue tradisi tak pernah hilang di dalam masyarakat ini.
Seringkali pula malam sebelum diselanggarakan Maulid Rasul itu ada pegelaran seni, seperti madihin, balamut, atau bakisah yang ketiga kesenian itupun adalah bagian dari penampilan syair-syait berupa nasehat-nesahat agar warga menjalankan perintah agama.
Meriahnya acara Mauludan Rasul di desa-desa tertentu di Kalsel bukan saja sebagai atraksi budaya dan agama ternyata acara tersebut dinilai sebagai ajang silaturahmi terbesar di tengah masyarakat.
Menurut beberapa warga Desa Panggung dan Inan Kecamatan Paringin Selatan, Kabupaten Balangan, bila acara Maulud Rasul itu digelar salah satu keluarga, maka keluarga yang lain seakan wajib menghadiri acara itu, karena kehadiran keluarga merupakan bentuk penghargaan bagi sipenyelanggara acara tersebut.
"Makanya bila ada keluarga yang tak hadir dalam acara Maulud Rasul maka keluarga tersebut dianggap mengurangi nilai hubungan kekeluargaanya, dan nantinya bila keluarga yang tidak hadir itu menyelanggarakan acara serupa maka si keluarga yang lain bisa tidak hadir pula," kata Muhamad penduduk setempat.
Oleh karena itu tidak heran bila satu keluarga menggelar acara Maulud Rasul maka hampir seluruh keluarga berdatangan, bahkan yang berada di kota juga ikut mudik untuk meramaikan acara tahunan tersebut.
Bahkan menghadiri Maulud Rasul dianggap lebih sakral ketimbang hadir saat Lebaran Idul Fitri atau Idhul Adha, karena saat acara ini merupakan ajang silaturahmi keluarga paling akbar dalam setahun.
Berdasarkan keterangan, acara Maulid Rasul digelar secara bergantian di setiap desa di lereng Pegunungan Meratus pedalaman Kalsel tersebut, sehingga nyaris setiap hari selama bulan Rabiul Awal atau bulan maulid nabi ini selalu saja ada acara tersebut.
Karena acara ini dianggap menarik maka banyak sekali warga berdatangan dari kota-kota besar bahkan warga dari propinsi tetangga Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Kalimantan Timur (Kaltim).
Penyelenggaraan acara Mauludan Rasul dalam rangka memperingati kelahiran nabi Muhammad SAW memang dinilai mahal, tetapi bagi warga tidak menjadi masalah, karena penyelanggraan yang telah terjadi secara turun-temurun di tengah masyarakat Muslim setempat dinilai bisa mengangkat harkat martabat, disamping nilai-nilai agama.
Oleh karena itu bagaimanapun seorang keluarga di desa-desa tersebut berusaha untuk ikut menjadi penyelanggara walau harus membayar mahal.
Tetapi warga memiliki cara tersendiri untuk meringankan beban penyelanggaraan tersebut yakni dengan cara menggelar tabungan mingguan yang disebut "handil maulud" (semacam arisan) dengan cara menyetor uang setiap minggu kepada seorang panitia yang dipercaya mengumpulkan dana sehingga selama setahun akan terkumpul dana yang cukup besar.
"Dana yang dikumpulkan selama setahun itulah yang kemudian dibelikan sapi atau kerbau, untuk disembelih, kemudian daging sapi atau kerbau itu dibagi-bagian kepada warga yang ikut menjadi anggota tabungan maulud tersebut." kata Muhamad yang menakui setiap tahun menggelar acara Mauludan Rasul tersebut. (*/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
Sebanyak 135 peserta sebagian besar anak-anak mengikuti prosesi tradisi "Baayun" dalam perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di halaman Makam Pangeran Suriansyah Kota Banjarmasin ibukota Provinsi Kalimantan Selatan.
Ikut pula dalam prosesi tradisi yang menjadi salah satu objek wisata budaya di Kalsel tersebut antara lain Wali Kota Banjarmasin, Haji Muhidin, Wakil Wali Kota setempat, Irwan Anshari, serta Komandan Kodim 1007 Letkol Inf Bambang Sujarwo.
Peserta "baayun" dalam acara yang berlangsung pada pertengahan bulan Maulid tersebut duduk pada sebuah ayunan terbuat dari kain yang diberi aneka bunga-bunga, hiasan kertas, buah-buahan, kue-kue tradisional, uang receh, dan aneka benda lainnya yang dinilai sakral.
Menurut panitia, Bahrudin, baayun atau mengayun anak merupakan tradisi masyarakat Suku Banjar di Kalimantan Selatan yang telah dilaksanakan turun-temurun, khususnya di bulan Maulid.
Para peserta baanyun yang didominasi anak-anak itu diayun oleh para keluarganya sendiri seperti orang tua, seraya bernyanyi dengan syair-syair yang mengandung nasehat-nasehat maksudnya agar si anak menjadi orang yang berhasil dikemudian hari.
Wali Kota Banjarmasin menyatakan gembira mengikuti prosesi Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diarngkaikan dengan pegelaran budaya masyarakat yang bukan saja bernilai keagamaan tetapi juga mengandung nilai pelestarian tradisi nenek moyang yang bisa disaksikan warga sekarang ini.
Bahkan proses tradisi ini bernuansa seni, tentu bernilai bagi dunia pariwisata, sehingga kegiatan tahunan semacam itu bisa diagendakan untuk sebuah agenda pariwisata setempat.
Tradisi baanyun anak ini bukan hanya di Banjarmasin yang banyak digelar saat perayaan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, tetapi hampir merata di 13 kabupaten dan kota di provinsi paling Selatan Kalimantan ini.
Bahkan sebuah acara prosesi baanyun anak pernah diikuti ribuan orang di Kampung Banua Halat, Kabupaten Tapin yang konon di wilayah tersebut kegiatan demikian sudah turun temurun bahkan sebelum warga setempat memeluk agama Islam.
Baanyun anak bagi warga setempat dinilai sebuah aktivitas ritual maksudnya agar anak nantinya menjadi anak yang berguna, atau hal itu dilakukan karena sebuah nazar, bahkan baanyun anak dianggap mampu menyembuhkan penyakit.
Akibat kepercayaan semacam itulah sehingga tradisi baayun anak terus berlangsung hingga sekarang, terutama saat merayakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Aneka Tradisi
Peringatan Maulid Nabi tersebut selalu semarak di gelar di dalam masyarakat Kalimantan Selatan, intinya peringatan tersebut memuji kebesaran Allah, serta menjujung tinggi tauladan Nabi Muhammad SAW.
Oleh karena itu, dalam setiap peringatan Maulid yang diutamakan adalah tausyiah oleh para ulama agar masyarakat Islam mendalami ilmu agama serta menjalankan perintah agama.
Hal kedua yang dominan dalam kegiatan ini adalah puji-pujian terhadap Nabi Muhammad SAW melalui pembacaan syair-syair Maulid, baik yang disebut syair Maulid Diba maupun Syair Maulid Al Habsyi.
Setelah dua hal yang utama tersebut, peringatan Maulid juga dibarengi dengan aneka budaya, seperti pegelaran proses baanyun anak tadi, maupun kegiatan lain umpamanya saja pembakaran dupa, peletakan uang receh, serta penyajian aneka kuliner khas yang dinilai sakral.
Dalam penyajian kuliner ini biasanya warga membuat wadai 41 macam( kue 41 jenis) khas setempat, jangan heran bila menjelang acara ini ibu-ibu jauh-jauh hari sudah menyiapkan aneka bahan pembuatan kue itu kemudian rame-rame membuatnya saat acara, dan akibat itulah kue-kue tradisi tak pernah hilang di dalam masyarakat ini.
Seringkali pula malam sebelum diselanggarakan Maulid Rasul itu ada pegelaran seni, seperti madihin, balamut, atau bakisah yang ketiga kesenian itupun adalah bagian dari penampilan syair-syait berupa nasehat-nesahat agar warga menjalankan perintah agama.
Meriahnya acara Mauludan Rasul di desa-desa tertentu di Kalsel bukan saja sebagai atraksi budaya dan agama ternyata acara tersebut dinilai sebagai ajang silaturahmi terbesar di tengah masyarakat.
Menurut beberapa warga Desa Panggung dan Inan Kecamatan Paringin Selatan, Kabupaten Balangan, bila acara Maulud Rasul itu digelar salah satu keluarga, maka keluarga yang lain seakan wajib menghadiri acara itu, karena kehadiran keluarga merupakan bentuk penghargaan bagi sipenyelanggara acara tersebut.
"Makanya bila ada keluarga yang tak hadir dalam acara Maulud Rasul maka keluarga tersebut dianggap mengurangi nilai hubungan kekeluargaanya, dan nantinya bila keluarga yang tidak hadir itu menyelanggarakan acara serupa maka si keluarga yang lain bisa tidak hadir pula," kata Muhamad penduduk setempat.
Oleh karena itu tidak heran bila satu keluarga menggelar acara Maulud Rasul maka hampir seluruh keluarga berdatangan, bahkan yang berada di kota juga ikut mudik untuk meramaikan acara tahunan tersebut.
Bahkan menghadiri Maulud Rasul dianggap lebih sakral ketimbang hadir saat Lebaran Idul Fitri atau Idhul Adha, karena saat acara ini merupakan ajang silaturahmi keluarga paling akbar dalam setahun.
Berdasarkan keterangan, acara Maulid Rasul digelar secara bergantian di setiap desa di lereng Pegunungan Meratus pedalaman Kalsel tersebut, sehingga nyaris setiap hari selama bulan Rabiul Awal atau bulan maulid nabi ini selalu saja ada acara tersebut.
Karena acara ini dianggap menarik maka banyak sekali warga berdatangan dari kota-kota besar bahkan warga dari propinsi tetangga Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Kalimantan Timur (Kaltim).
Penyelenggaraan acara Mauludan Rasul dalam rangka memperingati kelahiran nabi Muhammad SAW memang dinilai mahal, tetapi bagi warga tidak menjadi masalah, karena penyelanggraan yang telah terjadi secara turun-temurun di tengah masyarakat Muslim setempat dinilai bisa mengangkat harkat martabat, disamping nilai-nilai agama.
Oleh karena itu bagaimanapun seorang keluarga di desa-desa tersebut berusaha untuk ikut menjadi penyelanggara walau harus membayar mahal.
Tetapi warga memiliki cara tersendiri untuk meringankan beban penyelanggaraan tersebut yakni dengan cara menggelar tabungan mingguan yang disebut "handil maulud" (semacam arisan) dengan cara menyetor uang setiap minggu kepada seorang panitia yang dipercaya mengumpulkan dana sehingga selama setahun akan terkumpul dana yang cukup besar.
"Dana yang dikumpulkan selama setahun itulah yang kemudian dibelikan sapi atau kerbau, untuk disembelih, kemudian daging sapi atau kerbau itu dibagi-bagian kepada warga yang ikut menjadi anggota tabungan maulud tersebut." kata Muhamad yang menakui setiap tahun menggelar acara Mauludan Rasul tersebut. (*/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013