Seka Teruna Dharma Duta Sesana atau kelompok pemuda pemudi Banjar Dukuh Tangkas, Desa Pemogan, Kota Denpasar, Bali membawakan musik baleganjur kreasi sebagai pembuka malam takbiran di Kampung Islam Kepaon.
I Komang Utiana Saputra, ketua organisasi pemuda setempat di Denpasar, Selasa, mengaku bersama rekan-rekannya sudah berlatih selama 10 hari untuk memainkan gamelan baleganjur dengan alunan musik yang mereka ciptakan.
“Maknanya sama seperti gamelan biasa cuma tergantung situasi seperti yang musik sekarang meriah khusus untuk acara malam takbiran, ini kreasi namanya Samsara,” kata dia.
Dalam pembukaan malam takbiran menjelang Idul Fitri 1445 Hijriah pada Rabu (10/4), para pemuda berjumlah 25 orang itu memainkan gamelan baleganjur dengan menggunakan pakaian adat Bali ringan.
Ia mengatakan saat lima menit pertama mereka bermain sambil membuka acara, kemudian personel yang memegang alat kendang, cengceng, bedug, gong, tawa-tawa, kempli, dan reong berjalan mengikuti pawai guna mengiringi rombongan takbiran dan obor.
Dewan Pembina Yayasan Masjid Al Muhajirin yang juga Kepala Dusun Kampung Islam Kepaon Muhammad Asmara mengatakan takbiran keliling dengan perpaduan Hindu-Muslim ini merupakan tradisi yang berlangsung 300 tahun lamanya.
“Dalam takbir keliling kita selalu mengikutsertakan keluarga kita di sekitar yang non-Muslim untuk ikut bergembira menyambut dengan cara kita menyediakan baleganjur sebagai pembuka acara,” kata dia.
Di Desa Pemogan terdapat 17 banjar adat, di mana menurut dia, mereka semua hidup rukun dan secara bergiliran setiap tahun mengikuti malam takbiran sambil mengirim kelompok pemuda untuk bermain musik khas Bali.
“Seperti sekarang Banjar Dukuh Tangkas nanti ke depannya banjar lain sehingga kami bersatu, tidak bisa terpecah belah karena hakikatnya kami sebenarnya orang Bali asli dengan nenek moyang ada yang Hindu begitu juga dengan Hindu yang punya nenek moyang Islam,” ujarnya.
Pihak Kampung Islam Kepaon menyatakan senang karena tradisi malam takbiran dengan baleganjur ternyata disambut baik para pemuda hingga membuat musik-musik kreasi.
Menurut Asmara, hal itu bagian dari toleransi yang harus terus dijaga, di mana umat Hindu artinya bersemangat untuk menunjukkan hal-hal baru dalam menyambut hari kemenangan bagi umat Muslim setelah berpuasa Ramadhan.
Toleransi, katanya, tidak berjalan satu arah karena di saat berlangsung upacara umat Hindu seperti malam pangerupukan sebelum Hari Raya Nyepi, umat Islam turut berpartisipasi.
“Kami tiap malam pangerupukan sebelum Nyepi ikut serta menampilkan kebudayaan kita yaitu tari rodat tampil saat pawai ogoh-ogoh jadi seimbang,” ujarnya.
Baca juga: Nyanyian tentang cinta tanah air berpadu dengan selawat bergema di Kota Denpasar
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024
I Komang Utiana Saputra, ketua organisasi pemuda setempat di Denpasar, Selasa, mengaku bersama rekan-rekannya sudah berlatih selama 10 hari untuk memainkan gamelan baleganjur dengan alunan musik yang mereka ciptakan.
“Maknanya sama seperti gamelan biasa cuma tergantung situasi seperti yang musik sekarang meriah khusus untuk acara malam takbiran, ini kreasi namanya Samsara,” kata dia.
Dalam pembukaan malam takbiran menjelang Idul Fitri 1445 Hijriah pada Rabu (10/4), para pemuda berjumlah 25 orang itu memainkan gamelan baleganjur dengan menggunakan pakaian adat Bali ringan.
Ia mengatakan saat lima menit pertama mereka bermain sambil membuka acara, kemudian personel yang memegang alat kendang, cengceng, bedug, gong, tawa-tawa, kempli, dan reong berjalan mengikuti pawai guna mengiringi rombongan takbiran dan obor.
Dewan Pembina Yayasan Masjid Al Muhajirin yang juga Kepala Dusun Kampung Islam Kepaon Muhammad Asmara mengatakan takbiran keliling dengan perpaduan Hindu-Muslim ini merupakan tradisi yang berlangsung 300 tahun lamanya.
“Dalam takbir keliling kita selalu mengikutsertakan keluarga kita di sekitar yang non-Muslim untuk ikut bergembira menyambut dengan cara kita menyediakan baleganjur sebagai pembuka acara,” kata dia.
Di Desa Pemogan terdapat 17 banjar adat, di mana menurut dia, mereka semua hidup rukun dan secara bergiliran setiap tahun mengikuti malam takbiran sambil mengirim kelompok pemuda untuk bermain musik khas Bali.
“Seperti sekarang Banjar Dukuh Tangkas nanti ke depannya banjar lain sehingga kami bersatu, tidak bisa terpecah belah karena hakikatnya kami sebenarnya orang Bali asli dengan nenek moyang ada yang Hindu begitu juga dengan Hindu yang punya nenek moyang Islam,” ujarnya.
Pihak Kampung Islam Kepaon menyatakan senang karena tradisi malam takbiran dengan baleganjur ternyata disambut baik para pemuda hingga membuat musik-musik kreasi.
Menurut Asmara, hal itu bagian dari toleransi yang harus terus dijaga, di mana umat Hindu artinya bersemangat untuk menunjukkan hal-hal baru dalam menyambut hari kemenangan bagi umat Muslim setelah berpuasa Ramadhan.
Toleransi, katanya, tidak berjalan satu arah karena di saat berlangsung upacara umat Hindu seperti malam pangerupukan sebelum Hari Raya Nyepi, umat Islam turut berpartisipasi.
“Kami tiap malam pangerupukan sebelum Nyepi ikut serta menampilkan kebudayaan kita yaitu tari rodat tampil saat pawai ogoh-ogoh jadi seimbang,” ujarnya.
Baca juga: Nyanyian tentang cinta tanah air berpadu dengan selawat bergema di Kota Denpasar
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024