Denpasar (Antara Bali) - Dokter bedah saraf yang tergabung dalam Ikatan Ahli Bedah Saraf Indonesia (IKABASI) hingga saat ini masih sedikit, yakni kurang dari 150 orang dan sebagian besar bermukim di Jakarta.

"Sebagian sisanya tersebar di sejumlah kota besar lainnya, seperti Surabaya, Bandung, Semarang, Denpasar, Medan, Lampung, Padang, Yogyakarta, Palembang, Manado dan Pontianak," kata Prof Dr dr Sri Maliawan, SpBS pada pidato pengukuhan guru besar ahli bedah syaraf Fakultas Kedoktran Universitas Udayana di Kampus Bukit Jimbaran, Kabupaten Badung, Sabtu.

Di hadapan sidang senat terbuka yang dipimpin Rektor Unud Prof Dr dr I Made Bakta, profesor kelahiran Kabupaten Tabanan itu menjelaskan, meskipun anggotanya sangat terbatas, namun mempunyai peran yang sangat strategis di kancah internasional.

IKABASI, atas prakarsa Prof Iskarno pada tahun 1980 telah membentuk ASEAN Neurological Surgery Association yang beranggotakan negara Thailand, Filipina, Malaysia, Singapura dan Indonesia.

Wadah tersebut mengadakan pertemuan pertama di Bandung, berhasil menerbitkan buku bedah saraf dalam bahasa Indonesia, hingga akhirnya ilmu bidang bedah syaraf Indonesia memasuki era baru.

Sri Muliawan menjelaskan, dari 147 dokter spesialis bedah saraf di Indonesia yang sebagian besar bermukim di Jakarta itu harus melayani 220 juta penduduk Indonesia.

Rasio layanan sekitar satu dokter berbanding dengan 1,5 juta orang sehingga sangat berat untuk memberikan pelayanan yang baik dan memuaskan.

Lebih-lebih 70 orang atau separuh dari 147 dokter ahli saraf itu bermukim di Jakarta untuk melayani penduduk sekitar 10 juta jiwa atau satu berbanding 110.000 orang.

Empat lembaga pendidikan bedah saraf di Indonesia, yakni Universitas Indonesia, Unpada, Unair dan USU sedang mendidik 70 orang, delapan orang diantaranya dalam penyelesaian studi.

Dengan demikian dalam tahun 2010 itu anggota IKABASI hanya bertambah delapan orang spesialis bedah saraf.

"Mereka tentu ingin bekerja di kota-kota yang sudah memiliki fasilitas pelayanan bedah saraf atau diagnostik yang memadai di kota-kota di Pulau Jawa," ujar Sri Maliawan.

Dengan demikian tetap terjadi ketimpangan dari segi pelayanan dan pendidikan dalam bidang bedah saraf untuk Indonesia bagian timur.

"Kami berharap dengan berkembangnya pendidikan dan pelayanan bedah saraf di Bali, khususnya Fakultas Kedokteran/RSUP Sanglah Denpasar dapat mengurangi ketimpangan untuk Indonesia timur," kata Prof Sri Maliawan. (*)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010