Badan Standarisasi Instrumen Pertanian (BSIP) Kementerian Pertanian mengaku optimis target produksi padi 35 juta ton pada tahun 2024 dapat tercapai meskipun dihadapkan dengan fenomena El Nino.
"Untuk skala nasional kita diminta tahun 2024 mengantisipasi dampak perubahan El Nino, Kementerian Pertanian diminta meningkatkan produktivitas padi dari 31,5 juta ton beras menjadi 35 juta ton beras untuk bisa mencukupi kebutuhan konsumsi beras nasional untuk 287 juta jiwa," kata Kepala Pusat Standarisasi Instrumen Tanaman Pangan Priatna Sasmita saat mengikuti The 27th Annual Meeting of the Council for Partnership on Rice Research in Asia (CORRA) di Kuta, Badung, Bali, Rabu (1/11/2023).
Dia mengatakan Indonesia memiliki peluang yang cukup besar untuk bisa menghasilkan produksi beras yang bisa mencukupi kebutuhan nasional.
Dia pun mengungkapkan alasan optimisme tersebut karena dua alasan pertama, ketersediaan lahan potensial yang belum optimal yang sekarang dikelola 14 juta hektar dan lahan rawa masih tersisa 30 juta hektar.
"Itu artinya dengan optimalisasi lahan yang ada peluang mencukupi kebutuhan pangan di Indonesia masih cukup besar. Indonesia indeks pertanaman padinya itu baru 1,4 persen. Belum besar, rata-rata dua kali setahun. Artinya peluang untuk pangan nasional ya dengan meningkatkan indeks pertanaman yang tadinya 1,4 persen kita berusaha menjadi 2 persen," kata dia.
Baca juga: Rapat International Rice Research Institute di Kuta bahas produktivitas dan kualitas beras
Yang kedua, produktivitas padi dapat ditingkatkan dengan menggenjot penggunaan teknologi pertanian bekerja sama dengan International Rice Research Institute (IRRI) agar hasil padi tertinggi nasional 5,2 ton per hektar secara merata dapat tercapai. Secara nasional, produktivitas padi terendah sekitar 3 ton per hektar.
"Meningkatkan gap hasil (tertinggi dan terendah) bisa memberikan kontribusi terhadap antisipasi dampak El Nino termasuk dengan penggunaan artificial intelligent, pengelolaan varietas, pengelolaan air dan penggunaan pupuk dan pestisida," kata dia.
Dengan begitu, potensi Indonesia untuk bisa mengantisipasi dampak El Nino masih cukup bagus dengan catatan semua pihak bergerak dari pemerintah pusat hingga daerah termasuk elemen yang terkait langsung dengan produksi padi yakni petani.
Salah satu aspek penting untuk menunjang produktivitas padi yang tak kalah pentingnya yakni dari sisi riset, kata Priatma. Karena itu, Kementerian Pertanian melalui BSIP mempertemukan para pimpinan lembaga riset dari 17 negara beserta International Rice Research Institute (IRRI) yang tergabung dalam Council for Partnership on Rice Research in Asia (CORRA) berkumpul di Bali, Rabu (1/11).
Baca juga: Mentan targetkan produksi 55,42 juta ton beras di tahun 2024
Pertemuan itu membahas berbagai peluang, tantangan, dan solusi dalam pengelolaan sistem pangan pertanian, termasuk bagaimana memberikan nilai tambah dan meningkatkan standar produksi beras di kawasan Asia.
Pertemuan itu tidak hanya memberikan pengetahuan penting, namun juga kesempatan untuk berdiskusi dan berbagi pengalaman tentang tantangan dan solusi yang muncul dalam sistem pertanian pangan berbasis beras di Kawasan Asia.
Negara anggota juga memberikan insight atau wawasan terhadap kebutuhan riset dan inovasi yang diperlukan oleh masing-masing negara anggota untuk kemudian diformulasikan lebih lanjut oleh IRRI, sebagai leader agent untuk riset padi pada level global/internasional termasuk di Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023
"Untuk skala nasional kita diminta tahun 2024 mengantisipasi dampak perubahan El Nino, Kementerian Pertanian diminta meningkatkan produktivitas padi dari 31,5 juta ton beras menjadi 35 juta ton beras untuk bisa mencukupi kebutuhan konsumsi beras nasional untuk 287 juta jiwa," kata Kepala Pusat Standarisasi Instrumen Tanaman Pangan Priatna Sasmita saat mengikuti The 27th Annual Meeting of the Council for Partnership on Rice Research in Asia (CORRA) di Kuta, Badung, Bali, Rabu (1/11/2023).
Dia mengatakan Indonesia memiliki peluang yang cukup besar untuk bisa menghasilkan produksi beras yang bisa mencukupi kebutuhan nasional.
Dia pun mengungkapkan alasan optimisme tersebut karena dua alasan pertama, ketersediaan lahan potensial yang belum optimal yang sekarang dikelola 14 juta hektar dan lahan rawa masih tersisa 30 juta hektar.
"Itu artinya dengan optimalisasi lahan yang ada peluang mencukupi kebutuhan pangan di Indonesia masih cukup besar. Indonesia indeks pertanaman padinya itu baru 1,4 persen. Belum besar, rata-rata dua kali setahun. Artinya peluang untuk pangan nasional ya dengan meningkatkan indeks pertanaman yang tadinya 1,4 persen kita berusaha menjadi 2 persen," kata dia.
Baca juga: Rapat International Rice Research Institute di Kuta bahas produktivitas dan kualitas beras
Yang kedua, produktivitas padi dapat ditingkatkan dengan menggenjot penggunaan teknologi pertanian bekerja sama dengan International Rice Research Institute (IRRI) agar hasil padi tertinggi nasional 5,2 ton per hektar secara merata dapat tercapai. Secara nasional, produktivitas padi terendah sekitar 3 ton per hektar.
"Meningkatkan gap hasil (tertinggi dan terendah) bisa memberikan kontribusi terhadap antisipasi dampak El Nino termasuk dengan penggunaan artificial intelligent, pengelolaan varietas, pengelolaan air dan penggunaan pupuk dan pestisida," kata dia.
Dengan begitu, potensi Indonesia untuk bisa mengantisipasi dampak El Nino masih cukup bagus dengan catatan semua pihak bergerak dari pemerintah pusat hingga daerah termasuk elemen yang terkait langsung dengan produksi padi yakni petani.
Salah satu aspek penting untuk menunjang produktivitas padi yang tak kalah pentingnya yakni dari sisi riset, kata Priatma. Karena itu, Kementerian Pertanian melalui BSIP mempertemukan para pimpinan lembaga riset dari 17 negara beserta International Rice Research Institute (IRRI) yang tergabung dalam Council for Partnership on Rice Research in Asia (CORRA) berkumpul di Bali, Rabu (1/11).
Baca juga: Mentan targetkan produksi 55,42 juta ton beras di tahun 2024
Pertemuan itu membahas berbagai peluang, tantangan, dan solusi dalam pengelolaan sistem pangan pertanian, termasuk bagaimana memberikan nilai tambah dan meningkatkan standar produksi beras di kawasan Asia.
Pertemuan itu tidak hanya memberikan pengetahuan penting, namun juga kesempatan untuk berdiskusi dan berbagi pengalaman tentang tantangan dan solusi yang muncul dalam sistem pertanian pangan berbasis beras di Kawasan Asia.
Negara anggota juga memberikan insight atau wawasan terhadap kebutuhan riset dan inovasi yang diperlukan oleh masing-masing negara anggota untuk kemudian diformulasikan lebih lanjut oleh IRRI, sebagai leader agent untuk riset padi pada level global/internasional termasuk di Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023