Microgreens atau mikrohijauan, kini menjadi cetusan dalam bidang pangan yang tidak hanya unik, tetapi juga memiliki beragam manfaat bagi kesehatan tubuh. 

Persoalan ketahanan pangan yang kian kompleks telah mengunggah Greens Bali untuk mencetuskan inovasi yang dikenal sebagai indoor vertical farming. Uniknya, tanaman yang dibudidayakan pada indoor vertical farming bukanlah tanaman dewasa seperti biasanya, melainkan tanaman microgreens atau yang juga kerap disebut dengan mikrohijauan. 

Mikrohijauan merupakan sayuran yang dipanen saat usia sangat muda, yakni berkisar antara 7 - 14 hari setelah masa semai. Benih yang digunakan sebagai mikrohijauan pun sama seperti benih sayuran pada umumnya, hanya saja mikrohijauan cenderung memiliki ukuran yang lebih kecil jika dibandingkan dengan sayuran dewasa. 

Dalam dunia kuliner juga bagi para pecinta olahan sayuran, mikrohijauan telah menjadi ornamen menarik atau edible ornament dari berbagai hidangan.  Sedangkan jika menilik dari segi pertanian, mikrohijauan dikenal sebagai bibit tanaman dengan yang dapat dikembangkan menjadi budidaya hortikultura yang unggul.

Kendati memiliki ukuran yang lebih kecil, nyatanya mikrohijauan memiliki kandungan nutrisi dan vitamin yang tinggi.

“Dalam siklus pertumbuhan tanaman, akan terdapat siklus perkecambahan. Pada saat tanaman menjadi kecambah, kandungan nutrisi yang dimiliki akan semakin tinggi, seperti zat hara, mineral, vitamin, dan lainnya,” kata Sales Manajer Greens Bali Tandi Budi, di Denpasar, Bali kepada ANTARA Bali pekan lalu.

Tandi Budi menegaskan bahwa mikrohijauan ini dipanen pada tahap awal pertumbuhan ketika mikrohijauan telah mengembangkan daun sejati pertamanya. Pada tahapan inilah suatu tanaman berada pada puncak nutrisinya, penuh dengan vitamin, mineral, dan antioksidan penting.

 

Pemenuhan nutrisi

Microhijauan memiliki tujuan penting terutama dalam pemenuhan nutrisi bagi tubuh. Mikrohijauan dikenal mengandung berbagai vitamin, seperti vitamin A, C, K, mineral, antioksidan, seng, besi, kalsium, dan magnesium dalam konsentrasi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sayuran dewasa. 

Dalam setiap harinya, budidaya mikrohijauan akan dimulai dengan melakukan panen pada pukul 6.00 hingga 9.00 pagi. Setelah proses panen, akan dilanjutkan pula dengan penyiapan media tanam, penanam, penyiraman, dan pembersihan pada tanaman mikrohijauan. 

Menimbang bahwa mikrohijauan termasuk ke dalam produk hortikultura, untuk menjaga ketahanan tanaman, Greens Bali telah menciptakan indoor vertical farming yang sesuai dengan habitat asli mikrohijauan. Hal ini terlihat dari penggunaan suhu ruang yang berkisar pada rentang 16 - 20 derajat celcius serta sistem pencahayaan yang telah diatur secara otomatis selama 12 jam. 

Keunikan lainnya dari budidaya mikrohijauan di Greens Bali ini juga terletak pada pelibatan teknologi Internet of Things (IoT) dalam pengairan tanaman serta pencahayaan untuk mikrohijauan. Teknologi IoT ini berperan penting dalam proses pengairan mikrohijauan sebab melalui sistem IoT yang otomatis ini, volume air yang diberikan tidak akan kurang ataupun melebihi batas maksimum asupan air pada mikrohijauan. 

Selain itu, sebab tanaman mikrohijauan yang terdapat di Greens Bali ini berada pada jangkauan indoor (dalam ruangan), maka hal ini juga memperkecil peluang dari adanya hama yang menganggu proses pertumbuhan mikrohijauan ini. 

Selain tanaman microgreens, Greens Bali turut membudidayakan tanaman dengan jenis babygreens. Jenis tanaman ini memiliki karakteristik yang serupa dengan microgreens, hanya saja ukuran dari babygreens ini sedikit lebih besar jika dibandingkan dengan microgreens. 

Hingga saat ini, Greens Bali telah membudidayakan berbagai jenis microgreens, seperti, radish, pea shoot, red veined sorrel, green mustard, cilantro, basil genovese, lemon basil, purple basil, sunflower, wheat grass, red cabbage, red amaranth, red radish, dan broccoli. 

Sedangkan untuk baby greens, terdapat pula berbagai jenis, seperti arugula, romaine, energise, baby spinach, dan curly lettuce. 

Staff Agronomis Greens Bali Alpredo Christian Sitompul menyatakan bahwa selain dapat dikonsumsi secara langsung, mikrohijauan ini akan lebih mudah diolah dalam pencernaan daripada sayuran yang telah dimasak. Hal ini disebabkan karena budidaya mikrohijauan tidak menggunakan pestisida dalam proses penanamannya.  

Mikrohijauan juga dapat dikombinasikan dengan beragam olahan makanan sehingga mikrohijauan tidak hanya menjadi sayuran semata. Mikrohijauan dapat diolah menjadi salad, sandwich, jus, hingga makanan bernutrisi lainnya. 

Promosi manfaat mikrohijauan untuk memperbaiki gizi masyarakat dapat menjadi langkah-langkah yang positif bagi kesehatan masyarakat. Menambahkan mikrohijauan ke dalam hidangan turut dapat menjadi menjadi cara terbaik untuk meningkatkan nilai gizi serta menambah ragam cita rasa hidangan.

 

Minim media tanam

Sesuai dengan nama jenisnya, yakni micro, maka tanaman ini tidak membutuhkan banyak ruang untuk hidup sebab dari ukurannya yang sangat kecil, berkisar antara 2 - 7,5 cm. 

Begitu pula dengan media tanamnya, mikrohijauan tidak memerlukan media yang banyak nan sulit. Di Greens Bali, mikrohijauan ini hanya menggunakan serabut kelapa, cocopeat, dan pupuk kompos sebagai media tanam. 

Sebelum menjadi media tanam mikrohijauan, cocopeat terlebih dahulu akan mengalami beberapa tahap pengolahan, yakni proses perendaman, penjemuran, dan penghalusan.

Inovasi indoor vertical farming ini sekaligus menjawab tantangan mengenai kesehatan pangan serta sustainability food yang sedang marak dikembangkan saat ini. Kini komoditas mikrohijauan telah menjadi salah satu pilihan budidaya sayur yang dapat dikembangkan melalui indoor vertical farming.

Konsep indoor vertical farming ini akan sangat berpotensi untuk dilakukan di wilayah pekarangan rumah, menimbang media serta objek tanaman yang dibutuhkan sangat sederhana, mudah, terjangkau, dan tidak membutuhkan ruang yang banyak.

Pewarta: Ida Ayu Alit Srilaksmi

Editor : Widodo Suyamto Jusuf


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023