Ketua Divisi Infeksi dan Pediatri Tropik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)-FKUI Jakarta, Mulya Rahma Karyanti mengatakan jika demam yang disebabkan oleh infeksi dengue berbeda dengan demam tifoid atau yang biasa dikenal dengan penyakit tipes.

“Itu adalah dua hal yang berbeda, infeksi dengue itu penyebabnya virus dengue, sedangkan demam tifoid itu berasal dari terkena bakteri salmonella thyphi,” katanya di Jakarta, Kamis.

Karyanti menuturkan, demam yang timbul karena virus dengue biasanya terjadi secara mendadak dalam tingkat suhu yang langsung tinggi. Durasinya pun akan terjadi secara terus menerus selama satu minggu.

Pada anak-anak, demam dengue membuat warna wajah anak berubah menjadi merah merekah secara mendadak. Demam disebabkan oleh gigitan nyamuk jenis Aedes Aegypti yang membawa virus dengue.

Penularannya bisa terjadi dari penderita ke orang sehat dalam jarak sekitar 100 meter saja.

Sedangkan pada demam tifoid, suhu tubuh akan naik atau secara bertahap layaknya anak tangga sejak awal kemunculannya. Dengan penularan berasal dari bakteri makanan atau minuman yang tercemar bakteri.

Bakteri yang mendominasi makanan itu, masuk secara oral melalui mulut dan pergi ke saluran cerna. Akibatnya, sering muncul keluhan berupa mual, muntah, mencret. Adapun keluhan pada dewasa seperti adanya sembelit.

Bila pada minggu ketiga demam tidak kunjung turun dan tidak mendapatkan penanganan medis segera, demam tifoid bisa menyebabkan komplikasi seperti peradangan usus atau kebocoran usus berat.

“Ini juga beda sekali kalau penyakitnya akut. Tapi kalau bakteri itu lebih dari seminggu, virus itu sebenarnya bisa sembuh dengan sendirinya tapi kalau tidak tertangani, fase kritis inilah bisa mengancam nyawa,” ujarnya.

Dikarenakan adanya perbedaan tersebut, Karyanti meminta agar semua masyarakat bisa membedakan gejala dari kedua penyakit tersebut, terlebih dengue yang saat ini menurut Kementerian Kesehatan kasusnya semakin meningkat.

Ia menyebutkan seseorang yang terkena demam dengue, harus segera dibawa ke rumah sakit ketika terlihat lemas dan tidur secara terus menerus, mengalami muntah terus menerus, sakit perut hebat, ada pendarahan, merasa gelisah dan kulit tangan maupun kaki menjadi dingin dan lembab.

Kemudian tidak ada aktivitas Buang Air Besar (BAB) kurang dari empat sampai enam jam dan mengalami kejang.

Tidak lupa, dirinya mengimbau untuk memahami tiga fase demam dengue yang terdiri dari fase demam, fase kritis dan fase pemulihan.

Ia menambahkan, kedua penyakit dapat membuat tubuh anak sangat lemas dan mengalami dehidrasi, sehingga dalam penanganannya ia meminta orang tua untuk tetap memperhatikan kadar cairan dalam tubuh anak agar terus terjaga.

Baik itu melalui ASI, susu, jus buah, agar-agar, atau minuman elektrolit yang disukai anak.

“Orang tua kadang suka salah persepsi. Mereka bilang anaknya kondisinya sudah baik, tapi tidur terus dan muntah darah itu sudah tidak baik, begitu kita periksa nadinya tidak teraba, tekanan darah tidak terukur artinya dia sudah jatuh ke sindrom shock dengue atau dia mengalami collapes dari pembuluh darahnya,” katanya.
 

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti

Editor : Widodo Suyamto Jusuf


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023