Denpasar (Antara Bali) - Akademisi dari Universitas Merdeka Malang Prof Dr Samsul Wahidin memandang, profesionalisme pers di Indonesia saat ini masih dalam proses menuju pematangan.

"Profesionalisme pers akan ditempa oleh waktu dan media pers itu sendiri, yang tentu tidak terlepas dari suasana kebatinan atau sosio kultural masyarakat secara umum ketika berhadapan dengan pers," katanya saat acara bedah buku yang ditulisnya di Denpasar, Senin.

Samsul yang juga anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalimantan Selatan ini menulis buku berjudul "Dimensi Etika dan Hukum Profesionalisme Pers, Mengacu Perkara Made Mangku Pastika vs Bali Post".

Ia melihat, proses pematangan profesionalime pers ini masih memerlukan waktu karena pers di Tanah Air lahir dari kondisi masyarakat yang multikultur dan kesejahateraan ekonomi yang belum maksimal.

"Cara membangun profesionalisme yang paling mendasar adalah jangan pers dijadikan tempat mencari penghidupan dalam ekonomi. Ketika masih berorientasi pada mencari penghidupan, pers menjadi tidak profesional dalam menjalankan fungsinya," ucapnya pada seminar yang diselenggarakan oleh Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Warmadewa itu.

Ia pun melihat realita pers yang sangat kental dengan kepentingan politik dan ekonomi. Padahal dalam kondisi pers mencari bentuk, tidak boleh berlindung di balik kedua sisi itu.

"Secara umum, kultur masyarakat Indonesia juga masih memandang pers sebagai sesuatu yang tidak tersentuh dengan hukum," ujarnya.

Di sisi lain, kasus hukum antara Gubernur Bali Made Mangku Pastika dan Bali Post sebagai harian terbesar di Pulau Dewata belum lama ini, juga dapat menjadi yuriprudensi yang menunjukkan keberanian dari subjek hukum ketika dirinya merasa "teraniaya" oleh pers.

Hal itu, lanjut dia, menunjukkan refleksi bahwa pers tidak kebal hukum sekaligus contoh prilaku taat hukum dari pejabat publik.

"Dari kasus tersebut, saya tidak melihat kungkungan kebebasan pers karena pers adalah subjek hukum yang tidak kebal hukum. Jika terjadi arogansi pers, salah satu jalan harus diselesaikan berdasarkan hukum," katanya yang aktif menulis masalah hukum dan sosial di berbagai media.

Hukum di Bali dinilainya telah bekerja dengan baik, karena gugatan terhadap pers di beberapa wilayah di Tanah Air seringkali ditolak.

Buku dari Prof Samsul ini dibedah oleh tiga pembicara yakni Prof Dr Tjipta Lesmana, Prof I Dewa Gede Palguna dan Prof Dr Nengah Bawa Atmadja. (LHS/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012