Denpasar (Antara Bali) - Rencana pembangunan jalan tol Serangan, Kota Denpasar yang menghubungkan dengan Tanjung Benoa, Kabupaten Badung, masih menunggu hasil studi kelayakan dari pemerintah Korea dan tim ahli Universitas Udayana.
"Review fisibilitas tersebut sudah dilakukan mulai 1 Desember 2009 hingga Maret 2010," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Bali, Ir I Gusti Nyoman Sura Adnyana di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan, rencana pembangunan jalan tol Serangan - Tanjung Benoa sempat menghadapi kendala, karena tidak ada investor yang mau menggarapnya lantaran membutuhkan biaya yang tinggi.
"Setelah kita menghadap ke Menteri PU, dia berjanji untuk mencarikan investor. Lalu ada kemauan dari pemerintah China dan Korea untuk menggarap proyek tol tersebut," katanya.
Sura Adnyana mengatakan, pemerintah China bahkan sudah dua kali bertemu Gubernur Bali Made Mangku Pastika. Namun ternyata, pemerintah Korea sudah melakukan kajian fisibilitas sendiri di negaranya. Akhirnya pemerintah Korea yang lebih dulu mengambil proyek tersebut.
"Hasil kajian sebelumnya, Jaln tol Serangan - Tanjung Benoa memberikan keuntungan ekonomis. Apalagi dengan adanya peraturan pemerintah (PP) yang membolehkan sepeda motor melewati tol. Sekarang kita masih menunggu hasil kajian terhadap preview fisibilitas oleh Korea bekerja sama dengan tim ahli dari Unud yang akan selesai Maret nanti," kata Sura Adnyana.
Terkait rencana pembangunan jalan layang (fly over) dan jalan bawah tanah (subway) sebagai solusi untuk mengatasi kemacetan di wilayah Bali Selatan, kata Sura Adnyana, masih menunggu hasil kajian.
"Rencana awalnya sudah ada, bahkan kita sudah membuat animasinya, namun untuk detailnya kita masih tunggu hasil kajian, sebab tidak semua pihak menyetujuinya dengan alasan bisa mengganggu vibrasi pulau Bali," ucapnya.
Padahal, pembangunan jalan layang nanti hanya ditempatkan pada persimpangan jalan yang rawan sebagai titik kemacetan lalu lintas. Contohnya di simpang jalan Dewa Ruci Kuta.
Begitu juga jalan bawah tanah, kata dia, pada umumnya belum bisa menerima karena berkaitan dengan kepercayaan dan budaya di Pulau Dewata.
"Masyarakat umumnya berpikir kalau di bawah rumahnya nanti ada terowongan untuk jalan bawah tanah, maka secara kepercayaan dianggap pembawa petaka. Padahal secara teknis kita bisa membuatnya dengan aman," ucapnya.
Tetapi sebagian tokoh agama dan tokoh masyarakat yang bisa memahami masalah itu, sangat mengharapkan adanya jalan alternatif dalam upaya mengatasi kemacetan lalu lintas di Bali.
"Banyak tokoh masyarakat sudah memahami dan memikirkan kondisi Bali ke depan. Namun untuk memutuskan bisa dan tidaknya dibuat jalan alternatif tersebut tetap mendapat persetujuan warga masyarakat," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010
"Review fisibilitas tersebut sudah dilakukan mulai 1 Desember 2009 hingga Maret 2010," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Bali, Ir I Gusti Nyoman Sura Adnyana di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan, rencana pembangunan jalan tol Serangan - Tanjung Benoa sempat menghadapi kendala, karena tidak ada investor yang mau menggarapnya lantaran membutuhkan biaya yang tinggi.
"Setelah kita menghadap ke Menteri PU, dia berjanji untuk mencarikan investor. Lalu ada kemauan dari pemerintah China dan Korea untuk menggarap proyek tol tersebut," katanya.
Sura Adnyana mengatakan, pemerintah China bahkan sudah dua kali bertemu Gubernur Bali Made Mangku Pastika. Namun ternyata, pemerintah Korea sudah melakukan kajian fisibilitas sendiri di negaranya. Akhirnya pemerintah Korea yang lebih dulu mengambil proyek tersebut.
"Hasil kajian sebelumnya, Jaln tol Serangan - Tanjung Benoa memberikan keuntungan ekonomis. Apalagi dengan adanya peraturan pemerintah (PP) yang membolehkan sepeda motor melewati tol. Sekarang kita masih menunggu hasil kajian terhadap preview fisibilitas oleh Korea bekerja sama dengan tim ahli dari Unud yang akan selesai Maret nanti," kata Sura Adnyana.
Terkait rencana pembangunan jalan layang (fly over) dan jalan bawah tanah (subway) sebagai solusi untuk mengatasi kemacetan di wilayah Bali Selatan, kata Sura Adnyana, masih menunggu hasil kajian.
"Rencana awalnya sudah ada, bahkan kita sudah membuat animasinya, namun untuk detailnya kita masih tunggu hasil kajian, sebab tidak semua pihak menyetujuinya dengan alasan bisa mengganggu vibrasi pulau Bali," ucapnya.
Padahal, pembangunan jalan layang nanti hanya ditempatkan pada persimpangan jalan yang rawan sebagai titik kemacetan lalu lintas. Contohnya di simpang jalan Dewa Ruci Kuta.
Begitu juga jalan bawah tanah, kata dia, pada umumnya belum bisa menerima karena berkaitan dengan kepercayaan dan budaya di Pulau Dewata.
"Masyarakat umumnya berpikir kalau di bawah rumahnya nanti ada terowongan untuk jalan bawah tanah, maka secara kepercayaan dianggap pembawa petaka. Padahal secara teknis kita bisa membuatnya dengan aman," ucapnya.
Tetapi sebagian tokoh agama dan tokoh masyarakat yang bisa memahami masalah itu, sangat mengharapkan adanya jalan alternatif dalam upaya mengatasi kemacetan lalu lintas di Bali.
"Banyak tokoh masyarakat sudah memahami dan memikirkan kondisi Bali ke depan. Namun untuk memutuskan bisa dan tidaknya dibuat jalan alternatif tersebut tetap mendapat persetujuan warga masyarakat," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010