Washington (Antara Bali) - Harga pangan global telah turun dari rekor pada Juli, tetapi masih sangat tinggi, menempatkan lebih banyak orang dalam bahaya kelaparan dan sakit karena kekurangan gizi, demikian Bank Dunia melaporkan, Kamis.

"Sebuah norma baru harga tinggi tampaknya akan konsolidasi," kata Otaviano Canuto, Wakil Presiden Bank Dunia untuk Penanggulangan Kemiskinan.

Dunia tidak bisa bersikap tenang terhadap tren ini, sementara 870 juta orang masih hidup dalam kelaparan dan jutaan anak meninggal setiap tahun karena penyakit yang tidak dapat dicegah akibat kekurangan gizi.

Kekeringan dan melonjaknya suhu di Amerika Serikat dan Eropa Timur pada musim semi dan musim panas, menghancurkan tanaman biji-bijian penting yang memberi makan banyak orang di dunia, menyebabkan harga jagung (maizena) dan kedelai ke tingkat tertinggi.

Harga-harga melonjak 10 persen pada Juli saja, karena kekeringan di sabuk pangan AS meningkat, menyebabkan kerugian tanaman yang lebih besar. Harga-harga telah menurun dari puncaknya, tergelincir terutama pada Oktober.

Tetapi harga-harga itu masih tujuh persen lebih tinggi dari tahun sebelumnya, dan biji-bijian penting jauh lebih tinggi -- harga jagung 17 persen lebih tinggi dari posisi Oktober 2011.

Bank Dunia mengatakan 870 juta orang di seluruh dunia hidup dengan kelaparan kronis dan kekurangan gizi. "Meskipun kami belum melihat sebuah krisis pangan seperti salah satu yang terjadi pada 2008, ketahanan pangan harus tetap menjadi prioritas," kata Canuto. (*/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012