Wakil Sekretaris Jenderal II Dewan Pengurus Harian Asosiasi Fintech (Aftec) Indonesia Firlie Ganinduto dalam forum keuangan digital Indonesia Fintech Summit ke-4 di Bali mengatakan akan memberi edukasi kepada masyarakat selama bulan fintech nasional.
"Di Indonesia Fintech Summit ini kita lakukan suatu edukasi, dan event ini selama satu bulan. Jadi bulan fintech nasional kita buka di Bali tutup di Yogyakarta, mulainya 11 November dan kita tutup 12 Desember," kata Firlie di Kabupaten Badung, Bali, Kamis.
Firlie menyebut, selama satu bulan asosiasi keuangan digital yang terdiri dari Bank Indonesia, OJK, Aftec, dan AFPI akan melakukan berbagai aktivitas yang tak terbatas pada pertemuan dua hari di Bali, seperti bursa lowongan digital dan pameran.
"Indonesia Fintech Summit ke-4 kita adakan pada dasarnya untuk memberikan literasi kepada masyarakat soal keuangan digital. Amanat Presiden Jokowi juga bahwa keuangan digital ini dapat membantu memberikan solusi kepada masyarakat untuk mencapai tingkat inklusi keuangan," ujarnya.
Baca juga: Menko Marves sebut lima upaya Indonesia jadi negara pendapatan tinggi
Saat ini inklusi keuangan berada di level 80 persen jika dilihat dari kemampuan masyarakat mengakses produk keuangan, namun Firlie menyebut untuk literasi atau kemampuan masyarakat memahami esensi dari produk keuangan tersebut masih di angka 48 persen.
"Artinya masyarakat yang punya produk keuangan itu tidak mengerti esensi dari produk itu. Ini yang sangat penting bagaimana meningkatkan literasi di masyarakat, bahwa kalau kalian memiliki kartu kredit kewajibannya apa saja," kata dia.
Adapun faktor yang menyebabkan angka pemahaman masyarakat rendah adalah teknologi baru. Kata Firlie, ini berkaitan dengan transisi teknologi sehingga edukasi menjadi penting di tengah peralihan.
Kepada asosiasi terkait dalam pertemuan tersebut, Aftec mendorong untuk melakukan edukasi soal kehati-hatian pengguna terutama dalam membedakan produk legal dan ilegal.
Selain itu, berdasarkan laporan yang kerap masuk terkait produk keuangan digital ke pihaknya, Firlie menyebut kasus terbanyak adalah soal dompet digital disusul penipuan peminjaman daring.
Baca juga: Waspadai dan cegah penipuan online saat Lebaran
Menurutnya, kasus laporan atas dompet digital bukan sesuatu yang besar, namun aduan yang kerap masuk didominasi oleh ketidakpahaman masyarakat soal produk tersebut. Dalam hal ini Asosiasi Fintech Indonesia berperan dalam menjembatani aduan menuju anggota yang mendapat komplain.
"Kemudian adalah pinjaman, itu tadi juga relevansinya masalah literasi, melalui cek fintech kita selalu memberi informasi valid soal fintech legal, kami juga memberikan tips dan trik masyarakat milenial agar mempertimbangkan untuk meminjam, mitigasinya, cek risikonya, kemudian kemampuan bayarnya," kata Firlie.
Dengan edukasi tersebut, menurutnya, peminjaman daring ilegal akan mampu dibasmi, karena dengan kemampuan masyarakat memahami maka hal itu akan hilang sendiri.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022
"Di Indonesia Fintech Summit ini kita lakukan suatu edukasi, dan event ini selama satu bulan. Jadi bulan fintech nasional kita buka di Bali tutup di Yogyakarta, mulainya 11 November dan kita tutup 12 Desember," kata Firlie di Kabupaten Badung, Bali, Kamis.
Firlie menyebut, selama satu bulan asosiasi keuangan digital yang terdiri dari Bank Indonesia, OJK, Aftec, dan AFPI akan melakukan berbagai aktivitas yang tak terbatas pada pertemuan dua hari di Bali, seperti bursa lowongan digital dan pameran.
"Indonesia Fintech Summit ke-4 kita adakan pada dasarnya untuk memberikan literasi kepada masyarakat soal keuangan digital. Amanat Presiden Jokowi juga bahwa keuangan digital ini dapat membantu memberikan solusi kepada masyarakat untuk mencapai tingkat inklusi keuangan," ujarnya.
Baca juga: Menko Marves sebut lima upaya Indonesia jadi negara pendapatan tinggi
Saat ini inklusi keuangan berada di level 80 persen jika dilihat dari kemampuan masyarakat mengakses produk keuangan, namun Firlie menyebut untuk literasi atau kemampuan masyarakat memahami esensi dari produk keuangan tersebut masih di angka 48 persen.
"Artinya masyarakat yang punya produk keuangan itu tidak mengerti esensi dari produk itu. Ini yang sangat penting bagaimana meningkatkan literasi di masyarakat, bahwa kalau kalian memiliki kartu kredit kewajibannya apa saja," kata dia.
Adapun faktor yang menyebabkan angka pemahaman masyarakat rendah adalah teknologi baru. Kata Firlie, ini berkaitan dengan transisi teknologi sehingga edukasi menjadi penting di tengah peralihan.
Kepada asosiasi terkait dalam pertemuan tersebut, Aftec mendorong untuk melakukan edukasi soal kehati-hatian pengguna terutama dalam membedakan produk legal dan ilegal.
Selain itu, berdasarkan laporan yang kerap masuk terkait produk keuangan digital ke pihaknya, Firlie menyebut kasus terbanyak adalah soal dompet digital disusul penipuan peminjaman daring.
Baca juga: Waspadai dan cegah penipuan online saat Lebaran
Menurutnya, kasus laporan atas dompet digital bukan sesuatu yang besar, namun aduan yang kerap masuk didominasi oleh ketidakpahaman masyarakat soal produk tersebut. Dalam hal ini Asosiasi Fintech Indonesia berperan dalam menjembatani aduan menuju anggota yang mendapat komplain.
"Kemudian adalah pinjaman, itu tadi juga relevansinya masalah literasi, melalui cek fintech kita selalu memberi informasi valid soal fintech legal, kami juga memberikan tips dan trik masyarakat milenial agar mempertimbangkan untuk meminjam, mitigasinya, cek risikonya, kemudian kemampuan bayarnya," kata Firlie.
Dengan edukasi tersebut, menurutnya, peminjaman daring ilegal akan mampu dibasmi, karena dengan kemampuan masyarakat memahami maka hal itu akan hilang sendiri.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022