Denpasar (Antara Bali) - Para ahli mikrobiologi klinik di Indonesia diharapkan turut aktif mengendalikan infeksi sejalan dengan upaya pengendalian resistensi (kekebalan) terhadap antimikroba.

"Ahli mikrobiologi klinik seharusnya tidak selalu bekerja di laboratorium. rajin-rajinlah melihat pasien dan turut mengendalikan infeksi," kata Kepala Instalasi Mikrobiologi Klinik RSUP Sanglah, dr Ni Made Adi Tarini SpMK, di Denpasar, Kamis.

Ia menyampaikan hal itu di sela lokakarya bertema "Mikrobiologi Klinik Dalam Manajemen Infeksi Dan Pengendalian Resistensi Antimikroba". Kegiatan ini menjadi rangkaian acara Kongres Kedelapan Perhimpunan Ahli Mikrobiologi Klinik Indonesia (PAMKI) dan konferensi ke-13 Developing Countries Vaccine Manufacturers Network (DCVMN).

Menurut dia, ada empat pilar yang harus bergerak dalam mengendalikan resistensi antimikroba yakni mikrobiologi klinik, farmasi klinik, sub komite farmasi terapi (SKFT) dan program pengendalian infeksi (PPI). "Empat pilar ini harus bergerak sama-sama dalam mengendalikan resistensi maupun pemakaian antibiotik di rumah sakit," ucapnya.

Dengan berkumpul dalam lokakarya ini, lanjut dia, menjadi momen yang tepat untuk memberi pengertian program pengendalian resistensi antimikroba (PPRA) bahwa ahli mikrobiologi sesungguhnya tidak selalu harus bekerja di laboratorium. "Tujuan akhir kami tentu agar resistensi di Indonesia bisa ditekan, terutama di rumah sakitnya dulu dan kemudian secara nasional," ujarnya.

Lokakarya ini diikuti sekitar 70 ahli mikrobiologi klinik dari berbagai rumah sakit di Indonesia, dengan menghadirkan narasumber Tim PPRA Nasional dari Kota Surabaya dan Semarang. Pada acara tersebut juga dibahas tentang penggunaan alat-alat otomatis untuk membantu kerja para ahli mikrobiologi klinik.(LHS/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012