Oleh  I Ketut Sutika

Denpasar (Antara Bali) - Ribuan hektare lahan sawah yang mendapat pengairan secara teratur dalam sistem subak di kawasan Catur Angga Batukaru Kabupaten Tabanan dan daerah aliran sungai (DAS) Pakerisan, Kabupaten Gianyar akan mampu memantapkan kemandirian pangan di Bali.

Sektor pertanian menjadi titik berat pembangunan berkelanjutan di Pulau Dewata, disamping pengembangan pariwisata serta industri kecil dan kerajinan rumah tangga, yang satu sama lainnya mampu mengangkat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Bidang pertanian mempunyai peran yang sangat strategi dalam mempertahankan kemandirian pangan yang dapat dicapai sejak tahun 1980, tutur guru besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana Prof Dr I Wayan windia yang juga Sekretaris Tim Penyusunan Proposal Warisan Budaya Dunia Subak di Bali.

Keberhasilan mewujudkan sasaran kemandirian pangan tidak terlepas dari kebijakan terintegrasi yang diterapkan Gubernur Bali Made Mangku Pastika dan wakilnya AAN Puspayoga serta kesungguhan dari instansi terkait dan peranserta masyarakat, khususnya petani dalam menyediakan kebutuhan pangan.

Pangan merupakan kebutuhan yang paling hakiki dari setiap masyarakat yang harus dapat dipenuhi dengan baik. Untuk itu pangan kebutuhan masyarakat setempat termasuk wisatawan dalam menikmati liburan di Bali harus dapat dipenuhi dari daerah setempat, bukan tergantung dari daerah lain, apalagi impor.

Jika kebutuhan pangan masyarakat Bali tidak terpenuhi dengan baik dikhawatirkan menimbulkan guncangan-guncangan terhadap berbagai aspek kehidupan sosial, budaya, politik dan stabilitas daerah, ucap Wayan Windia yang juga mantan anggota DPR-RI.

Gubernur Made Mangku Pastika bersama wakilnya AAN Puspayoga yang "mengendalikan" Bali sejak 28 Agustus 2008 mengakui, upaya memantapkan ketahananpangan bukanlah suatu hal yang mudah, namun banyak tantangan yang harus dihadapi dalam penanganannya, meskipun ketahanan pangan di daerah tujuan wisata selama ini dalam kondisi cukup baik.

Ketersediaan pangan memadai, pendistribusiannya lancar, harga cukup stabil dan terjangkau masyarakat, meskipun selama ini masih terjadi perdagangan beras antarpulu.

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, Ida Bagus Wisnuardana, optimis Bali mampu mempertahankan ketahanan pangan, karena produksi pertanaian berupa padi dan aneka jenis palawija lainnya lebih tinggi dari kebutuhan masyarakat.

Ketahanan pangan itu masih bisa dipertahankan dalam beberapa tahun ke depan, dengan meningkatkan produksi persatuan hektare. Bali memiliki sawah baku seluas 84.118 hektar dengan pola tanam dua kali padi dan sekali palawija setiap tahunnya mampu menghasilkan 471.601 ton setara beras.

Sedangkan kebutuhan Bali yang berpendduduk 4,1 juta jiwa, termasuk mengantisipasi kedatangan wisatawan dan buruh musiman dari berbagai daerah di Indonesia mencapai 455.130 ton.

Dengan demikian masih memiliki kelebihan beras sekitar 16.471 ton, belum lagi produksi ketela, jagung, kedelai serta produksi sektor perkebunan dan peternakan yang mampu memantapkan ketahanan pangan.

Sistem pertanian yang mengarah pada organik itu peningkatan produksi beras masih memungkinkan dengan meningkatkan produksi persatuan hektare, dari selama ini rata-rata 5,8 ton, lebih tinggi dari rata-rata tingkat nasional yang hanya 5,1 ton.

Harga Terjangkau
Ida Bagus Wisnuardana menjelaskan, kebutuhan bahan pokok, khususnya beras di Bali selalu tersedia dalam jumlah memadai, dengan harga yang terjangkau masyarakat Bali.

Di Bali paling kecil terjadi kemungkinan gejolak harga kebutuhan bahan pokok, berkat berbagai upaya dan antisipasi, disamping instansi terkait tetap melakukan pemantapan terhadap harga-harga di pasaran.

Pemerintah Provinsi Bali, salah satu antisipasi dengan menyediakan dana talangan sebesar Rp27,5 miliar dalam tahun 2012, untuk penguatan modal lembaga usaha ekonomi pedesaan (LUEP) untuk pembelian gabah petani.

Dana talangan yang ditempatkan di bank pembangunan daerah (BPD) setempat penggunaannya menekankan pemberdayaan petani, sehingga tidak lagi petani dalam menjual gabah sampai di bawah harga patokan pemerintah (HPP).

Dana pemberdayaan untuk menampung gabah hasil petani disediakan sejak tahun 2003 hingga sekarang, yang awalnya hanya Rp675 juta setiap tahun terus meningkat hingga mencapai Rp27,5 miliar.

Harga gabah kualitas gabah kering panen (GKP) pada tingkat petani di Bali terjadi kenaikan harga pada bulan Agustus 2012 dibanding Juli 2012 sebesar 2,21 persen dan di tingkat penggilingan 1,83 persen.

Rata-rata harga gabah kualitas GKP pada bulan Agustus 2012 berada di atas harga patokan pemerintah (HPP) sebesar Rp3.694,66 per kilogram di tingkat petani dan Rp3.754,14 per kilogram di tingkat penggilingan.

Transaksi gabah kering panen harga tertinggi di tingkat petani terjadi di Kabupaten Tabanan sebesar Rp3.920/kg untuk varitas inpari 8 dan terendah di kabupaten Badung dengan harga Rp 3.363/kg untuk varietas Ciherang.

Di Bali terdapat 113 unit LUEP tersebar pada enam dari sembilan kabupaten/kota di daerah ini, terbanyak di Kabupaten Tabanan yakni 56 unit, menyusul Badung 18 unit, Gianyar 16 unit, Buleleng 16 unit, Klungkung tiga unit dan Kabupaten Karangasem dua unit.

Sementara tiga kabupaten lainnya yang meliputi Kota Denpasar, Bangli dan Jembrana tidak memiliki LUEP, sehingga gabah yang dihasilkan petani banyak ditampung oleh LUEP daerah tetangganya.

Lembaga ekonomi masyarakat itu dalam aktivitas kesehariannya umumnya mentaati aturan yang telah disepakati bersama, sehingga petani dapat menikmati harga gabah yang wajar, terutama saat-saat mengalami panen raya , tutur Ida Bagus Wisnuardana.(*/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012