Denpasar (Antara Bali) - Direktur Narkoba Kepolisian Daerah Bali Komisaris Besar Polisi Kokot Indarto mengusulkan, pengamanan di dua pelabuhan sebagai pintu masuk Bali dilengkapi alat pemeriksaan barang.
"Bandara saja yang sudah memiliki pemeriksaan barang ada yang bisa lolos, apalagi untuk jalan darat, khususnya Pelabuhan Gilimanuk yang begitu banyak orang lalu lalang setiap hari," kata Kokot di Denpasar, Kamis.
Dengan alat pemeriksaan itu, katanya, nantinya petugas cukup melihat dari monitor yang ada sehingga tidak perlu membongkar semua barang bawaan semua kendaraan satu per satu.
Ia mengemukakan, alat itu nantinya bukan saja diperuntukkan mendeteksi narkoba, tapi juga barang-barang berbahaya yang bisa masuk Bali, seperti bahan peledak dan benda-benda yang dianggap berbahaya lainnya.
"Hal ini sebenarnya sudah lama menjadi wacana dan telah diusulkan ke Pemerintah Provinsi Bali, namun hingga kini belum terealisasi," kata Kokot.
Dia berharap, dengan momen pengungkapan tujuh warga Iran yang kedapatan membawa 4,5 kilogram sabu-sabu dengan modus ditelan ini dapat menjadi perhatian semua pihak.
"Dengan fakta ini ternyata Bali bukan hanya dijadikan sebagai lokasi transit, namun sudah mengarah kepada pasar yang cukup potensial dalam bisnis peredaran narkoba melihat Bali juga sebagai tujuan wisata internasional," katanya.
Pangsa pasar yang sebagian besar warga asing, katanya, tidak menutup kemungkinan juga harga narkoba di Bali terkadang lebih mahal dari harga yang ada di Jakarta. Meskipun dalam hal ini belum ada penelitian atau survei yang pasti.
Menurut dia, masuknya narkoba ke Bali melalui tiga jalur yaitu darat, laut, dan udara. Sebagian besar memang dari jalan darat dan melihat dari kegiatan produksinya, yakni kedatangan orang dan barang paling banyak ada di Gilimanuk.
Pelabuhan Gilimanuk lebih berpotensi daripada Padangbai karena jalur yang ramai memang dari arah barat.
"Jika alat canggih ini dapat direalisasikan, artinya dapat mempersempit ruang gerak peredaran narkoba serta pengawasan terhadap hal-hal berbahaya lainnya di Bali," ujar dia.
Selama ini, katanya, yang telah dilakukan jajarannya adalah melakukan tindakan penangkalan dan pencegahan melalui ceramah kepada generasi muda agar jangan sekali-kali terlibat dalam bisnis narkoba, razia di beberapa tempat hiburan dan lokasi yang diindikasikan marak dengan peredaran gelap narkoba.
Meskipun cara ini dinilai belum efektif karena terkadang langkah ini seringkali bocor sehingga hasil yang didapatkan nihil.
"Di pelabuhan juga telah disiapkan anjing pelacak bahan peledak dan narkoba, namun tak semua kendaraan bisa dicek satu per satu karena keterbatasan jumlah dan tenaga," kata dia.
Disinggung alokasi dana terkait penanggulangan kasus narkoba di Polda Bali, Kokot tak memberikan angka pastinya. Tapi untuk dana penyidikan memang cukup besar, seperti penanganan kasus besar mencapai Rp24 juta, sedang Rp12 juta, dan biasa Rp5 juta.
Data yang dihimpun Polda Bali untuk kasus penanganan narkoba di tahun 2008 sebanyak 105 kasus narkotika dan 181 kasus psikotropika. Untuk 2009 sampai dengan Oktober, kasus narkotika yang ditangani sebanyak 81 kasus, dan psikotropika 125.
"Angka ini diperkirakan akan bertambah, baik secara kuantitas maupun kualitas karena penjahat selalu memiliki cara satu langkah di depan agar dapat lolos dari pengamatan polisi," kata Kokot. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2009
"Bandara saja yang sudah memiliki pemeriksaan barang ada yang bisa lolos, apalagi untuk jalan darat, khususnya Pelabuhan Gilimanuk yang begitu banyak orang lalu lalang setiap hari," kata Kokot di Denpasar, Kamis.
Dengan alat pemeriksaan itu, katanya, nantinya petugas cukup melihat dari monitor yang ada sehingga tidak perlu membongkar semua barang bawaan semua kendaraan satu per satu.
Ia mengemukakan, alat itu nantinya bukan saja diperuntukkan mendeteksi narkoba, tapi juga barang-barang berbahaya yang bisa masuk Bali, seperti bahan peledak dan benda-benda yang dianggap berbahaya lainnya.
"Hal ini sebenarnya sudah lama menjadi wacana dan telah diusulkan ke Pemerintah Provinsi Bali, namun hingga kini belum terealisasi," kata Kokot.
Dia berharap, dengan momen pengungkapan tujuh warga Iran yang kedapatan membawa 4,5 kilogram sabu-sabu dengan modus ditelan ini dapat menjadi perhatian semua pihak.
"Dengan fakta ini ternyata Bali bukan hanya dijadikan sebagai lokasi transit, namun sudah mengarah kepada pasar yang cukup potensial dalam bisnis peredaran narkoba melihat Bali juga sebagai tujuan wisata internasional," katanya.
Pangsa pasar yang sebagian besar warga asing, katanya, tidak menutup kemungkinan juga harga narkoba di Bali terkadang lebih mahal dari harga yang ada di Jakarta. Meskipun dalam hal ini belum ada penelitian atau survei yang pasti.
Menurut dia, masuknya narkoba ke Bali melalui tiga jalur yaitu darat, laut, dan udara. Sebagian besar memang dari jalan darat dan melihat dari kegiatan produksinya, yakni kedatangan orang dan barang paling banyak ada di Gilimanuk.
Pelabuhan Gilimanuk lebih berpotensi daripada Padangbai karena jalur yang ramai memang dari arah barat.
"Jika alat canggih ini dapat direalisasikan, artinya dapat mempersempit ruang gerak peredaran narkoba serta pengawasan terhadap hal-hal berbahaya lainnya di Bali," ujar dia.
Selama ini, katanya, yang telah dilakukan jajarannya adalah melakukan tindakan penangkalan dan pencegahan melalui ceramah kepada generasi muda agar jangan sekali-kali terlibat dalam bisnis narkoba, razia di beberapa tempat hiburan dan lokasi yang diindikasikan marak dengan peredaran gelap narkoba.
Meskipun cara ini dinilai belum efektif karena terkadang langkah ini seringkali bocor sehingga hasil yang didapatkan nihil.
"Di pelabuhan juga telah disiapkan anjing pelacak bahan peledak dan narkoba, namun tak semua kendaraan bisa dicek satu per satu karena keterbatasan jumlah dan tenaga," kata dia.
Disinggung alokasi dana terkait penanggulangan kasus narkoba di Polda Bali, Kokot tak memberikan angka pastinya. Tapi untuk dana penyidikan memang cukup besar, seperti penanganan kasus besar mencapai Rp24 juta, sedang Rp12 juta, dan biasa Rp5 juta.
Data yang dihimpun Polda Bali untuk kasus penanganan narkoba di tahun 2008 sebanyak 105 kasus narkotika dan 181 kasus psikotropika. Untuk 2009 sampai dengan Oktober, kasus narkotika yang ditangani sebanyak 81 kasus, dan psikotropika 125.
"Angka ini diperkirakan akan bertambah, baik secara kuantitas maupun kualitas karena penjahat selalu memiliki cara satu langkah di depan agar dapat lolos dari pengamatan polisi," kata Kokot. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2009