Oleh I Ketut Sutika
Denpasar (Antara Bali) - Dalam keadaan kesurupan, puluhan penari keris menikam dadanya sambil menjerit histeris, namun sedikitpun bagian tubuhnya tidak mengalami luka yang akhirnya sadar setelah mendapat percikan air suci (tirta).
Adegan tegang tersebut merupakan bagian akhir dari pertunjukan tari barong dan tari keris yang disuguhkan Pengelola Panggung Barong Catur Eka Desa Kesiman, Kota Denpasar, yang dipimpin Ida Bagus Raka Pudjana (65).
Pria kelahiran Banjar Ujung Kesiman, Denpasar Timur, 31 Desember 1947 sejak remaja melakoni dunia seni, khususnya drama gong selama lebih dari 35 tahun dan kini sukses mengelola sebuah panggung pementasan wisata untuk menghibur wisatawan dalam dan luar negeri saat menikmati liburan di Pulau Dewata.
Pementasan yang berlangsung selama satu jam itu disuguhkan mulai pukul 09.30-10.30 waktu setempat, sebelum pelancong mengunjungi objek-objek wisata.
Tari barong dan keris merupakan kesenian "wajib" ditonton oleh setiap wisatawan mancanegara maupun nusantara, karena penampilannya sangat unik dan menarik. Tarian tersebut bersama tari Kecak telah menjadi maskot Bali yang mampu mempesona masyarakat internasional dalam kontek pariwisata.
Atraksi pertunjukan yang telah mendunia itu menampilkan perpaduan unsur tari, musik, drama, dan ritual mulai dari yang manis, lucu hingga yang menegangkan.
Suami dari Jero Tanjung (58) itu memang sejak muda mempunyai cita-cita untuk mengelola sebuah panggung pementasan, karena tidak mungkin selamanya menjadi seniman.
Seniman serba bisa itu mengelola pementasan barong dan kris dance sejak tahun 1990 bekerja sama dengan desa adat (Pekraman) Kesiman, pinggiran Kota Denpasar, dengan memanfaatkan balai wantilan milik desa adat setempat.
Ida Bagus Raka Pudjana, ayah dari dua putri dan seorang putra itu merangkul 70 seniman di wilayah Desa Adat Kesiman hingga kawasan Sanur dan Kabupaten Gianyar sebagai pekerja untuk mendukung pementasan tauristik tersebut.
Seniman tabuh dan tari itu pentas setiap hari selama satu jam, kecuali Hari Raya Nyepi setahun sekali. Panggung yang berkapasitas 500 tempat duduk kini hanya terisi rata-rata 100-125 wisatawan dari berbagai negara di belahan dunia.
Padahal sebelum tragedi bom Bali ahun 2002 tingkat pengunjung untuk menikmati pementasan wisata itu tergolong baik, karena sering seluruh tempat duduk penuh.
Saat itu mampu menampung 100-150 seniman, namun pascabom itu terpaksa harus memutuskan sebagian seniman, karena tidak sanggup lagi membayar upah akibat pendapatan yang berkurang.
12 bahasa
Ida Bagus Raka Pudjana yang pernah mendapat anugrah Seni Dharma Kusuma, penghargaan tertinggi dalam bidang seni dari Pemerintah Provinsi Bali berkat dedikasi dan pengabdiannya dalam pengembangan seni dan budaya Bali, menyiapkan teks pementasan tari barong dan kris dance dalam 12 bahasa asing.
Meskipun pementasan menggunakan menggunakan Bahasa Jawa Kuno, namun penonton yang sebagian besar adalah turis bisa mengerti jalannya cerita dengan menyiapkan teks dalam 12 bahasa.
"Teks cerita dalam bahasa asing disiapkan sedemikian rupa, sehingga pramuwisata (gaide) yang mengantar tamunya tinggal membagikan sebelum pementasan dan dengan teks itu mereka mengikuti jalannya pementasan.
Kakek tujuh cucu dari ketiga putra-putrinya yang sudah membentuk rumah tangga itu menyiapkan teks pementasan dalam bahasa Inggris, China, Jepang, Korea, Taiwan dan Rusia.
Penampilan pementasan tari barong dan kris itu hampir sama setiap harinya, sehingga seniman tidak bisa berkreativitas. Meskipun demikian wisatawan yang datang dari berbagai negara di belahan dunia umumnya baru pertama kali menyaksikan pagelaran, sehingga menilainya unik dan menarik.
Di Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar terdapat belasan panggung pementasan barong dan kris dance yang setiap hari menyuguhkan atraksi wisata, sehingga wisatawan terpencar menyaksikan pagelaran, sebelum mengunjungi objek-objek wisata.
Ida Bagus Raka Pujana yang sukses mengelola panggung pementasan tauristik itu sebelumnya pernah bergabung dengan Drama Gong Panji Budaya, Kerti Budaya yang kemudian menjadi Drama Gong Bintang Bali Timur yang mencuat kepermukaan selama kurun waktu 17 tahun, 1980-1997.
Selama 17 tahun itu jadwal pentas sangat padat, padahal tugasnya bukan satu-satunya sebagai seniman, namun juga mengabdikan dirinya sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Universitas Udayana.
Awalnya bertugas di Fakultas Hukum Unud mulai tahun 1964 kemudian pindah ke Fakultas Kedokteran dan sekretariat Universitas Udayana hingga memasuki masa pensiun (purna karya) tahun 1997.
Tugas dinas di kantor tetap dapat dilaksanakan dengan baik, karena begitu datang dari pentas, langsung berangkat ke tempat kerja, tanpa sempat tidur, ujar Ida Bagus Raka Pudjana.(*/ADT/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
Denpasar (Antara Bali) - Dalam keadaan kesurupan, puluhan penari keris menikam dadanya sambil menjerit histeris, namun sedikitpun bagian tubuhnya tidak mengalami luka yang akhirnya sadar setelah mendapat percikan air suci (tirta).
Adegan tegang tersebut merupakan bagian akhir dari pertunjukan tari barong dan tari keris yang disuguhkan Pengelola Panggung Barong Catur Eka Desa Kesiman, Kota Denpasar, yang dipimpin Ida Bagus Raka Pudjana (65).
Pria kelahiran Banjar Ujung Kesiman, Denpasar Timur, 31 Desember 1947 sejak remaja melakoni dunia seni, khususnya drama gong selama lebih dari 35 tahun dan kini sukses mengelola sebuah panggung pementasan wisata untuk menghibur wisatawan dalam dan luar negeri saat menikmati liburan di Pulau Dewata.
Pementasan yang berlangsung selama satu jam itu disuguhkan mulai pukul 09.30-10.30 waktu setempat, sebelum pelancong mengunjungi objek-objek wisata.
Tari barong dan keris merupakan kesenian "wajib" ditonton oleh setiap wisatawan mancanegara maupun nusantara, karena penampilannya sangat unik dan menarik. Tarian tersebut bersama tari Kecak telah menjadi maskot Bali yang mampu mempesona masyarakat internasional dalam kontek pariwisata.
Atraksi pertunjukan yang telah mendunia itu menampilkan perpaduan unsur tari, musik, drama, dan ritual mulai dari yang manis, lucu hingga yang menegangkan.
Suami dari Jero Tanjung (58) itu memang sejak muda mempunyai cita-cita untuk mengelola sebuah panggung pementasan, karena tidak mungkin selamanya menjadi seniman.
Seniman serba bisa itu mengelola pementasan barong dan kris dance sejak tahun 1990 bekerja sama dengan desa adat (Pekraman) Kesiman, pinggiran Kota Denpasar, dengan memanfaatkan balai wantilan milik desa adat setempat.
Ida Bagus Raka Pudjana, ayah dari dua putri dan seorang putra itu merangkul 70 seniman di wilayah Desa Adat Kesiman hingga kawasan Sanur dan Kabupaten Gianyar sebagai pekerja untuk mendukung pementasan tauristik tersebut.
Seniman tabuh dan tari itu pentas setiap hari selama satu jam, kecuali Hari Raya Nyepi setahun sekali. Panggung yang berkapasitas 500 tempat duduk kini hanya terisi rata-rata 100-125 wisatawan dari berbagai negara di belahan dunia.
Padahal sebelum tragedi bom Bali ahun 2002 tingkat pengunjung untuk menikmati pementasan wisata itu tergolong baik, karena sering seluruh tempat duduk penuh.
Saat itu mampu menampung 100-150 seniman, namun pascabom itu terpaksa harus memutuskan sebagian seniman, karena tidak sanggup lagi membayar upah akibat pendapatan yang berkurang.
12 bahasa
Ida Bagus Raka Pudjana yang pernah mendapat anugrah Seni Dharma Kusuma, penghargaan tertinggi dalam bidang seni dari Pemerintah Provinsi Bali berkat dedikasi dan pengabdiannya dalam pengembangan seni dan budaya Bali, menyiapkan teks pementasan tari barong dan kris dance dalam 12 bahasa asing.
Meskipun pementasan menggunakan menggunakan Bahasa Jawa Kuno, namun penonton yang sebagian besar adalah turis bisa mengerti jalannya cerita dengan menyiapkan teks dalam 12 bahasa.
"Teks cerita dalam bahasa asing disiapkan sedemikian rupa, sehingga pramuwisata (gaide) yang mengantar tamunya tinggal membagikan sebelum pementasan dan dengan teks itu mereka mengikuti jalannya pementasan.
Kakek tujuh cucu dari ketiga putra-putrinya yang sudah membentuk rumah tangga itu menyiapkan teks pementasan dalam bahasa Inggris, China, Jepang, Korea, Taiwan dan Rusia.
Penampilan pementasan tari barong dan kris itu hampir sama setiap harinya, sehingga seniman tidak bisa berkreativitas. Meskipun demikian wisatawan yang datang dari berbagai negara di belahan dunia umumnya baru pertama kali menyaksikan pagelaran, sehingga menilainya unik dan menarik.
Di Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar terdapat belasan panggung pementasan barong dan kris dance yang setiap hari menyuguhkan atraksi wisata, sehingga wisatawan terpencar menyaksikan pagelaran, sebelum mengunjungi objek-objek wisata.
Ida Bagus Raka Pujana yang sukses mengelola panggung pementasan tauristik itu sebelumnya pernah bergabung dengan Drama Gong Panji Budaya, Kerti Budaya yang kemudian menjadi Drama Gong Bintang Bali Timur yang mencuat kepermukaan selama kurun waktu 17 tahun, 1980-1997.
Selama 17 tahun itu jadwal pentas sangat padat, padahal tugasnya bukan satu-satunya sebagai seniman, namun juga mengabdikan dirinya sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Universitas Udayana.
Awalnya bertugas di Fakultas Hukum Unud mulai tahun 1964 kemudian pindah ke Fakultas Kedokteran dan sekretariat Universitas Udayana hingga memasuki masa pensiun (purna karya) tahun 1997.
Tugas dinas di kantor tetap dapat dilaksanakan dengan baik, karena begitu datang dari pentas, langsung berangkat ke tempat kerja, tanpa sempat tidur, ujar Ida Bagus Raka Pudjana.(*/ADT/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012