Denpasar (Antara Bali) - Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Provinsi Bali Sang Putu Subaya mengatakan, hingga saat ini di provinsi setempat mengalami kekurangan pemandu wisata yang menguasai bahasa Jerman.
"Kekurangan pramuwisata ini disebabkan paket pola perjalanan mengalami pergeseran, yaitu dari yang dulu turis menetap tinggal di satu hotel, sekarang banyak yang berminat menginap dari satu sarana akomodasi ke tempat lainnya," katanya di Denpasar, Minggu.
Ia menyampaikan, beberapa waktu terakhir kecenderungan wisatawan asal Eropa ketika berwisata ke Pulau Dewata memilih berpindah-pindah tempat menginap, misalnya pertama di Sanur (Kota Denpasar), lalu bergerak ke Ubud (Kabupaten Gianyar), kemudian ke Amed/Candidasa di Karangasem, hingga ke Lovina, Kabupaten Buleleng.
Terlebih dalam kondisi puncak kunjungan wisatawan (peak season), pihaknya tidak hanya mengalami kekurangan pemandu yang mahir berbahasa Jerman, namun juga membutuhkan tambahan pramuwisata berbahasa Prancis dan Belanda.
"Memang awalnya yang paling banyak memilih paket wisata keliling wisatawan dari Jerman, Prancis dan Belanda. Belakangan wisatawan asal Spanyol dan Italia juga cenderung meminati 'paket bergerak' dari satu hotel ke sarana akomodasi lainnya yang berbeda lokasi," katanya.
Namun sayangnya, meskipun mengalami kekurangan pemandu wisata, HPI Bali tidak dapat begitu saja menerima pramuwisata karena terganjal aturan yang tercantum pada Perda Provinsi Bali No 5 tahun 2008 tentang Pramuwisata .
"Aturan Perda itu mengisyaratkan pramuwisata minimal pendidikannya Diploma 3. Itu menjadi permasalahan juga bagi kami karena banyak sekali yang tamat SMA sudah menguasai bahasa asing atau bagi mereka yag pernah bekerja di luar negeri dan balik ingin menjadi guide, namun terganjal persyaratan pendidikan minimal D3," ujarnya.(LHS/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
"Kekurangan pramuwisata ini disebabkan paket pola perjalanan mengalami pergeseran, yaitu dari yang dulu turis menetap tinggal di satu hotel, sekarang banyak yang berminat menginap dari satu sarana akomodasi ke tempat lainnya," katanya di Denpasar, Minggu.
Ia menyampaikan, beberapa waktu terakhir kecenderungan wisatawan asal Eropa ketika berwisata ke Pulau Dewata memilih berpindah-pindah tempat menginap, misalnya pertama di Sanur (Kota Denpasar), lalu bergerak ke Ubud (Kabupaten Gianyar), kemudian ke Amed/Candidasa di Karangasem, hingga ke Lovina, Kabupaten Buleleng.
Terlebih dalam kondisi puncak kunjungan wisatawan (peak season), pihaknya tidak hanya mengalami kekurangan pemandu yang mahir berbahasa Jerman, namun juga membutuhkan tambahan pramuwisata berbahasa Prancis dan Belanda.
"Memang awalnya yang paling banyak memilih paket wisata keliling wisatawan dari Jerman, Prancis dan Belanda. Belakangan wisatawan asal Spanyol dan Italia juga cenderung meminati 'paket bergerak' dari satu hotel ke sarana akomodasi lainnya yang berbeda lokasi," katanya.
Namun sayangnya, meskipun mengalami kekurangan pemandu wisata, HPI Bali tidak dapat begitu saja menerima pramuwisata karena terganjal aturan yang tercantum pada Perda Provinsi Bali No 5 tahun 2008 tentang Pramuwisata .
"Aturan Perda itu mengisyaratkan pramuwisata minimal pendidikannya Diploma 3. Itu menjadi permasalahan juga bagi kami karena banyak sekali yang tamat SMA sudah menguasai bahasa asing atau bagi mereka yag pernah bekerja di luar negeri dan balik ingin menjadi guide, namun terganjal persyaratan pendidikan minimal D3," ujarnya.(LHS/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012