Sampang (Antara Bali) - Polisi menilai perang mulut atau cekcok antara para relawan kemanusiaan tragedi Sampang, Madura, dengan Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) setempat, karena kurang koordinasi.
       
"Memang sebelum pemkab memberlakukan standar operasi prosedur (SOP), tidak disampaikan sosialisasi terlebih dahulu," kata Kasat Bimas Polres Sampang Sugiharto, Minggu.
       
Pada Sabtu (1/9), Kepala Dinsosnakertrans Sampang Malik Amrullah dengan para relawan kemanusiaan bertengkar mulut atau cekcok. Malik secara tiba-tiba, meminta para relawan kemanusiaan dari Kontras, Gusdurian dan ABI (Ahlulbait Indonesia) serta Komunitas Kerukunan Antar-Agama keluar dari GOR Wijaya Kusuma.
       
Alasan Malik, karena keberadaan mereka akan mengganggu pengungsi. Selain itu, dalam SOP tentang Penanganan Pengungsi Syiah, selain pengungsi dilarang berada di dalam gedung olahraga.
       
Namun permintaan yang disampaikan Malik ini tidak diindahkan para relawan. Mereka justru melawan dan memprotes permintaan Malik dengan alasan, mereka telah berada di dalam GOR itu sejak hari pertama, Minggu (26/8).
       
Selain itu, semestinya, sebelum ketentuan itu diberlakukan, Pemkab Sampang bersama institusi terkait lainnya menyampaikan sosialisasi terlebih dahulu.
       
"Jadi tanpa ada koordinasi, dia itu langsung meminta kami keluar. Katanya kami ini pengganggu. Padahal kami di sini dalam rangka membantu mereka para korban kekerasan ini," kata relawan kemanusiaan dari LSM Center for Marginalized Communities Studies (CMARs), Aries.
       
Yang sangat disesalkan, kata dia, kata-kata kasar yang sempat dilontaskan Kepala Dinsosnakertrans Sampang kepada para relawan itu.(*/M038/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012