Bandesa Agung/Ketua Majelis Desa Adat Provinsi Bali Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet mengusulkan tokoh-tokoh agama Hindu di daerah itu dapat membahas kembali mengenai ritual pernikahan seorang wanita dengan keris.

"Perlu dibahas oleh tokoh-tokoh agama, para sulinggih, dan pandita supaya mengeluarkan semacam 'bhisama', bagaimana statusnya dari segi agama," kata Ida Pangelingsir di Denpasar, Rabu.

Menurut dia, ritual pernikahan seorang wanita Hindu Bali dengan keris biasanya dilakukan ketika seorang mempelai wanita yang hamil di luar nikah, namun calon suaminya meninggal ataupun pergi tanpa kabar.

Beberapa waktu terakhir, kasus seorang wanita menikah dengan keris terjadi di Kabupaten Gianyar, Bali, karena calon mempelai laki-laki mendadak membatalkan rencana pernikahannya.



Alasannya, karena si lelaki tidak mau "nyentana" atau ikut tinggal di rumah keluarga istri ketika sudah menikah.

"Dari sisi agama atau adatnya bagaimana? Saya tidak ingin mendahului. Lebih baik ini didiskusikan dan dibahas bersama oleh para sulinggih dan tokoh-tokoh agama melalui agenda paruman (rapat)," ujarnya.Baca juga: HUT ke-70, Sukmawati pindah agama jadi Hindu Dharma

Dengan dibahas oleh tokoh-tokoh agama, sehingga dapat dikaji dari sisi sastra (kitab suci) dan tatwa (filosofi) apakah pernikahan dengan keris itu dibenarkan atau tidak secara agama.

Ida Pangelingsir mengatakan ketika nanti sudah ada bhisama (fatwa) dari tokoh-tokoh agama, barulah dari MDA bisa melakukan langkah selanjutnya.

"Bhisama keagamaan supaya dibahas dulu. Sedangkan MDA untuk pelaksanaan adatnya," ucap pria yang juga Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Bali itu.

Baca juga: Dirjen Bimas Hindu: Layanan yang baik dari pinandita lahirkan umat berkualitas

Dia menambahkan, ketika terjadi pernikahan dengan keris, kerap anak yang dilahirkan itu dari status hukumnya tertulis sebagai anak dari ibunya saja.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022