Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali pada 2022 tumbuh positif di kisaran 5,4 persen sampai 6,2 persen.

"Kami optimistis, Bali bisa bangkit lagi, tumbuh lagi," kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Bali Trisno Nugroho saat menyampaikan Kilas Balik 2021, Prospek Ekonomi Bali 2021 dan Prospek Ekonomi Bali 2022 di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu.

Trisno mengemukakan, dengan memperhatikan hasil-hasil survei, indikator-indikator, memperhatikan kondisi sistem keuangan, stabilitas harga serta keuangan pemerintah, pihaknya telah melakukan perhitungan secara teliti mengenai kinerja perekonomian tahun 2021 dan 2022.

Berdasarkan seluruh indikator itu, maka pertumbuhan ekonomi Bali hingga akhir 2021 diperkirakan berkisar pada -2,6 persen sampai -1,8 persen.

Baca juga: BI: Ekonomi Bali membaik di triwulan IV 2021

Ekonomi Bali pada triwulan III 2021 tercatat terkontraksi 2,91 persen (yoy) dan menjadi yang terendah di Indonesia karena kebijakan pembatasan mobilitas PPKM, setelah sempat tumbuh positif 2,88 persen (yoy) pada triwulan sebelumnya.

"Sementara itu, untuk tahun 2022, beberapa indikator diperkirakan semakin membaik sehingga pertumbuhan ekonomi akan berkisar pada 5,4 persen sampai dengan 6,2 persen," ucap Trisno. Proyeksi Bali tersebut lebih tinggi dibandingkan nasional yang diperkirakan tumbuh 4,6-5,4 persen pada 2022.

Menurut Trisno, ada sejumlah faktor pendorong pertumbuhan ekonomi yakni pemulihan kegiatan masyarakat seiring gencarnya vaksinasi, pemulihan pariwisata domestik, potensi dari penyelenggaraan sejumlah kegiatan internasional seperti KTT G20 dan kelanjutan proyek investasi dan infrastruktur.

"Namun, ada pula sejumlah faktor penahan seperti pemulihan kunjungan wisman yang masih sangat terbatas, tertahannya pendapatan pemerintah daerah, perilaku wait and see dari pelaku usaha," ujar Trisno.

Baca juga: BI: Triwulan III-2021, Mayoritas lapangan usaha di Bali tumbuh negatif

Ia menambahkan dalam jangka pendek, pemulihan perekonomian Bali juga masih tergantung pada kedatangan wisatawan ke Bali dengan tantangan berupa kenaikan kasus COVID-19 global dan kebijakan pembatasan mobilitas.

Selain itu, juga kebijakan restriksi beberapa negara pasar utama wisman Bali dan tingkat kepercayaan diri wisatawan untuk bepergian juga masih terbatas.

Di sisi lain, kata Trisno, tingkat harga di Bali tergolong stabil. Pada Oktober 2021, Bali mengalami inflasi sebesar 1,45 persen (yoy), lebih rendah dibanding nasional sebesar 1,66 persen (yoy).

Tekanan harga yang terjadi bersumber dari meningkatnya tekanan harga volatile food, yang menjadi faktor utama yakni minyak goreng, daging ayam ras, daging babi dan tongkol yang diawetkan.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra yang hadir mewakili Gubernur Bali mengajak untuk bersama-sama menjaga momentum ekonomi Bali yang sudah bergerak positif dan membaik, meskipun masih mengalami kontraksi sebesar 2,91 persen pada triwulan III 2021.

Baca juga: BI minta pelaku usaha di Bali mantapkan transformasi digital0

Selain itu, menurut dia, kasus COVID-19 yang sudah melandai harus terus dikendalikan karena menjadi prakondisi untuk pemulihan ekonomi dan pariwisata

"Ini merupakan tugas bersama, sejauhmana disiplin prokes dan upaya pencegahan penyebarannya. Kalau COVID bisa dilandaikan di Bali, di nasional, bahkan global, maka pariwisata Bali perlahan bisa dilakukan pemulihan dan ekonomi beranjak naik," ucapnya.

Dewa mengatakan pemprov setempat sudah mendesain paradigma baru ekonomi Bali yang dinamakan Ekonomi Kerti Bali dengan menciptakan kekuatan ekonomi di luar pariwisata.

"Pariwisata selama ini tidak sepenuhnya atau belum optimal memberikan manfaat bagi masyarakat lokal Bali," ujarnya.

Oleh karena itu, kata Dewa. dengan paradigma ekonomi Bali yang baru dengan mengoptimalkan sumber daya lokal yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, budaya dan kreativitas untuk mendorong dan menggerakkan pertumbuhan ekonomi.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021