Bagi pebisnis global, tentu tak asing dengan sosok Elon Musk.
Hal itu karena ia menjadi salah satu pendiri perusahaan teknologi canggih, mulai bidang antariksa hingga otomotif sekitar satu dekade terakhir.
Pengusaha kelahiran Afrika Selatan berusia 50 tahun itu kini menjadi orang terkaya di dunia menurut Bloomberg Billionaires Index dengan kekayaan mencapai 326 miliar dolar AS atau setara Rp4.630 triliun (kurs Rp14.200) per 3 November 2021.
Adapun aset terbesarnya adalah Tesla, mobil listrik yang membuat pundi-pundi kekayaan Elon melambung.
Bayangkan jika suatu negara mengembangkan industri otomotif berbasis listrik, kemudian menghasilkan nilai hingga fantastis tersebut.
Pastinya, menjadi peluang yang bisa menyejahterakan rakyat, meski caranya tidaklah mudah, butuh perjuangan dan usaha yang panjang karena mekanisme yang berbeda antara pengusaha secara individu dengan kebijakan sebuah negara.
Namun, mencermati potensi itu tentu menggiurkan untuk menambah pemasukan bagi negara karena kendaraan berbasis listrik diproyeksi menjadi kebutuhan masa depan.
Mengurang fosil
Dengan energi listrik, penggunaan bahan bakar yang sumber dari fosil dapat dikurangi karena lambat laun cadangan bahan bakar tidak terbarukan itu bisa saja habis.
Menurut Ensiklopedia Britannica, bahan bakar fosil meliputi batu bara, minyak bumi dan gas alam yang semua mengandung karbon.
Sumber energi itu terbentuk sebagai hasil dari proses geologi yang bekerja pada sisa-sisa kebanyakan tumbuhan dan hewan yang hidup dan mati ratusan juta tahun yang lalu.
Sementara itu, produksi minyak bumi selama 10 tahun terakhir di Tanah Air menunjukkan penurunan dari 346 juta barel atau 949 ribu barel per hari pada 2009 menjadi sekitar 283 juta barel atau 778 ribu barel per hari pada 2018, berdasarkan data Outlook Energi Indonesia 2019 oleh Dewan Energi Nasional (DEN).
Penurunan itu disebabkan produksi utama minyak bumi bersumber dari sumur-sumur tua, sedangkan produksi sumur baru relatif masih terbatas.
Meningkatnya kebutuhan energi termasuk di sektor transportasi membuat cadangan sumber energi fosil kian menipis, sedangkan pertumbuhan kendaraan bermotor terus bertumbuh dari tahun ke tahun.
Di Indonesia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah kendaraan bermotor pada 2019 mencapai 133,6 juta unit, naik sekitar 7,1 juta unit dibandingkan pada 2018.
Itu baru konsumsi untuk kendaraan bermotor, belum termasuk kebutuhan bahan bakar untuk kebutuhan rumah tangga dan industri serta kebutuhan lainnya.
Untuk itu, peralihan penggunaan energi fosil menuju energi yang baru dan terbarukan (EBT) harus dilakukan.
Salah satunya adalah dengan mengedepankan kebutuhan energi untuk kendaraan bermotor berbasis listrik, yang lebih ramah lingkungan karena tanpa emisi karbon.
Mobil listrik
Pengembangan mobil listrik secara global mengalami pasang surut hingga kembali bergeliat sekitar 2004 ketika Tesla menghadirkan mobil listrik berdesain futuristis atau dikenal mobil sport.
Mobil listrik juga dikembangkan di Indonesia dan sempat dipamerkan pada Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) pada 2013 di Nusa Dua, Bali.
Namun pengembangan mobil listrik saat itu mandeg alias tidak dilanjutkan kembali.
Kemudian, pada era Presiden Joko Widodo, pengembangan mobil listrik kembali digenjot.
“Dua-tiga tahun lagi yang namanya mobil listrik bermunculan dari negara kita,” kata Presiden Joko Widodo saat memberikan sambutan pada kegiatan Lembaga Ketahanan Nasional di Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/10).
Kepala Negara menekankan tidak ada lagi ekspor nikel dalam bentuk mentah karena Indonesia serius mengembangkan mobil listrik.
Nikel sendiri merupakan komoditas bahan baku yang diolah menjadi katoda baterai, besi antikarat dan baterai litium, komponen penting dalam industri otomotif termasuk mobil listrik.
Hilirisasi industri nikel akan meningkatkan nilai tambah signifikan. Jika diolah menjadi sel baterai maka nilainya naik enam hingga tujuh kali lipat dan jika menjadi bagian mobil listrik, nilai tambah nikel meningkat hingga 11 kali lipat.
Sementara itu, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menargetkan paling lambat Mei 2022, Indonesia sudah memproduksi mobil listrik.
Produksi mobil listrik itu merupakan investasi pabrikan mobil asal Korea Selatan, Hyundai senilai 1,55 miliar dolar AS atau setara Rp21 triliun yang diteken pada November 2019 dengan lokasi di Cikarang, Jawa Barat.
Selain membangun pabrik mobil listrik, perusahaan otomotif asal negeri ginseng itu juga membentuk konsorsium untuk bekerja sama dengan PT Industri Baterai Indonesia membangun pabrik sel baterai kendaraan listrik di Karawang, Jawa Barat dengan total nilai investasi sebesar 1,1 miliar dolar AS.
Presiden Joko Widodo meletakkan batu pertama pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik, Rabu (15/9).
Infrastruktur charging
Pabrik mobil listrik sudah dibangun, begitu juga pembangunan pabrik penggerak kendaraan listrik yakni baterainya juga sudah dibangun.
Infrastruktur isi ulang daya mobil listrik atau Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) juga sudah dibangun di sejumah titik, termasuk paling banyak di DKI Jakarta.
Kementerian ESDM mencatat hingga Mei 2021 jumlah infrastruktur isi ulang kendaraan listrik di Tanah Air baru mencapai 148 unit di 120 lokasi, di antaranya di Sumatera sebanyak tiga unit di tiga lokasi, Banten di 12 lokasi sebanyak 15 unit.
Kemudian di Jawa Barat di 18 lokasi sebanyak 18 unit, Jawa Tengah dan Yogyakarta sebanyak 13 unit di 13 lokasi, Jawa Timur, Bali dan NTB tercatat 18 lokasi sebanyak 23 unit. Sulawesi di PLN Mattoangin satu unit, Maluku di PLN Ambon Kota satu unit.
SPKLU di DKI Jakarta merupakan yang terbanyak yakni mencapai 50 lokasi sebanyak 70 unit yang tersebar di kantor PLN, kantor pemerintah, kantor BUMN hingga kantor swasta seperti penjualan kendaraan bermotor.
PLN UID Jakarta Raya memiliki tiga unit isi ulang dan empat unit SPKLU di UP3 yakni masing-masing satu unit di Bulungan, Lenteng Agung, Tanjung Priok dan Jatinegara sehingga total ada tujuh unit di bawah perusahaan listrik BUMN itu.
Berdasarkan data PLN Jakarta Raya hingga 27 September 2021, total transaksi di tujuh unit SPKLU di Jakarta mencapai 2.877 kali transaksi dengan toal energi yang sudah didistribusikan mencapai 50.687 kilowatt hour (kwh).
Tahun ini PLN Jakarta Raya berencana menambah 11 unit SPKLU di delapan lokasi untuk mengakomodasi permintaan masyarakat seiring minat masyarakat membeli mobil listrik.
Pemprov DKI juga memperbanyak bus listrik untuk transportasi publik yang hingga Juni 2021 sudah mencapai 30 unit dan ditargetkan 100 unit hingga 2022.
Sementara itu, data Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, menyebutkan jumlah kendaraan listrik di Indonesia hingga awal Agustus 2021 berdasarkan penerbitan Sertifikat Uji Tipe (SUT) mencapai 117 unit dan berdasarkan Sertifikasi Uji Tipe Kendaraan Bermotor (SRUT) mencapai 9.204 unit.
Dari jumlah kendaraan listrik berdasarkan SRUT itu, sebanyak 1.478 di antaranya adalah mobil penumpang roda empat dan 7.526 unit lainnya adalah sepeda motor.
Pemerintah juga mengembangkan sepeda motor listrik melalui konversi dari bahan bakar ke motor listrik berbasis baterai yang diatur Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 65 tahun 2020.
Outlook Energi Indonesia 2019 oleh Dewan Energi Nasional (DEN) mencatat rata-rata per tahun pertumbuhan permintaan listrik untuk sektor transportasi paling tinggi dibandingkan sektor lain yakni mencapai sembilan persen, sejalan pengembangan kendaraan listrik.
DEN mencatat pada skenario rendah karbon, jumlah kendaraan listrik pada 2025 diperkirakan lebih besar yaitu tiga juta unit sepeda motor, 127 ribu unit mobil dan 4.500 unit bus.
Selain tentunya menyerap banyak tenaga kerja, pengembangan mobil listrik juga mendorong ekonomi berkelanjutan di antaranya mendukung kualitas lingkungan lebih bersih karena kendaraan masa depan ini nol emisi karbon.
Harapannya juga didukung masyarakat menggunakan transportasi ramah lingkungan berbasis listrik, yang juga perlu dibarengi upaya pemerintah menyediakan infrastruktur memadai.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021