Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali memotivasi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Pulau Dewata agar sukses menembus pasar ekspor kopi di kawasan Eropa dan Australia.
"Berdasarkan data, penurunan penjualan karena pandemi ini tidak terjadi pada UMKM dengan produk berorientasi ekspor khususnya kopi," kata Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Rizki Ernadi Wimanda di Denpasar, Rabu.
Terlebih, ujar Rizki, Indonesia menduduki peringkat ketiga pengekspor kopi terbesar setelah Brasil dan Vietnam, serta produsen kopi terbesar keempat di dunia.
Baca juga: Bank Indonesia: 322.834 merchant di Bali gunakan QRIS
Selain itu, Balai Karantina Pertanian Denpasar mencatat ekspor biji kopi Bali pada 2020 mengalami peningkatan signifikan hingga 47 persen (yoy).
Oleh karena itu, Rizki berharap melalui kegiatan talkshow serangkaian kegiatan "Bali Jagadhita Culture Week 2021" dapat memberikan pengetahuan kepada UMKM lokal.
"Terutama terkait dengan tren pasar dan standar yang diperlukan untuk mulai bisa mengekspor produk kopi, khususnya ke pasar Eropa dan Australia," ucapnya.
Selain itu, Rizki mengemukakan berdasarkan hasil survei Bank Indonesia terhadap 63 UKM yang ada di kawasan Bali dan Nusa Tenggara, sebanyak 56 persen UKM mengalami penurunan penjualan di semester I 2021.
Pemberlakuan PPKM Darurat di bulan Juli memperparah penurunan penjualan menjadi 73 persen. Sekitar 39 persen mengalami penurunan antara 20-50 persen.
Hasil survei juga menyatakan penggunaan e-commerce dalam penjualan produk ke luar negeri juga masih minim. Hanya 11 persen yang memanfaatkan e-commerce lokal dan hanya 2 persen yang memanfaatkan e-commerce global, seperti AliBaba.com untuk komoditas kopi.
Baca juga: BI hadirkan Bali Jagadhita padukan digitalisasi UMKM-pariwisata
Beberapa penggiat ekspor di Eropa dan Australia yang hadir sebagai narasumber pada talkshow yakni Mery Indriasari (Atase Perdagangan Brussel), Ayu Siti Maryam (Kepala Indonesian Trade Promotion Centre Sydney), dan Pranoto Soenarto (Wakil Ketua Umum Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia).
Mery menyampaikan keuntungan yang didapat UMKM jika berhasil masuk ke pasar Uni Eropa adalah sistem "single market atau custom union". Pemasaran sebuah produk tidak hanya ke satu negara saja, tetapi juga ke beberapa negara di Uni Eropa.
Untuk itu, produk yang ingin dipasarkan harus berdaya saing tinggi, terstandardisasi dan mengikuti tren. Produk yang digemari konsumen Eropa saat ini adalah produk yang ramah lingkungan dan sehat.
Sementara itu, Ayu Siti Maryam mengemukakan secara umum pasar di Eropa dan Australia lebih menyukai impor biji kopi karena mereka sendiri yang akan memanggang biji kopi sesuai selera "master roaster".
"Hal ini sekaligus untuk melindungi tenaga kerja lokal. Oleh karena itu, bea masuk kopi roasted lebih tinggi dibanding biji kopi," ucapnya.
Ayu menambahkan peluang ekspor kopi ke Australia sangat terbuka lebar karena bea masuk yang dikenakan sebesar 0 persen dan sebagian besar masyarakat Australia lebih gemar minum kopi yang dijual di kedai kopi kecil.
Kopi Indonesia sangat diminati oleh penduduk Eropa dan Australia karena kualitasnya lebih tinggi, meskipun harganya lebih mahal dibanding kopi Brasil dan Columbia. Untuk itu, petani kopi Indonesia harus percaya diri untuk dapat mengekspor ke negara-negara tersebut.
Senada dengan kedua pemateri sebelumnya, Pranoto Soenarto berharap talkshow ini dapat meningkatkan pengetahuan dan minat para pelaku UMKM, khususnya produk kopi untuk melakukan ekspor, serta mengajak pemangku kepentingan terkait untuk membantu para pelaku UMKM lokal dalam memasarkan produknya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021
"Berdasarkan data, penurunan penjualan karena pandemi ini tidak terjadi pada UMKM dengan produk berorientasi ekspor khususnya kopi," kata Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Rizki Ernadi Wimanda di Denpasar, Rabu.
Terlebih, ujar Rizki, Indonesia menduduki peringkat ketiga pengekspor kopi terbesar setelah Brasil dan Vietnam, serta produsen kopi terbesar keempat di dunia.
Baca juga: Bank Indonesia: 322.834 merchant di Bali gunakan QRIS
Selain itu, Balai Karantina Pertanian Denpasar mencatat ekspor biji kopi Bali pada 2020 mengalami peningkatan signifikan hingga 47 persen (yoy).
Oleh karena itu, Rizki berharap melalui kegiatan talkshow serangkaian kegiatan "Bali Jagadhita Culture Week 2021" dapat memberikan pengetahuan kepada UMKM lokal.
"Terutama terkait dengan tren pasar dan standar yang diperlukan untuk mulai bisa mengekspor produk kopi, khususnya ke pasar Eropa dan Australia," ucapnya.
Selain itu, Rizki mengemukakan berdasarkan hasil survei Bank Indonesia terhadap 63 UKM yang ada di kawasan Bali dan Nusa Tenggara, sebanyak 56 persen UKM mengalami penurunan penjualan di semester I 2021.
Pemberlakuan PPKM Darurat di bulan Juli memperparah penurunan penjualan menjadi 73 persen. Sekitar 39 persen mengalami penurunan antara 20-50 persen.
Hasil survei juga menyatakan penggunaan e-commerce dalam penjualan produk ke luar negeri juga masih minim. Hanya 11 persen yang memanfaatkan e-commerce lokal dan hanya 2 persen yang memanfaatkan e-commerce global, seperti AliBaba.com untuk komoditas kopi.
Baca juga: BI hadirkan Bali Jagadhita padukan digitalisasi UMKM-pariwisata
Beberapa penggiat ekspor di Eropa dan Australia yang hadir sebagai narasumber pada talkshow yakni Mery Indriasari (Atase Perdagangan Brussel), Ayu Siti Maryam (Kepala Indonesian Trade Promotion Centre Sydney), dan Pranoto Soenarto (Wakil Ketua Umum Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia).
Mery menyampaikan keuntungan yang didapat UMKM jika berhasil masuk ke pasar Uni Eropa adalah sistem "single market atau custom union". Pemasaran sebuah produk tidak hanya ke satu negara saja, tetapi juga ke beberapa negara di Uni Eropa.
Untuk itu, produk yang ingin dipasarkan harus berdaya saing tinggi, terstandardisasi dan mengikuti tren. Produk yang digemari konsumen Eropa saat ini adalah produk yang ramah lingkungan dan sehat.
Sementara itu, Ayu Siti Maryam mengemukakan secara umum pasar di Eropa dan Australia lebih menyukai impor biji kopi karena mereka sendiri yang akan memanggang biji kopi sesuai selera "master roaster".
"Hal ini sekaligus untuk melindungi tenaga kerja lokal. Oleh karena itu, bea masuk kopi roasted lebih tinggi dibanding biji kopi," ucapnya.
Ayu menambahkan peluang ekspor kopi ke Australia sangat terbuka lebar karena bea masuk yang dikenakan sebesar 0 persen dan sebagian besar masyarakat Australia lebih gemar minum kopi yang dijual di kedai kopi kecil.
Kopi Indonesia sangat diminati oleh penduduk Eropa dan Australia karena kualitasnya lebih tinggi, meskipun harganya lebih mahal dibanding kopi Brasil dan Columbia. Untuk itu, petani kopi Indonesia harus percaya diri untuk dapat mengekspor ke negara-negara tersebut.
Senada dengan kedua pemateri sebelumnya, Pranoto Soenarto berharap talkshow ini dapat meningkatkan pengetahuan dan minat para pelaku UMKM, khususnya produk kopi untuk melakukan ekspor, serta mengajak pemangku kepentingan terkait untuk membantu para pelaku UMKM lokal dalam memasarkan produknya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021