Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bali mengungkap kasus pemalsuan akta autentik dengan kerugian mencapai ratusan juta yang dilakukan oleh I Ketut Tamtam pada 2016.
 
"Modus operandi tersangka dengan menjual tanah milik orang lain yang sudah disertifikatkan menjadi atas nama tersangka lalu dijual kepada korban dan bilang kalau tanah itu adalah miliknya dan bukan tanah bermasalah," kata Dirkrimum Polda Bali Kombes Pol Ary Satriyan saat konferensi pers di Mapolda Bali, Selasa.
 
Ia mengatakan bahwa tersangka merupakan mantan Kepala Desa pada periode 2006 sampai 2013. Sementara, peristiwa tersebut terjadi sekitar 2016, dengan kerugian yang ditimbulkan dari peristiwa tersebut sebesar Rp832.950.000.
 
Dalam perkara ini, tersangka disangkakan dengan Pasal 266 ayat 1 KUHP, atau Pasal 378 KUHP, atau Pasal 372 KUHP tentang Tindak Pidana Menyuruh Memasukkan Keterangan Palsu Kedalam Suatu Akta Autentik, atau Penipuan atau Penggelapan.

Baca juga: BPN serahkan 400 sertifikat tanah kepada Pemkot Denpasar
 
Ia menjelaskan bahwa kasus berawal pada tahun 2016 saat tersangka mendatangi rumah korban Ni Made Murniati di Desa Sakti, Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, dengan menunjukkan empat sertifikat dengan luas total 55,520 meter persegi.
 
"Tersangka mengaku ke korban kalau lokasi dan pemandangannya bagus dan tanah itu bukan tanah sengketa. Selain itu, tersangka juga menjamin kalau tanah itu tidak akan ada masalah di kemudian hari. Korban dan suaminya tertarik untuk membelinya," jelasnya.
 
Pada Mei 2016, tersangka bersama korban mendatangi notaris untuk dibuatkan akta perjanjian perikatan jual beli terkait bidang tanah yang akan ditransaksikan.
 
Kombes Pol Ary Satriyan menjelaskan saat berada di notaris, tersangka juga mengaku kalau tanah itu benar miliknya dan tidak dalam sengketa keluarga.
 
Selanjutnya, tersangka meminta agar notaris juga menyertakan pernyataannya dalam akta PPJB, agar korban percaya tanah tersebut tidak bermasalah.

Baca juga: KPK bantu supervisi PLN terkait aset negara
 
Setelah notaris menyelesaikan akta PPJB lalu membacakan akta yang sudah disepakati oleh para pihak, bahwa akta tersebut merupakan bukti pembayaran yang sah sesuai kesepakatan para pihak sejumlah Rp832.950.000 dan tersangka sudah menerima uang tersebut.
 
"Pada tahun 2018 ada gugatan di PN Semarapura yang menggugat tersangka dan korbab terkait permohonan penerbitan sertifikat dan jual beli yang dilakukan oleh tersangka," jelasnya.
 
Dalam gugatan tersebut telah diputus oleh PN Semarapura yang menyatakan proses penerbitan sertifikat yang dilakukan oleh tersangka merupakan perbuatan melawan hukum. Selain itu, untuk proses jual beli antara tersangka dengan korban adalah cacat hukum.
 
"Dari gugatan itu tersangka mengajukam banding dan sudah diputus, yang mana putusannya menguatkan putusan PN Semarapura dan selanjutnya mengajukan kasasi, dengan putusan menolak permohonan pemohon (tersangka)," ucap Kombes Pol Ary.
 
Saat ini sertifikat atas nama korban dalam proses pembatalan, sesuai permohonan dari penggugat di BPN Kabupaten Klungkung. Dari peristiwa itu korban merasa dirugikan dan melanjutkan ke proses hukum.

Pewarta: Ayu Khania Pranishita

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021