Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengecek efektivitas alat peringatan dini longsor berbasis masyarakat yang dipasang di wilayah Kabupaten Bangli, Provinsi Bali.
Alat ini telah terpasang sejak lima tahun lalu, tepatnya di Desa Batu Dinding, Kecamatan Kintamani, yang memiliki potensi tanah longsor dengan kategori sedang hingga tinggi.
“Salah satu tujuan field trip yang direncanakan adalah kunjungan pada wilayah yang terpasang alat peringatan dini longsor di wilayah Kintamani dan kunjungan Museum Batur," ujar Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Sistem Penanggulangan Bencana BNPB Mohammad Robi Amri dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Kamis.
Pada saat pengecekan, tim BNPB menemukan beberapa faktor peralatan tidak berfungsi secara optimal. Hal tersebut akan dievaluasi secara bersama, yaitu BNPB dan Universitas Gadjah Mada, yang mengembangkan perangkat bagian dari sistem peringatan dini tanah longsor atau landslide early warning system (LEWS). Faktor penyebab teridentifikasi pada kondisi teknis alat dan faktor alam.
Baca juga: BNPB dukung percepatan pemulihan ekonomi di Bali
Tim BNPB mendapati adanya kendala baterai yang sudah habis sehingga alat sensor tidak berfungsi. Di samping itu, kendala hama semut menyebabkan malfungsi sensor tersebut.
Sedangkan kondisi alam, seperti kondisi tanah yang tergerus aliran sungai, merusak ekstensometer yang terpasang di dekat bantaran sungai.
Pengecekan alat peringatan dini tanah longsor dilakukan sebagai bahan evaluasi dan masukan dalam penyusunan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI).
Pengecekan tersebut sehubungan persiapan pada tahun 2022 mendatang Provinsi Bali akan menjadi tuan rumah Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022. Dia mengatakan kegiatan internasional ini akan hadir perwakilan dari 162 negara anggota.
BNPB juga berkesempatan untuk melakukan pertemuan dengan Bupati Bangli Sang Nyoman Sedana Arta setelah pengecekan alat di lapangan.
Baca juga: Bali terima 50.000 masker dari BNPB
Bupati Bangli mengharapkan penyusunan RSNI Alat Peringatan Dini Longsor Berbasis Masyarakat dapat menghasilkan SNI yang efektif untuk menyelamatkan jiwa masyarakat yang terpapar potensi bahaya tanah longsor di wilayahnya.
“Kegiatan ini diharapkan dapat menghasilkan produk SNI yang dapat memberikan informasi secepat mungkin kepada masyarakat yang berpotensi terdampak longsor, dimana di Kabupaten Bangli sendiri sudah terjadi dua kali longsor di tahun 2021 ini,” ujar Sang Nyoman Sedana Arta.
Ia juga berharap momen tersebut bisa menjadi kesempatan untuk mempromosikan Kabupaten Bangli kepada komunitas internasional, khususnya dalam konteks pengurangan risiko bencana tanah longsor.
Kecamatan Bangli termasuk wilayah dengan potensi bahaya tanah longsor kategori sedang hingga tinggi. Berdasarkan analisis inaRISK, sebanyak 4 kecamatan beradap pada potensi tersebut.
Pada 9 Februari 2017 lalu, tanah longsor yang terjadi di kabupaten ini mengakibatkan 13 warga meninggal dunia dan delapan lainnya luka-luka, serta lima unit rumah rusak.*
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021
Alat ini telah terpasang sejak lima tahun lalu, tepatnya di Desa Batu Dinding, Kecamatan Kintamani, yang memiliki potensi tanah longsor dengan kategori sedang hingga tinggi.
“Salah satu tujuan field trip yang direncanakan adalah kunjungan pada wilayah yang terpasang alat peringatan dini longsor di wilayah Kintamani dan kunjungan Museum Batur," ujar Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Sistem Penanggulangan Bencana BNPB Mohammad Robi Amri dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Kamis.
Pada saat pengecekan, tim BNPB menemukan beberapa faktor peralatan tidak berfungsi secara optimal. Hal tersebut akan dievaluasi secara bersama, yaitu BNPB dan Universitas Gadjah Mada, yang mengembangkan perangkat bagian dari sistem peringatan dini tanah longsor atau landslide early warning system (LEWS). Faktor penyebab teridentifikasi pada kondisi teknis alat dan faktor alam.
Baca juga: BNPB dukung percepatan pemulihan ekonomi di Bali
Tim BNPB mendapati adanya kendala baterai yang sudah habis sehingga alat sensor tidak berfungsi. Di samping itu, kendala hama semut menyebabkan malfungsi sensor tersebut.
Sedangkan kondisi alam, seperti kondisi tanah yang tergerus aliran sungai, merusak ekstensometer yang terpasang di dekat bantaran sungai.
Pengecekan alat peringatan dini tanah longsor dilakukan sebagai bahan evaluasi dan masukan dalam penyusunan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI).
Pengecekan tersebut sehubungan persiapan pada tahun 2022 mendatang Provinsi Bali akan menjadi tuan rumah Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022. Dia mengatakan kegiatan internasional ini akan hadir perwakilan dari 162 negara anggota.
BNPB juga berkesempatan untuk melakukan pertemuan dengan Bupati Bangli Sang Nyoman Sedana Arta setelah pengecekan alat di lapangan.
Baca juga: Bali terima 50.000 masker dari BNPB
Bupati Bangli mengharapkan penyusunan RSNI Alat Peringatan Dini Longsor Berbasis Masyarakat dapat menghasilkan SNI yang efektif untuk menyelamatkan jiwa masyarakat yang terpapar potensi bahaya tanah longsor di wilayahnya.
“Kegiatan ini diharapkan dapat menghasilkan produk SNI yang dapat memberikan informasi secepat mungkin kepada masyarakat yang berpotensi terdampak longsor, dimana di Kabupaten Bangli sendiri sudah terjadi dua kali longsor di tahun 2021 ini,” ujar Sang Nyoman Sedana Arta.
Ia juga berharap momen tersebut bisa menjadi kesempatan untuk mempromosikan Kabupaten Bangli kepada komunitas internasional, khususnya dalam konteks pengurangan risiko bencana tanah longsor.
Kecamatan Bangli termasuk wilayah dengan potensi bahaya tanah longsor kategori sedang hingga tinggi. Berdasarkan analisis inaRISK, sebanyak 4 kecamatan beradap pada potensi tersebut.
Pada 9 Februari 2017 lalu, tanah longsor yang terjadi di kabupaten ini mengakibatkan 13 warga meninggal dunia dan delapan lainnya luka-luka, serta lima unit rumah rusak.*
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021