Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) membantah pemberitaan bahwa pihaknya terlibat dalam dugaan penyelewengan anggaran sebesar Rp10 miliar dan menegaskan tuduhan itu tidak mendasar.
Direktur Keuangan BPOLBF, I Nyoman Wija Sugiantara saat dikonfirmasi dari Kupang, Minggu (18/4) menyatakan berita tersebut tidaklah benar.
Nyoman menjelaskan bahwa anggaran tersebut merupakan total anggaran kerja BPOLBF di tahun 2019 yang awalnya Rp10 miliar dan berkurang menjadi Rp7 miliar.
"Mengapa terjadi pengurangan anggaran? Hal itu disebabkan anggaran gaji pegawai yang tidak terserap dikarenakan perpres terkait gaji pegawai yang belum disahkan Presiden," katanya.
Baca juga: Januari 2021, AirAsia operasikan kembali rute Bali-Labuan Bajo
Baca juga: BTN Komodo bantah ada pembangunan "Jurassic Park" di Pulau Rinca
Sehingga lanjut Nyoman, karena tidak terserap oleh BPOLBF, maka pengurangan anggaran Rp3 miliar tersebut oleh Biro Keuangan Kemenpar saat itu kemudian diusulkan untuk direlokasi ke satuan kerja lain yang membutuhkan belanja pegawai.
Anggaran tersebut merupakan anggaran belanja pegawai yaitu adalah gaji direktur utama, jajaran direksi dan jajaran kepala divisi BPOLBF.
Direktur Utama dan jajaran direksi, lanjut dia sejak dilantik dan mulai bekerja pada Januari 2019 baru menerima gajinya pada akhir Desember 2020. Begitupun jajaran Kepala Divisi BPOLBF sejak dilantik pada Mei 2019 juga baru menerima gajinya pada akhir Desember 2020.
"Sehingga sejak awal kami dilantik dan mulai bekerja tahun 2019, kami baru menerima gaji kami pada akhir Desember 2020 setelah Perpres gaji kami ditandatangani Presiden pada Desember 2020," ujar dia.
Selain muncul tuduhan dugaan tilep dana sekitar Rp10 miliar rupiah itu, disebutkan juga lembaga yang dipimpin Shana Fatina tersebut diduga membuat laporan tenaga kerja fiktif.
"Saya pastikan tuduhan itu tanpa dilandasi fakta dan tidak benar. Jumlah pegawai kami ada 58 orang dan bisa di cek semua keberadaannya, Jadi dugaan itu tidak beralasan. Semua bisa kami pertanggungjawabkan. Dana itu kami gunakan untuk kegiatan yang sudah kami lakukan. Semuanya berada dalam ranah dewan pengawas. Lalu bagaimana mungkin kami mau menyelewengkan penggunaan anggaran," tambah Nyoman.
Selain itu, BPOLBF saat ini sedang fokus menyiapkan Zona Integritas sebagai upaya mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di lingkungan BOPLBF selaku Instansi Pemerintah.
"Awal Maret lalu kami sudah menandatangani Dokumen Pakta Integritas. Itu bentuk komitmen kami semua di BOPLBF untuk tidak melakukan hal-hal yang berpotensi merugikan negara," kata Nyoman.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021
Direktur Keuangan BPOLBF, I Nyoman Wija Sugiantara saat dikonfirmasi dari Kupang, Minggu (18/4) menyatakan berita tersebut tidaklah benar.
Nyoman menjelaskan bahwa anggaran tersebut merupakan total anggaran kerja BPOLBF di tahun 2019 yang awalnya Rp10 miliar dan berkurang menjadi Rp7 miliar.
"Mengapa terjadi pengurangan anggaran? Hal itu disebabkan anggaran gaji pegawai yang tidak terserap dikarenakan perpres terkait gaji pegawai yang belum disahkan Presiden," katanya.
Baca juga: Januari 2021, AirAsia operasikan kembali rute Bali-Labuan Bajo
Baca juga: BTN Komodo bantah ada pembangunan "Jurassic Park" di Pulau Rinca
Sehingga lanjut Nyoman, karena tidak terserap oleh BPOLBF, maka pengurangan anggaran Rp3 miliar tersebut oleh Biro Keuangan Kemenpar saat itu kemudian diusulkan untuk direlokasi ke satuan kerja lain yang membutuhkan belanja pegawai.
Anggaran tersebut merupakan anggaran belanja pegawai yaitu adalah gaji direktur utama, jajaran direksi dan jajaran kepala divisi BPOLBF.
Direktur Utama dan jajaran direksi, lanjut dia sejak dilantik dan mulai bekerja pada Januari 2019 baru menerima gajinya pada akhir Desember 2020. Begitupun jajaran Kepala Divisi BPOLBF sejak dilantik pada Mei 2019 juga baru menerima gajinya pada akhir Desember 2020.
"Sehingga sejak awal kami dilantik dan mulai bekerja tahun 2019, kami baru menerima gaji kami pada akhir Desember 2020 setelah Perpres gaji kami ditandatangani Presiden pada Desember 2020," ujar dia.
Selain muncul tuduhan dugaan tilep dana sekitar Rp10 miliar rupiah itu, disebutkan juga lembaga yang dipimpin Shana Fatina tersebut diduga membuat laporan tenaga kerja fiktif.
"Saya pastikan tuduhan itu tanpa dilandasi fakta dan tidak benar. Jumlah pegawai kami ada 58 orang dan bisa di cek semua keberadaannya, Jadi dugaan itu tidak beralasan. Semua bisa kami pertanggungjawabkan. Dana itu kami gunakan untuk kegiatan yang sudah kami lakukan. Semuanya berada dalam ranah dewan pengawas. Lalu bagaimana mungkin kami mau menyelewengkan penggunaan anggaran," tambah Nyoman.
Selain itu, BPOLBF saat ini sedang fokus menyiapkan Zona Integritas sebagai upaya mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di lingkungan BOPLBF selaku Instansi Pemerintah.
"Awal Maret lalu kami sudah menandatangani Dokumen Pakta Integritas. Itu bentuk komitmen kami semua di BOPLBF untuk tidak melakukan hal-hal yang berpotensi merugikan negara," kata Nyoman.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021