Denpasar (Antara Bali) - Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Bali mengharapkan penerapan pendekatan prinsip keadilan restoratif (restorative justice) dapat lebih diperluas dalam menangani permasalahan hukum yang dilakukan oleh anak-anak.
"Dengan melakukan upaya keadilan restoratif, tidak semua anak yang tersangkut kasus pidana berakhir di lembaga pemasyarakatan," kata Ketua LPA Bali Ni Nyoman Masni, di sela-sela workshop bertajuk implementasi penerapan "Restorative Justice" dalam penanganan anak berhadapan dengan hukum, di Denpasar, Kamis.
Penyelesaian dengan mekanisme ini, ucap dia, yang mengutamakan pertemuan musyawarah antara pelaku dan korban serta dimediasi oleh tokoh agama dan masyarakat diharapkan tidak sampai berdampak buruk bagi perkembangan psikologis anak.
"Jika seorang anak tersangkut kasus hukum dan akhirnya dipenjara, yang namanya pelabelan bekas dipenjara pastinya ia akan tergantung terus dari nama itu. Itu yang kami tidak mau," ucapnya.
Ia menambahkan, untuk kasus-kasus yang ringan dan pelakunya merasa bersalah serta korbannya memaafkan kejadian itu, maka dapat ditempuh upaya keadilan restoratif ini.
"Jadi ada perdamaian antara pelaku dengan korban, mediator yang paling utama adalah tokoh-tokoh masyarakat dan agama, sedangkan penyidik hanya mengundang, memfasilitasi dan mencatat hasil musyawarah," katanya.(LHS/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
"Dengan melakukan upaya keadilan restoratif, tidak semua anak yang tersangkut kasus pidana berakhir di lembaga pemasyarakatan," kata Ketua LPA Bali Ni Nyoman Masni, di sela-sela workshop bertajuk implementasi penerapan "Restorative Justice" dalam penanganan anak berhadapan dengan hukum, di Denpasar, Kamis.
Penyelesaian dengan mekanisme ini, ucap dia, yang mengutamakan pertemuan musyawarah antara pelaku dan korban serta dimediasi oleh tokoh agama dan masyarakat diharapkan tidak sampai berdampak buruk bagi perkembangan psikologis anak.
"Jika seorang anak tersangkut kasus hukum dan akhirnya dipenjara, yang namanya pelabelan bekas dipenjara pastinya ia akan tergantung terus dari nama itu. Itu yang kami tidak mau," ucapnya.
Ia menambahkan, untuk kasus-kasus yang ringan dan pelakunya merasa bersalah serta korbannya memaafkan kejadian itu, maka dapat ditempuh upaya keadilan restoratif ini.
"Jadi ada perdamaian antara pelaku dengan korban, mediator yang paling utama adalah tokoh-tokoh masyarakat dan agama, sedangkan penyidik hanya mengundang, memfasilitasi dan mencatat hasil musyawarah," katanya.(LHS/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012