Singaraja (Antara Bali) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah Bali kesulitan meningkatan pendapatan dari tiket masuk objek wisata Danau Buyan dan Danau Tamblingan, Kabupaten Buleleng.
"Kemampuan kami hanya bisa menyetorkan kurang dari target yang ditetapkan Kementerian Kehutanan," kata Kepala Seksi Konservasi BKSDA Wilayah Bali, Sumarsono, di Singaraja, Kabupaten Buleleng, Sabtu.
Ia menyebutkan dalam satu tahun, Kemenhut menargetkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) dari objek wisata Danau Buyan dan Danau Tamblingan senilai Rp100 juta.
"Namun kami tidak pernah bisa memenuhi target itu," katanya tanpa menyebutkan nilai nominal PNPB yang didapat dari tiket masuk kedua danau yang berlokasi di Desa Adat Pancasari, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng.
Untuk wisatawan domestik yang berkunjung ke danau yang berjarak sekitar 21 kilometer selatan Singaraja, Ibu Kota Kabupaten Buleleng, itu BKSDA Bali menetapkan tarif masuk sebesar Rp5.000, sedangkan wisatawan mancanegara sebesar Rp15.000.
Bagi pelajar dan mahasiswa yang berkemah di sekitar kawasan Danau Buyan dan Danau Tamblingan, BKSDA memasang tarif Rp20.000 per orang.
Oleh sebab itu, dia berharap pemerintah segera mengesahkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1998 tentang PNPB Sektor Kehutanan.
Dalam revisi itu disebutkan tarif baru masuk objek wanawisata sebesar Rp5.000 hingga Rp20.000 per orang.
Apalagi Kementerian Kehutanan telah memberikan konsesi lahan seluas 20 hektare di sekitar Danau Buyan kepada PT Nusa Bali Abadi untuk menambah fasilitas dan akomodasi wisata.
Selain cocok untuk berkemah, mendaki, dan kegiatan luar ruang (out door) lainnya, hutan di sekeliling Danau Buyan dan Danau Tamblingan menjadi habitat bagi 142 spesies burung.
Namun daya tarik Danau Buyan dan Danau Tamblingan masih kalah dibandingkan dengan Danau Beratan, Baturiti, Kabupaten Tabanan, yang hanya berjarak sekitar dua kilometer.
"Kalau Danau Beratan, memang objek wisata umum dan sudah mendunia. Masyarakat Bali menjadikan Danau Buyan sebagai tempat suci sehingga tidak bisa sembarangan mengelolanya," kata Sumarsono.(M038)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
"Kemampuan kami hanya bisa menyetorkan kurang dari target yang ditetapkan Kementerian Kehutanan," kata Kepala Seksi Konservasi BKSDA Wilayah Bali, Sumarsono, di Singaraja, Kabupaten Buleleng, Sabtu.
Ia menyebutkan dalam satu tahun, Kemenhut menargetkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) dari objek wisata Danau Buyan dan Danau Tamblingan senilai Rp100 juta.
"Namun kami tidak pernah bisa memenuhi target itu," katanya tanpa menyebutkan nilai nominal PNPB yang didapat dari tiket masuk kedua danau yang berlokasi di Desa Adat Pancasari, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng.
Untuk wisatawan domestik yang berkunjung ke danau yang berjarak sekitar 21 kilometer selatan Singaraja, Ibu Kota Kabupaten Buleleng, itu BKSDA Bali menetapkan tarif masuk sebesar Rp5.000, sedangkan wisatawan mancanegara sebesar Rp15.000.
Bagi pelajar dan mahasiswa yang berkemah di sekitar kawasan Danau Buyan dan Danau Tamblingan, BKSDA memasang tarif Rp20.000 per orang.
Oleh sebab itu, dia berharap pemerintah segera mengesahkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1998 tentang PNPB Sektor Kehutanan.
Dalam revisi itu disebutkan tarif baru masuk objek wanawisata sebesar Rp5.000 hingga Rp20.000 per orang.
Apalagi Kementerian Kehutanan telah memberikan konsesi lahan seluas 20 hektare di sekitar Danau Buyan kepada PT Nusa Bali Abadi untuk menambah fasilitas dan akomodasi wisata.
Selain cocok untuk berkemah, mendaki, dan kegiatan luar ruang (out door) lainnya, hutan di sekeliling Danau Buyan dan Danau Tamblingan menjadi habitat bagi 142 spesies burung.
Namun daya tarik Danau Buyan dan Danau Tamblingan masih kalah dibandingkan dengan Danau Beratan, Baturiti, Kabupaten Tabanan, yang hanya berjarak sekitar dua kilometer.
"Kalau Danau Beratan, memang objek wisata umum dan sudah mendunia. Masyarakat Bali menjadikan Danau Buyan sebagai tempat suci sehingga tidak bisa sembarangan mengelolanya," kata Sumarsono.(M038)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012