Denpasar (Antara Bali) - Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali dr I Gusti Ngurah Sudiana mengemukakan bahwa daerahnya banyak memiliki kearifan lokal yang diyakini masyarakat setempat mampu menangkal bencana alam maupun musibah dalam kehidupan sehari-hari.

"Masyarakat kita yang sebagian besar beragama Hindu itu melaksanakan kegiatan ritual yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan beragama, adat-istiadat dan budaya yang menyatu," katanya di Denpasar, Kamis.

Ia mengakui bahwa sudah menjadi opini masyarakat umum bahwa antara aktivitas adat dan agama di Pulau Dewata sulit dibedakan, karena keduanya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari umat Hindu di daerah ini.

"Kearifan lokal yang dipercaya dan diyakini untuk menghindari bencana alam, baik di darat, laut dan udara itu di antaranya dengan menggelar kegiatan ritual yang disebut 'pemayuh jagat'," ujar Sudiana yang juga Dekan Fakultas Dharma Duta Institut Hindu Dharma Indonesia (IHDN) Denpasar.

Kegiatan ritual berskala besar tersebut umumnya dilaksanakan jika dipandang perlu setelah melihat kondisi yang terjadi di Bali, secara nasional dan dunia, seperti yang pernah dilakukan di kompleks Pura Besakih pada 9 Januari 2005.

Sudiana menambahkan, dalam lingkungan desa adat (pakraman) sekali dalam kurun waktu 30 tahun wajib melaksanakan kegiatan ritual yang disebut "karya ngenteg linggih", termasuk di antaranya "mulang pakelem" yakni mengorbankan binatang suci untuk menetralisir alam lingkungan.(*/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012