Jika disodorkan pertanyaan, hal apa yang sangat dinantikan oleh masyarakat Indonesia, bahkan dunia di saat pandemi ini? Bisa jadi jawabannya adalah vaksin COVID-19.
Pertanyaan tersebut, tampaknya segera akan terjawab karena vaksin COVID-19 buatan Negeri Tirai Bambu berhasil mendarat Indonesia.
Sejak Minggu, 19 Juli 2020, vaksin COVID-19 dari Sinovac, China, sudah tiba di Bio Farma dan vaksin tersebut nantinya akan digunakan untuk kebutuhan fase uji klinis tahap tiga pada Agustus 2020.
Kedatangan vaksin COVID-19 dari China tersebut, tidak terlepas dari dukungan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan peran Kementerian Luar Negeri RI yang membantu dalam proses kedatangan vaksin COVID-19 dari China hingga ke Indonesia, sebagai Diplomatic Goods.
Namun, seusai vaksin tersebut tiba di Indonesia, sejumlah pertanyaan pun muncul seperti apakah vaksin tersebut aman untuk digunakan, kemudian mengapa harus menggunakan vaksin dari China.
Menyikapi hal tersebut, Manajer Lapangan Uji Klinis Vaksin COVID-19 dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Dr Eddy Fadlyana SpA(K) MKes menuturkan vaksin COVID-19 dari China yang akan diujicobakan kepada 1.620 relawan ini diyakini aman.
Hal tersebut, kata Dr Eddy, didasarkan pada hasil uji klinis tahap pertama dan kedua terhadap vaksin tersebut di China yakni tidak ditemukan efek samping yang serius terhadap warga yang disuntikkan vaksin ini.
Selain itu dari uji klinis tahap satu dan dua, Vaksin Sinovic ini juga memiliki tingkat keamanan yang tinggi dan saat diujicobakan tidak menimbulkan demam terhadap orang yang disuntikkan vaksin ini.
Vaksin ini dibuat dari virus COVID-19 yang dimatikan namun memiliki daya untuk anti-bodi sehingga jika disuntikkan kepada orang yang sakit tidak akan berbahaya.
Disuntikkan dua kali
Manajer Lapangan Uji Klinis Vaksin COVID-19 dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Dr Eddy Fadlyana SpA(K) MKes mengatakan dikarenakan vaksin ini terbuat dari virus COVID-19 yang dimatikan maka penyuntikan vaksin ini kepada relawan akan dilakukan sebanyak dua kali.
Ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi relawan vaksin ini seperti harus berusia 18-59 tahun dan khusus tercatat sebagai warga Bandung Raya.
Dr Eddy mengatakan uji klinis tahap ketiga Vaksin Sinovac dari China akan dilakukan di enam tempat di Kota Bandung, yakni empat puskesmas, Balai Kesehatan Unpad dan Rumah Sakit Pendidikan (RSP) Unpad.
"Dengan jumlah subjek tersebut maka penelitian ini akan dilakukan di Kota Bandung, Jawa Barat dengan menggunakan enam side penelitian yang terdiri dari empat puskesmas di Kota Bandung, Balai Kesehatan Unpad dan Rumah Sakit Pendidikan (RSP) Unpad," kata Dr Eddy.
Keempat puskesmas di Kota Bandung yang akan dijadikan uji coba tahap tiga Vaksin Sinovac ialah Puskesmas Garuda, Puskesmas Ciumbeuleuit, Puskesmas Dago dan Puskesmas Puter.
"Di enam site tempat penelitian itu kami juga sudah melakukan pelatihan-pelatihan. Pelatihan-pelatihan dari tempat-tempat tersebut membuat tim yang terdiri dari dokter umum antara 30 hingga 40 dokter," kata dia.
Sementara itu, Ketua Tim Peneliti Uji Klinis Vaksin COVID-19 dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof Dr Kusnandi Rusmil Sp AK MM menuturkan sejumlah alasan Indonesia mengambil vaksin COVID-19 dari China yang akan diuji klinis di Kota Bandung, yakni untuk mempercepat produksi vaksin COVID-19 di Indonesia.
Penyakit ini pertama kali merebak di China dan saat merebak, China telah memulai penelitian tentang vaksin lebih dulu dari negara lainnya.
Hingga kini, baru China yang sudah melakukan penelitian atau uji klinis tentang vaksin tersebut mulai dari fase satu sampai fase dua.
Menurut Prof Kusnandi, negara lain baru memulai uji klinis vaksin COVID-19 di tahapan satu.
Agar menjadi vaksin, kata dia, harus ada penelitian yang panjang, mulai dari pre-clinical trial dan clinical trial.
Pre-clinical trial berarti melakukan mencari antigennya dan Indonesia sendiri sebenarnya sudah mulai mencari antigennya juga.
Adapun vaksin yang akan digunakan dalam pengujian, secara fisik dan kimia sudah stabil dan jika sudah stabil, vaksin ini diujicobakan kepada binatang.
Apabila berhasil dicoba pada binatang dan ternyata vaksin ini aman pada binatang dan membentuk zat anti, baru boleh dilakukan pada manusia pada tahap satu.
Uji klinis tahap satu vaksin ini dilakukan kepada 50 hingga 100 orang dengan tujuan untuk melihat bahwa vaksin ini aman atau tidak.
Setelah tahap uji klinis pertama berhasil, hasil ilmiahnya harus dipublikasikan secara internasional, masuk ke majalah ilmiah masuk ke WHO untuk bisa diakses semua orang di dunia.
Memasuki tahap uji klinis kedua, jumlah subjek uji yang digunakannya sampai 400 orang.
Hal ini juga untuk melihat keamanannya dan juga untuk melihat efektivitas dan sudah dilakukan di China.
"Negara lain atau di luar memang ada yang banyak lakukan penelitian, tapi belum bisa dipakai, belum sampai fase (uji klinis) ketiga, baru mau masuk fase satu dan dua yang bisa fase tiga baru China," katanya.
Usai tahap uji klinis kedua ini berjalan baik, katanya, maka berlanjut ke uji klinis tahap tiga supaya vaksin ini boleh dijual jika lolos uji klinis tahap tiga.
Selain itu, di tahapan uji klinis ketiga ini, juga dilihat keamanannya, efektivitasnya dan harus multisenter.
Uji klinis tahap tiga vaksin ini secara multisenter dilakukan di Amerika Latin, India, Bangladesh, Indonesia, Brazil, dan Chili.
"Jadi di beberapa negara ini, hasilnya dijadikan satu. Jika aman, maka vaksin ini boleh dijual. Jadi keamanannya sudah di coba berkali-kali," katanya.
Oleh karena itu, kata Prof Kusnandi jika ada pertanyaan kenapa Indonesia harus menggunakan vaksin dari China karena sejauh ini baru China yang sudah berhasil melakukan uji klinis vaksin COVID hingga dua tahap baru China.
"Negara lain juga banyak yang membuat vaksin ini tapi baru sebatas di uji klinis tahap satu atau fase satu," kata dia.
Prof Kusnandi mengatakan apabila hasilnya uji klinis tahap tiga membuahkan hasil yang positif maka,vaksin buatan Sinovac ini bisa digunakan oleh semua orang pada tahun depan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
Pertanyaan tersebut, tampaknya segera akan terjawab karena vaksin COVID-19 buatan Negeri Tirai Bambu berhasil mendarat Indonesia.
Sejak Minggu, 19 Juli 2020, vaksin COVID-19 dari Sinovac, China, sudah tiba di Bio Farma dan vaksin tersebut nantinya akan digunakan untuk kebutuhan fase uji klinis tahap tiga pada Agustus 2020.
Kedatangan vaksin COVID-19 dari China tersebut, tidak terlepas dari dukungan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan peran Kementerian Luar Negeri RI yang membantu dalam proses kedatangan vaksin COVID-19 dari China hingga ke Indonesia, sebagai Diplomatic Goods.
Namun, seusai vaksin tersebut tiba di Indonesia, sejumlah pertanyaan pun muncul seperti apakah vaksin tersebut aman untuk digunakan, kemudian mengapa harus menggunakan vaksin dari China.
Menyikapi hal tersebut, Manajer Lapangan Uji Klinis Vaksin COVID-19 dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Dr Eddy Fadlyana SpA(K) MKes menuturkan vaksin COVID-19 dari China yang akan diujicobakan kepada 1.620 relawan ini diyakini aman.
Hal tersebut, kata Dr Eddy, didasarkan pada hasil uji klinis tahap pertama dan kedua terhadap vaksin tersebut di China yakni tidak ditemukan efek samping yang serius terhadap warga yang disuntikkan vaksin ini.
Selain itu dari uji klinis tahap satu dan dua, Vaksin Sinovic ini juga memiliki tingkat keamanan yang tinggi dan saat diujicobakan tidak menimbulkan demam terhadap orang yang disuntikkan vaksin ini.
Vaksin ini dibuat dari virus COVID-19 yang dimatikan namun memiliki daya untuk anti-bodi sehingga jika disuntikkan kepada orang yang sakit tidak akan berbahaya.
Disuntikkan dua kali
Manajer Lapangan Uji Klinis Vaksin COVID-19 dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Dr Eddy Fadlyana SpA(K) MKes mengatakan dikarenakan vaksin ini terbuat dari virus COVID-19 yang dimatikan maka penyuntikan vaksin ini kepada relawan akan dilakukan sebanyak dua kali.
Ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi relawan vaksin ini seperti harus berusia 18-59 tahun dan khusus tercatat sebagai warga Bandung Raya.
Dr Eddy mengatakan uji klinis tahap ketiga Vaksin Sinovac dari China akan dilakukan di enam tempat di Kota Bandung, yakni empat puskesmas, Balai Kesehatan Unpad dan Rumah Sakit Pendidikan (RSP) Unpad.
"Dengan jumlah subjek tersebut maka penelitian ini akan dilakukan di Kota Bandung, Jawa Barat dengan menggunakan enam side penelitian yang terdiri dari empat puskesmas di Kota Bandung, Balai Kesehatan Unpad dan Rumah Sakit Pendidikan (RSP) Unpad," kata Dr Eddy.
Keempat puskesmas di Kota Bandung yang akan dijadikan uji coba tahap tiga Vaksin Sinovac ialah Puskesmas Garuda, Puskesmas Ciumbeuleuit, Puskesmas Dago dan Puskesmas Puter.
"Di enam site tempat penelitian itu kami juga sudah melakukan pelatihan-pelatihan. Pelatihan-pelatihan dari tempat-tempat tersebut membuat tim yang terdiri dari dokter umum antara 30 hingga 40 dokter," kata dia.
Sementara itu, Ketua Tim Peneliti Uji Klinis Vaksin COVID-19 dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof Dr Kusnandi Rusmil Sp AK MM menuturkan sejumlah alasan Indonesia mengambil vaksin COVID-19 dari China yang akan diuji klinis di Kota Bandung, yakni untuk mempercepat produksi vaksin COVID-19 di Indonesia.
Penyakit ini pertama kali merebak di China dan saat merebak, China telah memulai penelitian tentang vaksin lebih dulu dari negara lainnya.
Hingga kini, baru China yang sudah melakukan penelitian atau uji klinis tentang vaksin tersebut mulai dari fase satu sampai fase dua.
Menurut Prof Kusnandi, negara lain baru memulai uji klinis vaksin COVID-19 di tahapan satu.
Agar menjadi vaksin, kata dia, harus ada penelitian yang panjang, mulai dari pre-clinical trial dan clinical trial.
Pre-clinical trial berarti melakukan mencari antigennya dan Indonesia sendiri sebenarnya sudah mulai mencari antigennya juga.
Adapun vaksin yang akan digunakan dalam pengujian, secara fisik dan kimia sudah stabil dan jika sudah stabil, vaksin ini diujicobakan kepada binatang.
Apabila berhasil dicoba pada binatang dan ternyata vaksin ini aman pada binatang dan membentuk zat anti, baru boleh dilakukan pada manusia pada tahap satu.
Uji klinis tahap satu vaksin ini dilakukan kepada 50 hingga 100 orang dengan tujuan untuk melihat bahwa vaksin ini aman atau tidak.
Setelah tahap uji klinis pertama berhasil, hasil ilmiahnya harus dipublikasikan secara internasional, masuk ke majalah ilmiah masuk ke WHO untuk bisa diakses semua orang di dunia.
Memasuki tahap uji klinis kedua, jumlah subjek uji yang digunakannya sampai 400 orang.
Hal ini juga untuk melihat keamanannya dan juga untuk melihat efektivitas dan sudah dilakukan di China.
"Negara lain atau di luar memang ada yang banyak lakukan penelitian, tapi belum bisa dipakai, belum sampai fase (uji klinis) ketiga, baru mau masuk fase satu dan dua yang bisa fase tiga baru China," katanya.
Usai tahap uji klinis kedua ini berjalan baik, katanya, maka berlanjut ke uji klinis tahap tiga supaya vaksin ini boleh dijual jika lolos uji klinis tahap tiga.
Selain itu, di tahapan uji klinis ketiga ini, juga dilihat keamanannya, efektivitasnya dan harus multisenter.
Uji klinis tahap tiga vaksin ini secara multisenter dilakukan di Amerika Latin, India, Bangladesh, Indonesia, Brazil, dan Chili.
"Jadi di beberapa negara ini, hasilnya dijadikan satu. Jika aman, maka vaksin ini boleh dijual. Jadi keamanannya sudah di coba berkali-kali," katanya.
Oleh karena itu, kata Prof Kusnandi jika ada pertanyaan kenapa Indonesia harus menggunakan vaksin dari China karena sejauh ini baru China yang sudah berhasil melakukan uji klinis vaksin COVID hingga dua tahap baru China.
"Negara lain juga banyak yang membuat vaksin ini tapi baru sebatas di uji klinis tahap satu atau fase satu," kata dia.
Prof Kusnandi mengatakan apabila hasilnya uji klinis tahap tiga membuahkan hasil yang positif maka,vaksin buatan Sinovac ini bisa digunakan oleh semua orang pada tahun depan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020