Atase Pertanian KBRI Tokyo Sri Nuryanti menyebutkan bahwa Indonesia memiliki peluang besar untuk mengisi ekspor produk pertanian dan produk halal ke Jepang di tengah pandemi COVID-19.
Sri menyebutkan bahwa Jepang diprediksi mengalami penurunan produksi pangan karena tenaga kerja mereka yang berkurang sebagai dampak COVID-19 yang membuat negara tersebut menutup akses masuk tenaga kerja pertanian dari luar.
"Sektor pertanian Jepang setiap tahunnya mempekerjakan tenaga kerja dengan mendatangkan 24.000 orang pemagang. Namun karena pandemi, tidak diterbitkan visa bagi pemagang yang jumlahnya mencapai 17.000 orang. Dengan demikian produksi pangan Jepang diramalkan menurun," kata Sri dalam webinar yang diselenggarakan di Jakarta, Selasa.
Sri menjelaskan bahwa nilai impor pangan di Jepang mencapai 40 miliar dolar AS per tahun, namun baru dimanfaatkan negara eksportir sebesar 68 persen, sehingga masih tersedia sekitar 32 persen yang menjadi peluang.
Ada pun ikan dan olahannya menjadi jenis produk pangan yang paling banyak diimpor oleh Jepang dengan nilai 11,5 miliar dolar AS. Selain ikan yang bisa menjadi komoditas ekspor Indonesia, Jepang juga mengimpor kopi senilai 1,9 miliar dolar AS.
"Indonesia merupakan negara maritim yang memproduksi dan mengeskpor ikan. Ini bisa menjadi peluang besar untuk mengisi ekspor. Ekspor pertanian terbesar dari Indonesia ke Jepang juga saat ini adalah kopi," kata Sri.
Sumber impor pangan terbesar di Jepang saat ini didominasi oleh Amerika Serikat (AS) dengan 213 komoditas, kemudian China 130 komoditas, Belanda 171 komoditas, dan Thailand 99 komoditas.
Bersaing dengan Vietnam, Indonesia saat ini masih menempati 10 besar sumber impor pangan Jepang. Negara ASEAN lainnya, seperti Thailand dan Malaysia, sudah menempati enam besar sumber impor pangan Jepang.
Namun demikian dua negara terbesar sumber impor, yakni China dan AS masih terkendala oleh pandemi COVID-19. Dengan begitu, Indonesia bisa mengisi peluang ekspor pertanian, seperti ikan, kopi, rempah-rempah, dan buah-buahan.
Agar produk ekspor dapat diterima oleh Jepang, eksportir juga harus memerhatikan persyaratan seperti sertifikasi produk pangan segar asal tanaman (PSAT) dan sertifikasi kesehatan produk peternakan yang sesuai dengan ketentuan Kementerian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Pemerintah Jepang.
Selain itu, Pemerintah Jepang juga mempersyaratkan sanitasi produk makanan, label, hingga standarisasi produk pertanian dan kehutanan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
Sri menyebutkan bahwa Jepang diprediksi mengalami penurunan produksi pangan karena tenaga kerja mereka yang berkurang sebagai dampak COVID-19 yang membuat negara tersebut menutup akses masuk tenaga kerja pertanian dari luar.
"Sektor pertanian Jepang setiap tahunnya mempekerjakan tenaga kerja dengan mendatangkan 24.000 orang pemagang. Namun karena pandemi, tidak diterbitkan visa bagi pemagang yang jumlahnya mencapai 17.000 orang. Dengan demikian produksi pangan Jepang diramalkan menurun," kata Sri dalam webinar yang diselenggarakan di Jakarta, Selasa.
Sri menjelaskan bahwa nilai impor pangan di Jepang mencapai 40 miliar dolar AS per tahun, namun baru dimanfaatkan negara eksportir sebesar 68 persen, sehingga masih tersedia sekitar 32 persen yang menjadi peluang.
Ada pun ikan dan olahannya menjadi jenis produk pangan yang paling banyak diimpor oleh Jepang dengan nilai 11,5 miliar dolar AS. Selain ikan yang bisa menjadi komoditas ekspor Indonesia, Jepang juga mengimpor kopi senilai 1,9 miliar dolar AS.
"Indonesia merupakan negara maritim yang memproduksi dan mengeskpor ikan. Ini bisa menjadi peluang besar untuk mengisi ekspor. Ekspor pertanian terbesar dari Indonesia ke Jepang juga saat ini adalah kopi," kata Sri.
Sumber impor pangan terbesar di Jepang saat ini didominasi oleh Amerika Serikat (AS) dengan 213 komoditas, kemudian China 130 komoditas, Belanda 171 komoditas, dan Thailand 99 komoditas.
Bersaing dengan Vietnam, Indonesia saat ini masih menempati 10 besar sumber impor pangan Jepang. Negara ASEAN lainnya, seperti Thailand dan Malaysia, sudah menempati enam besar sumber impor pangan Jepang.
Namun demikian dua negara terbesar sumber impor, yakni China dan AS masih terkendala oleh pandemi COVID-19. Dengan begitu, Indonesia bisa mengisi peluang ekspor pertanian, seperti ikan, kopi, rempah-rempah, dan buah-buahan.
Agar produk ekspor dapat diterima oleh Jepang, eksportir juga harus memerhatikan persyaratan seperti sertifikasi produk pangan segar asal tanaman (PSAT) dan sertifikasi kesehatan produk peternakan yang sesuai dengan ketentuan Kementerian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Pemerintah Jepang.
Selain itu, Pemerintah Jepang juga mempersyaratkan sanitasi produk makanan, label, hingga standarisasi produk pertanian dan kehutanan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020