Denpasar (Antara Bali) - Guru besar Kajian Budaya Universitas Udayana Prof Dr I Nyoman Kutha Ratna memandang, fenomena masyarakat Bali yang membeli sesajen sudah jadi saat perayaan hari keagamaan dampaknya dapat menghambarkan semangat kebersamaan antarwarga.

"Dampak dari kecenderungan masyarakat yang kian praktis, tentu saja tidak baik. Jiwa gotong royong, kebersamaan, dan kekhusyukan dalam pemujaan menjadi makin hambar. Orang akan selalu berpikir bahwa waktu itu adalah uang," kata Kutha Ratna yang juga akademisi Fakultas Sastra Unud itu, di Denpasar, Senin.

Termasuk menjelang pelaksanaan hari Galungan yang dirayakan umat Hindu-Bali pada Rabu (1/2), di sejumlah pasar tradisional di Denpasar yakni di Pasar Badung, Pasar Kereneng, Pasar Ketapean, terlihat warga tidak hanya membeli buah-buahan, mereka juga ada yang membeli sesajen (banten) sudah jadi.

"Kita tidak akan bisa menghindar dari pelaksanaan budaya dan aspek keagamaan yang kian praktis sebagai dampak dari pengaruh globalisasi. Hal ini tidak hanya terjadi di Bali dan Agama Hindu saja. Daerah lain di Nusantara dan agama selain Hindu juga mengalami kecenderungan seperti itu," ujarnya.

Menurut ilmu di kajian budaya, tindakan semacam itu disebut dengan teori komodifikasi. Hanya saja, di Bali volumenya terlihat agak besar sebagai imbas masuknya gempuran pariwisata dan globalisasi yang luar biasa.(LHS/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012