Ribuan warga di kawasan Desa Munggu, Kabupaten Badung, Bali, mengikuti tradisi "Mekotek" yang juga dikenal dengan istilah "Ngerebek", yang dilakukan saat perayaan Hari Raya Kuningan.
"Seluruh masyarakat Desa Adat Munggu, Mengwi, wajib mengikuti tradisi ini. Jumlah KK di sini sekitar 1.200, jadi kurang lebih ini diikuti 4.000 orang dari 12 banjar adat," ujar Bendesa atau Kepala Desa Adat Munggu I Made Rai Sujana di Badung, Sabtu.
Baca juga: Badung siapkan sejumlah program/agenda untuk pariwisata
Baca juga: Pemkab Badung berpotensi kehilangan Rp1,6 triliun akibat penghentian PHR
Ia menjelaskan, Tradisi Mekotek itu rutin dilakukan setiap enam bulan sekali bertepatan dengan Hari Kuningan yang dirayakan umat beragama Hindu.
Rangkaian tradisi dimulai saat para warga berkeliling desa yang diawali dari Pura Puseh hingga kembali lagi ke Pura Puseh desa adat setempat. Saat pelaksaan ritual juga dilakukan persembahyangan bersama di Pura Dalem.
"Saat selesai pelaksanaan Ngerebek ini, warga juga mengikuti persembahyangan lagi," kata Made Rai Sujana.
Ia menjelaskan, Tradisi Mekotek tersebut selalu dilakukan warga dengan tujuan untuk menolak bala dan mengusir roh-roh jahat yang dipercaya dapat mengganggu warga Desa Munggu.
"Tradisi ini juga kami lakukan di setiap perempatan maupun di pertigaan jalan di desa karena kami menyakini bahwa roh-roh jahat yang bisa mengganggu warga desa berada di persimpangan jalan," ucapnya.
Saat berkeliling desa, ribuan pemuda yang mengikuti Tradisi Mekotek tersebut membawa tongkat atau galah panjang yang terbuat dari kayu.
Sembari berkeliling, sesekali para warga yang membawa tongkat juga menyatukan tongkat galah mereka dan membentuk formasi seperti piramida yang kemudian akan dinaiki oleh beberapa orang pemuda lainnya yang dilakukan di setiap persimpangan jalan desa.
Nama "Mekotek" dalam tradisi itu, diambil dari kata "tek-tek" atau merupakan suara yang muncul dari bunyi kayu galah yang disatukan warga yang saling menumpuk satu sama lain sehingga menimbulkan bunyi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Seluruh masyarakat Desa Adat Munggu, Mengwi, wajib mengikuti tradisi ini. Jumlah KK di sini sekitar 1.200, jadi kurang lebih ini diikuti 4.000 orang dari 12 banjar adat," ujar Bendesa atau Kepala Desa Adat Munggu I Made Rai Sujana di Badung, Sabtu.
Baca juga: Badung siapkan sejumlah program/agenda untuk pariwisata
Baca juga: Pemkab Badung berpotensi kehilangan Rp1,6 triliun akibat penghentian PHR
Ia menjelaskan, Tradisi Mekotek itu rutin dilakukan setiap enam bulan sekali bertepatan dengan Hari Kuningan yang dirayakan umat beragama Hindu.
Rangkaian tradisi dimulai saat para warga berkeliling desa yang diawali dari Pura Puseh hingga kembali lagi ke Pura Puseh desa adat setempat. Saat pelaksaan ritual juga dilakukan persembahyangan bersama di Pura Dalem.
"Saat selesai pelaksanaan Ngerebek ini, warga juga mengikuti persembahyangan lagi," kata Made Rai Sujana.
Ia menjelaskan, Tradisi Mekotek tersebut selalu dilakukan warga dengan tujuan untuk menolak bala dan mengusir roh-roh jahat yang dipercaya dapat mengganggu warga Desa Munggu.
"Tradisi ini juga kami lakukan di setiap perempatan maupun di pertigaan jalan di desa karena kami menyakini bahwa roh-roh jahat yang bisa mengganggu warga desa berada di persimpangan jalan," ucapnya.
Saat berkeliling desa, ribuan pemuda yang mengikuti Tradisi Mekotek tersebut membawa tongkat atau galah panjang yang terbuat dari kayu.
Sembari berkeliling, sesekali para warga yang membawa tongkat juga menyatukan tongkat galah mereka dan membentuk formasi seperti piramida yang kemudian akan dinaiki oleh beberapa orang pemuda lainnya yang dilakukan di setiap persimpangan jalan desa.
Nama "Mekotek" dalam tradisi itu, diambil dari kata "tek-tek" atau merupakan suara yang muncul dari bunyi kayu galah yang disatukan warga yang saling menumpuk satu sama lain sehingga menimbulkan bunyi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020