Presiden Joko Widodo mengajak para pengusaha di Australia untuk berinvestasi di Indonesia, terlebih karena pemerintah sedang menyusun omnibus law untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif.
"Saya berjanji untuk terus menciptakan iklim investasi yang lebih baik. Kali ini saya akan mencoba dengan memperkenalkan omnibus law. Ominibus law akan menyederhanakan banyak regulasi dan menciptakan iklim investasi yang kondusif," kata Presiden Joko Widodo dalam sambutan berbahasa Inggris di forum "Indonesia-Australia Business Roundtable" di Canberra, Australia, Senin.
Presiden Jokowi hadir di tempat tersebut bersama Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Rosan P Roeslani, para pengusaha dari Indonesia serta sekitar 20 pengusaha Australia.
"Kami akan menyelesaikan omnibus law pada semester pertama 2020, sangat cepat," tambah Presiden.
Pertemuan itu menindaklanjuti Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia atau "Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement" (IA-CEPA) yang telah diratifikasi DPR RI pada 6 Februari 2020.
"Ada 5 prioritas dalam periode pemerintahan kali ini yaitu pembangunan sumber daya manusia, keberlanjutan pembangunan infrastruktur, penyederhanaan regulasi, penyederhanaan birokrasi dan transformasi ekonomi dari yang tadinya hanya memproduksi bahan mentah menjadi barang jadi atau setengah jadi," ungkap Presiden.
Presiden juga memamerkan masifnya pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, bandara, pelabuhan dan pembangkit listrik yang dilakukan dalam 5 tahun terakhir.
"Pembangunan infrastruktur ini berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai lebih dari 5 persen dalam lima tahun terakhir," ungkap Presiden.
Pembangunan infrastruktur itu juga menjadi modal jangka panjang bagi pertumbuhan ekonomi dan modal lainnya adalah pembangunan SDM.
"Saya yakin dapat membangun kemitraan yang baik dengan Australia. Saya juga menyambut Monash University yang menjadi kampus pertama yang mendirikan universitas di luar negeri," ungkap Presiden.
Saat ini, menurut Presiden Jokowi, dunia penuh dengan ketidakpastian termasuk meningkatnya penerapan proteksionisme.
"Proteksionis bisa saja membawa keuntungan jangka pendek tapi dalam jangka panjang tidak akan membantu pertumbuhan ekonomi global yang berkeadilan dan saya bersyukur Indonesia dan Australia sama-sama punya pandangan untuk membentuk ekonomi yang terbuka," tambah Presiden.
Presiden pun meminta agar implementasi IA-CEPA dapat bermanfaat bagi rakyat kedua negara dan menjadi "win-win solutions".
"Karena itu IA-CEPA bukan hanya menghilangkan tarif di antara kedua negara tapi juga membuka kesempatan investasi bagi Australia di berbagai bidang. Saya juga berharap membuka arus masuk masyarakat kedua negara. Secara keseluruhan, ikatan ekonomi kita cukup kuat tapi kita perlu menggali lebih banyak potensi kerja sama lagi dan IA-CEPA dapat jadi pemicu untuk mendorong peningkatan hubungan ekonomi yang fokus pada hal-hal konkrit," jelas Presiden.
DPR RI meratifikasi UU IA CEPA pada 6 Februari 2020. Ratifikasi itu menyusul penandatanganan kesepakatan IA-CEPA kedua negara yang dilakukan pada 4 Februari 2019 yang sudah dibicarakan selama 9 tahun.
Dalam perjanjian yang telah ditandatangani tersebut, Indonesia akan memangkas bea impor sebesar 94 persen untuk produk asal Negeri Kanguru secara bertahap. Sebagai gantinya 100 persen bea impor produk asal Indonesia yang masuk ke Australia akan dihapus.
Salah satu keuntungan Indonesia, antara lain dihapuskannya bea masuk impor seluruh pos tarif Australia sebanyak 6.474 pos menjadi nol persen.
Produk-produk Indonesia yang ekspornya berpotensi meningkat adalah produk otomotif, khususnya mobil listrik dan hybrid sebab IA-CEPA memberikan persyaratan kualifikasi konten lokal yang lebih mudah untuk kendaraan listrik dan hybrid asal Indonesia dibandingkan negara lainnya.
Selain itu, di sektor perdagangan jasa, Indonesia akan mendapatkan akses pasar di Australia seperti kenaikan kuota visa kerja dan liburan yaitu dari 1.000 visa menjadi 4.100 visa di tahun pertama implementasi IA-CEPA dan akan meningkat sebesar 5 persen di tahun-tahun berikutnya.
Investasi Australia di Indonesia pada 2018 diketahui mencapai 597,4 juta dolar AS dengan 635 proyek terdiri lebih dari 400 perusahaan Australia yang beroperasi di berbagai sektor seperti pertambangan, pertanian, infrastruktur, keuangan, kesehatan, makanan, minuman dan transportasi.
Sementara perdagangan Indonesia-Australia pada 2018 menurut data Kementerian Perdagangan, totalnya mencapai 8,62 miliar dolar AS dengan ekspor Indonesia ke Australia mencapai 2,8 miliar dolar AS dan impor 5,82 miliar dolar AS alias Indonesia mengalami defisit perdagangan hingga 3,02 miliar dolar AS.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Saya berjanji untuk terus menciptakan iklim investasi yang lebih baik. Kali ini saya akan mencoba dengan memperkenalkan omnibus law. Ominibus law akan menyederhanakan banyak regulasi dan menciptakan iklim investasi yang kondusif," kata Presiden Joko Widodo dalam sambutan berbahasa Inggris di forum "Indonesia-Australia Business Roundtable" di Canberra, Australia, Senin.
Presiden Jokowi hadir di tempat tersebut bersama Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Rosan P Roeslani, para pengusaha dari Indonesia serta sekitar 20 pengusaha Australia.
"Kami akan menyelesaikan omnibus law pada semester pertama 2020, sangat cepat," tambah Presiden.
Pertemuan itu menindaklanjuti Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia atau "Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement" (IA-CEPA) yang telah diratifikasi DPR RI pada 6 Februari 2020.
"Ada 5 prioritas dalam periode pemerintahan kali ini yaitu pembangunan sumber daya manusia, keberlanjutan pembangunan infrastruktur, penyederhanaan regulasi, penyederhanaan birokrasi dan transformasi ekonomi dari yang tadinya hanya memproduksi bahan mentah menjadi barang jadi atau setengah jadi," ungkap Presiden.
Presiden juga memamerkan masifnya pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, bandara, pelabuhan dan pembangkit listrik yang dilakukan dalam 5 tahun terakhir.
"Pembangunan infrastruktur ini berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai lebih dari 5 persen dalam lima tahun terakhir," ungkap Presiden.
Pembangunan infrastruktur itu juga menjadi modal jangka panjang bagi pertumbuhan ekonomi dan modal lainnya adalah pembangunan SDM.
"Saya yakin dapat membangun kemitraan yang baik dengan Australia. Saya juga menyambut Monash University yang menjadi kampus pertama yang mendirikan universitas di luar negeri," ungkap Presiden.
Saat ini, menurut Presiden Jokowi, dunia penuh dengan ketidakpastian termasuk meningkatnya penerapan proteksionisme.
"Proteksionis bisa saja membawa keuntungan jangka pendek tapi dalam jangka panjang tidak akan membantu pertumbuhan ekonomi global yang berkeadilan dan saya bersyukur Indonesia dan Australia sama-sama punya pandangan untuk membentuk ekonomi yang terbuka," tambah Presiden.
Presiden pun meminta agar implementasi IA-CEPA dapat bermanfaat bagi rakyat kedua negara dan menjadi "win-win solutions".
"Karena itu IA-CEPA bukan hanya menghilangkan tarif di antara kedua negara tapi juga membuka kesempatan investasi bagi Australia di berbagai bidang. Saya juga berharap membuka arus masuk masyarakat kedua negara. Secara keseluruhan, ikatan ekonomi kita cukup kuat tapi kita perlu menggali lebih banyak potensi kerja sama lagi dan IA-CEPA dapat jadi pemicu untuk mendorong peningkatan hubungan ekonomi yang fokus pada hal-hal konkrit," jelas Presiden.
DPR RI meratifikasi UU IA CEPA pada 6 Februari 2020. Ratifikasi itu menyusul penandatanganan kesepakatan IA-CEPA kedua negara yang dilakukan pada 4 Februari 2019 yang sudah dibicarakan selama 9 tahun.
Dalam perjanjian yang telah ditandatangani tersebut, Indonesia akan memangkas bea impor sebesar 94 persen untuk produk asal Negeri Kanguru secara bertahap. Sebagai gantinya 100 persen bea impor produk asal Indonesia yang masuk ke Australia akan dihapus.
Salah satu keuntungan Indonesia, antara lain dihapuskannya bea masuk impor seluruh pos tarif Australia sebanyak 6.474 pos menjadi nol persen.
Produk-produk Indonesia yang ekspornya berpotensi meningkat adalah produk otomotif, khususnya mobil listrik dan hybrid sebab IA-CEPA memberikan persyaratan kualifikasi konten lokal yang lebih mudah untuk kendaraan listrik dan hybrid asal Indonesia dibandingkan negara lainnya.
Selain itu, di sektor perdagangan jasa, Indonesia akan mendapatkan akses pasar di Australia seperti kenaikan kuota visa kerja dan liburan yaitu dari 1.000 visa menjadi 4.100 visa di tahun pertama implementasi IA-CEPA dan akan meningkat sebesar 5 persen di tahun-tahun berikutnya.
Investasi Australia di Indonesia pada 2018 diketahui mencapai 597,4 juta dolar AS dengan 635 proyek terdiri lebih dari 400 perusahaan Australia yang beroperasi di berbagai sektor seperti pertambangan, pertanian, infrastruktur, keuangan, kesehatan, makanan, minuman dan transportasi.
Sementara perdagangan Indonesia-Australia pada 2018 menurut data Kementerian Perdagangan, totalnya mencapai 8,62 miliar dolar AS dengan ekspor Indonesia ke Australia mencapai 2,8 miliar dolar AS dan impor 5,82 miliar dolar AS alias Indonesia mengalami defisit perdagangan hingga 3,02 miliar dolar AS.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020