Oleh I Ketut Sutika

Denpasar (Antara Bali) - Tujuh unit bus mengangkut 270 orang melakukan perjalanan suci (tirta yatra) ke Pura Blambangan, Banyuwangi, dan Pura Mandara Giri Semeru Agung, Kabupaten Lumajang,  Jawa Timur, beriringan meninggalkan rumah dinas Gubernur Bali di Jayasabha, Denpasar.

Anggota rombongan adalah pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD), termasuk anggota keluarganya yang dipimpin langsung Gubernur Bali Made Mangku Pastika didampingi istri Nyonya Ayu Pastika yang duduk berbaur di antara anggota rombongan dalam bus tersebut.

"Gubernur Mangku Pastika bersama Wakil Gubernur Anak Agung Ngurah Puspayoga sejak dipercaya memimpin Bali pada 28 Agustus 2008 sudah menerapkan pola hidup sederhana di kalangan pejabat pemerintah di Pulau Dewata," kata Kepala Biro Humas Pemprov Bali I Ketut Teneng.

Menumpang bus secara bersama-sama, bukan lagi masing-masing kepala dinas/badan menggunakan mobil merupakan salah satu upaya penghematan yang telah diterapkan Gubernur selama tiga tahun terakhir memimpin Bali.

Bahkan Gubernur dan Wagub sejak dilantik itu tidak pernah melakukan pengadaan mobil dinas baru, bahkan kedua pejabat eselon satu itu dalam aktivitas kesehariannya lebih banyak menggunakan mobil dengan pelat hitam.

Meskipun dengan menggunakan mobil plat hitam, jenis kendaraan yang digunakan tidak tergolong mewah, kebanyakan yang digunakan warga masyarakat biasa.

Demikian pula dalam kunjungan kerja, yang melibatkan rombongan lebih dari 25 orang, Gubernur Pastika lebih banyak menggunakan bus dan ikut berbaur di antara anggota rombongan termasuk memimpin "Press Tour" yang melibatkan puluhan wartawan meninjau program Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri) di Kabupaten Gianyar.

Perjalanan suci bersama pimpinan redaksi dan wartawan kembali dilakukan Gubernur Mangku Pastika pada hari Purnama, Minggu (8/1) ke Pura Tanah Lot di Kabupaten Tabanan dan Pura Uluwatu di Kabupaten Badung.

"Perjalanan suci itu untuk melakukan persembahyangan bersama dalam menyambut Tahun Baru 2012 dan bersilaturahmi dengan wartawan," jelas Ketut Teneng.

Berbagai penghematan dan efisiensi dalam menjalankan roda pemerintahan itu hasilnya diarahkan untuk membiayai berbagai program pembangunan yang prorakyat.

Penghematan itu antara lain dilakukan terhadap tim promosi pariwisata Bali ke luar negeri yang biasanya melibatkan banyak anggota rombongan, termasuk seniman dalam jumlah besar, namun sekarang dibatasi tidak lebih dari lima orang.

Keberangkatan tim promosi pariwisata Bali ke mancanegara tetap dilakukan tanpa mengurangi makna dan sasaran yang ingin dicapai dalam meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara ke daerah ini.

Program pro rakyat dari hasil penghematan itu,  antara lain Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM), biaya pendidikan, pengentasan kemiskinan, pembangunan insfrastruktur,  dan program lain menyangkut berbagai aspek kehidupan masyarakat.

"JKBM pelayanan kesehatan secara cuma-cuma kepada seluruh masyarakat Bali, pemerintah setempat dalam tahun 2012  mengalokasikan dana sebesar Rp204,25 miliar atau meningkat Rp25 miliar dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya Rp179,25 miliar," Ketut Teneng.

    
                                Contoh nyata
Ketua Program Studi Pemandu Wisata Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar I  Ketut  Sumadi pola hidup sederhana kalangan pejabat pemerintah yang diwacanakan itu perlu contoh nyata  dalam kehidupan sehari-hari agar bisa diteladani masyarakat luas.

Pola hidup sederhana itu diterapkan mulai dari kepala negara, menteri, dan pejabat di tingkat pusat dan daerah, termasuk kepala desa dan lurah.

Oleh sebab itu, pelaksanaannya perlu didukung keputusan presiden (Kepres) yang mengatur tentang pola kehidupan pejabat, baik di pusat maupun di daerah.

Kehidupan rumah tangga pejabat, termasuk anggota keluarganya, yakni istri/suami dan anak-anaknya untuk mengarah pada kesederhanaan, sekaligus menghindari tindakan yang merugikan negara.

Selain itu lebih menekankan pada penggunaan produksi dalam negeri dan menghidari produk-produk impor produksi negara lain.

Hal itu penting menjadi penekanan karena Indonesia merupakan negara yang sangat terbuka bagi produk negara-negara lain, sehingga keuangan menjadi boros, karena tertarik untuk memanfaatkannya.

Untuk itu pejabat harus mampu memelopori mengurangi kegiatan-kegiatan seremonial di tempat-tempat yang mewah dan mengurangi penggunaan fasilitas yang selama ini dimiliki pemerintah.

Dengan demikian, biaya pertemuan dapat dihemat secara maksimal tanpa mengurangi sasaran yang ingin dicapai.

Selain itu, pejabat mau membeli hasil-hasil pertanian lokal untuk dimasak dan dinikmati bersama keluarganya, bukan lagi pejabat dan keluarganya makan di restoran atau hotel.

"Hal itu selain menghemat pengeluaran pejabat bersangkutan juga membantu pemasaran hasil petani yang selama ini kalah bersaing dengan produk pertanian impor," kata alumnus Jurusan Kajian Budaya Universitas Udayana itu,

Sementara itu, Guru Besar Universitas Udayana Prof Dr Ir Wayan Windia MS berpendapat bahwa mewujudkan  pola hidup sederhana di kalangan pejabat perlu dukungan tiga aspek yang saling terkait satu sama lainnya.

Ketiga aspek itu meliputi artefak (berbagai kebijakan pemerintah), interaksi sosial (keteladanan), dan pola pikir masyarakat yang positif.

Berbagai kebijakan pemerintah sangat penting untuk mewujudkan pola hidup sederhana di kalangan pejabat, baik di pusat dan daerah di seluruh Tanah Air.

Kebijakan tersebut antara lain menyangkut peraturan yang ketat terhadap impor barang dan jasa karena lingkungan global sangat materialistik.

Dengan adanya kebijakan yang mengatur barang dan jasa masuk ke wilayah Nusantara, masyarakat Indonesia, termasuk pejabat tidak tergiur memanfaatkan produk-produk negara lain.

Kebijakan pemerintah yang ketat terhadap masuknya barang-barang impor itu didukung dengan interaksi sosial berupa keteladanan dalam memanfaatkan produk dalam negeri secara sederhana dalam kehidupan sehari-hari.

Masyarakat luas mendukung semua upaya itu dengan pikiran jernih dan bertindak poisitif sehingga prilaku dan perbuatannya itu sesuai dengan prinsip pola hidup sederhana.

Mewujudkan pola hidup sederhana di kalangan pejabat harus ada keberanian menerapkannya, mulai dari presiden, menteri, pejabat tingkat pusat, gubernur, bupati, dan pejabat di tingkat provinsi serta kabupaten.

"Dengan demikian secara bertahap dan suatu saat nanti Indonesia akan mampu mewujudkan  pola hidup sederhana baik di kalangan pejabat pemerintah, pengusaha swasta dan masyarakat," ujar Prof Windia.(IGT)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012