Badan Meterologi Klimatologi dan Geofosika (BMKG) terus melakukan monitoring gempa susulan di Ambon, Maluku Utara dan Bali.
Hingga Sabtu, 16 November 2019 pukul 18.00 WIB, hasil monitoring BMKG terhadap gempa laut Maluku M=7,1 menunjukkan telah terjadi 185 kali aktivitas gempa susulan (aftershocks) dalam berbagai variasi magnitudo dan kedalaman.
Gempa susulan dengan magnitudo paling besar M=6,1 dan terkecil M=2,7. Gempa susulan dengan guncangan dirasakan terjadi sebanyak 10 kali, kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono melalui rilis diterima di Ambon, Sabtu.
Baca juga: Gubernur dukung sistem deteksi gempa di Bali setara Jakarta
Gempa Laut Maluku, katanya, memiliki tipe diawali gempa pendahuluan (foreshocks), kemudian terjadi gempa utama (main shock), selanjutnya diikuti oleh serangkaian aktivitas gempa susulan.
Sebelum terjadi gempa utama M=7,1 pada 14 November 2019 pukul 23.17 WIB di di sekitar lokasi episenter gempa utama telah terjadi dua kali aktivitas gempa pada 12 November 2011 pukul 15.11 WIB dengan magnitudo M=4,4 dan pada 13 November 2019 pukul 18.18 WIB dengan magnitudo M=3,4.
Aktivitas dua gempa ini diyakini sebagai gempa pendahuluan dari gempa laut Maluku.
Sebelumnya, pada 14 November 2019 pukul 17.21 wilayah utara Pulau Bali juga diguncang gempa M=5,0.
Update hingga Sabtu 16 November 2019 pukul 18.00 WIB tercatat sebanyak 100 kali gempa susulan, seperti halnya gempa laut Maluku, gempa Bali Utara ini juga didahului oleh gempa pendahuluan pada pukul 17.09 WIB dengan magnitudo M=4,4 dan pukul 17.10 WIB dengan magnitudo M=4,6.
Rahmat menjelaskan, sebelumnya Ambon dan sekitarnya juga diguncang gempa M=6,5 pada 26 September 2019.
Gempa ini sangat destruktif dan menimbulkan korban jiwa, hingga 16 November 2019 pukul 18.00 WIB, BMKG masih mencatat aktivitas gempa susulan hingga sebanyak 2.345 kali dengan magnitudo terbesar M=5,6 dan terkecil M=1.0.
Adapun gempa susulan yang guncangannya dirasakan terjadi sebanyak 269 kali.
Gempa Ambon juga didahului oleh serangkaian gempa pendahuluan. Sebelum terjadi gempa utama, BMKG mencatat rentetan gempa pendahuluan dengan magnitudo antara 1,5 - 3,5 sebanyak 30 kali sejak 28 Agustus 2019.
Diakuinya, gempa laut Maluku, Bali Utara, dan gempa Ambon meskipun memliki tipe yang sama, yaitu sama-sama didahului oleh serangkaian gempa pendahuluan, akan tetapi memiliki perbedaan dalam hal sumber gempa dan mekanisme sumbernya.
Gempa laut Maluku lanjutnya, dipicu oleh adanya deformasi batuan dalam lempeng laut Maluku, gempa Bali dibangkitkan oleh sumber gempa sesar naik di Utara Bali, dan gempa Ambon terjadi akibat aktivitas sesar aktif yang belum terpetakan sebelumnya.
Selain berbeda dalam sumber gempa, ketiga gempa tersebut juga berbeda dalam mekanisme sumbernya.
Gempa Laut Maluku memiliki mekanisme sumber sesar naik (thrust fault), gempa Utara Bali memiliki mekanisme sumber kombinasi pergerakan dalam arah mendatar dan naik (oblique thrust), dan gempa Ambon memiliki mekanisme sesar geser.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
Hingga Sabtu, 16 November 2019 pukul 18.00 WIB, hasil monitoring BMKG terhadap gempa laut Maluku M=7,1 menunjukkan telah terjadi 185 kali aktivitas gempa susulan (aftershocks) dalam berbagai variasi magnitudo dan kedalaman.
Gempa susulan dengan magnitudo paling besar M=6,1 dan terkecil M=2,7. Gempa susulan dengan guncangan dirasakan terjadi sebanyak 10 kali, kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono melalui rilis diterima di Ambon, Sabtu.
Baca juga: Gubernur dukung sistem deteksi gempa di Bali setara Jakarta
Gempa Laut Maluku, katanya, memiliki tipe diawali gempa pendahuluan (foreshocks), kemudian terjadi gempa utama (main shock), selanjutnya diikuti oleh serangkaian aktivitas gempa susulan.
Sebelum terjadi gempa utama M=7,1 pada 14 November 2019 pukul 23.17 WIB di di sekitar lokasi episenter gempa utama telah terjadi dua kali aktivitas gempa pada 12 November 2011 pukul 15.11 WIB dengan magnitudo M=4,4 dan pada 13 November 2019 pukul 18.18 WIB dengan magnitudo M=3,4.
Aktivitas dua gempa ini diyakini sebagai gempa pendahuluan dari gempa laut Maluku.
Sebelumnya, pada 14 November 2019 pukul 17.21 wilayah utara Pulau Bali juga diguncang gempa M=5,0.
Update hingga Sabtu 16 November 2019 pukul 18.00 WIB tercatat sebanyak 100 kali gempa susulan, seperti halnya gempa laut Maluku, gempa Bali Utara ini juga didahului oleh gempa pendahuluan pada pukul 17.09 WIB dengan magnitudo M=4,4 dan pukul 17.10 WIB dengan magnitudo M=4,6.
Rahmat menjelaskan, sebelumnya Ambon dan sekitarnya juga diguncang gempa M=6,5 pada 26 September 2019.
Gempa ini sangat destruktif dan menimbulkan korban jiwa, hingga 16 November 2019 pukul 18.00 WIB, BMKG masih mencatat aktivitas gempa susulan hingga sebanyak 2.345 kali dengan magnitudo terbesar M=5,6 dan terkecil M=1.0.
Adapun gempa susulan yang guncangannya dirasakan terjadi sebanyak 269 kali.
Gempa Ambon juga didahului oleh serangkaian gempa pendahuluan. Sebelum terjadi gempa utama, BMKG mencatat rentetan gempa pendahuluan dengan magnitudo antara 1,5 - 3,5 sebanyak 30 kali sejak 28 Agustus 2019.
Diakuinya, gempa laut Maluku, Bali Utara, dan gempa Ambon meskipun memliki tipe yang sama, yaitu sama-sama didahului oleh serangkaian gempa pendahuluan, akan tetapi memiliki perbedaan dalam hal sumber gempa dan mekanisme sumbernya.
Gempa laut Maluku lanjutnya, dipicu oleh adanya deformasi batuan dalam lempeng laut Maluku, gempa Bali dibangkitkan oleh sumber gempa sesar naik di Utara Bali, dan gempa Ambon terjadi akibat aktivitas sesar aktif yang belum terpetakan sebelumnya.
Selain berbeda dalam sumber gempa, ketiga gempa tersebut juga berbeda dalam mekanisme sumbernya.
Gempa Laut Maluku memiliki mekanisme sumber sesar naik (thrust fault), gempa Utara Bali memiliki mekanisme sumber kombinasi pergerakan dalam arah mendatar dan naik (oblique thrust), dan gempa Ambon memiliki mekanisme sesar geser.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019