Rapat Pleno Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menetapkan sejumlah program prioritas menjelang digelarnya Muktamar Ke-34 Nahadlatul Ulama, diantaranya program penanganan masjid di lingkungan BUMN.

"Sejumlah program prioritas ini bisa menjadi langkah konkret dalam menyongsong Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama," kata Ketua Umum KH Said Aqil Siradj, usai Rapat Pleno PBNU di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Sabtu.

Ia mengatakan, program penanganan masjid, terutama masjid di lingkungan kantor badan usaha milik negara (BUMN) itu diprioritaskan, karena peran masjid dan mushala itu cukup penting dalam memajukan kemaslahatan umat.

Sehingga, ujarnya, program Nahdlatul Ulama dari pusat hingga ranting dan anak ranting harus mengutamakan penggarapan masjid secara lebih intensif menjelang Muktamar Nahdlatul Ulama Tahun 2020.

"Program prioritas lainnya ialah menghidupkan lembaga dakwah," katanya.

Baca juga: PBNU tegaskan Pancasila sudah final

Menurut dia, sosialisasi Islam Kebangsaan dan Islam Wasathiyah melalui media sosial harus lebih diintensifkan dalam mengembangkan kerja dakwah melalui media sosial. Jadi media sosial harus diisi dan dipenuhi konten-konten Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja).

Ia mengemukakan pengaderan yang dibarengi dengan pelatihan teknis dan keahlian khusus yang strategis, seperti penguatan teknologi informasi, media sosial dan lain-lain juga masuk dalam program prioritas Nahdlatul Ulama menjelang Muktamar.

Tiga program prioritas lainnya ialah penguatan pendidikan tinggi dan pendidikan vokasi, pemberdayaan ekonomi masyarakat dan penyiapan kelembagaan serta mengadvokasi RUU Pesantren, RUU PKS, RUU KUHP dan RUU Pertanahan.

"Jika RUU Pesantren sudah disahkan menjadi UU Pesantren dan Pendidikan Kegamaan, maka harus dikawal agar bermanfaat bagi pesantren," kata dia. 

Baca juga: PBNU: deradikalisasi perlu untuk jaga ideologi negara


RUU Pesantren
Sebelumnya (20/9), Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj mendesak pemerintah segera mengesahkan Rancangan Undang Undang tentang Pesantren (RUU Pesantren).

"Kami mendesak agar RUU Pesantren segera disahkan. Kita mendesak itu," katanya saat menyampaikan keterangan pers terkait rapat pleno PBNU di Pondok Pesantren Al Muhajirin 2, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.

Ia mengatakan bahwa kalangan pesantren dan PBNU menantikan pengesahan rancangan undang-undang tersebut menjadi undang-undang karena dengan demikian ada pengakuan negara terhadap pesantren sebagai lembaga pendidikan.

Menurut Said Aqil, mayoritas fraksi di parlemen sudah menyatakan menyetujui pengesahan RUU Pesantren menjadi undang-undang.

Rapat pleno PBNU di Purwakarta dihadiri oleh wakil presiden terpilih KH Ma'ruf Amin, Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika, dan Gubernur Jawa Timur Khafifah Khofifah Indar Parawansa.

Komisi VIII DPR RI dan pemerintah, yang diwakili Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, sudah menyepakati RUU Pesantren dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang pada Kamis (19/9).

Dalam rapat kerja antara DPR dan pemerintah pada Kamis (19/9), sempat terjadi perdebatan mengenai Pasal 42 dan Pasal 49 dalam RUU Pesantren.

Pemerintah menginginkan kata "dapat" dalam Pasal 42 yang menyatakan bahwa "Pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat memberikan dukungan pelaksanaan fungsi dakwah pesantren dalam bentuk kerja sama program, fasilitasi kebijakan dan pendanaan" dihapus. Kata "dapat" dalam pasal itu kemudian disepakati dicabut.

Selain itu, pemerintah juga menginginkan Pasal 49 mengenai dana abadi pesantren dihapus karena akan menjadi beban bagi negara. Namun, Komisi VIII DPR tetap menginginkan adanya dana abadi pesantren.

Rapat akhirnya menyepakati perubahan dalam Pasal 49 ayat 1 menjadi "pemerintah menyediakan dan mengeluarkan dana abadi pesantren bersumber dan merupakan bagian dari dana abadi pendidikan".

Pewarta: M.Ali Khumaini

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019