Kuta (Antara Bali) - Tari Umahi, tarian khas masyarakat Kabupaten Buton Utara, Sulawesi Tenggara, memukau ratusan pasang mata wisatawan asing yang berada di sekitar lokasi penyelenggaraan 2nd ASEAN Plus Youth Cultural Exchange Festival (APYCEF) di kawasan Pantai Kuta.
"Tarian yang kami pentaskan pada Jumat (11/11) malam itu berhasil memukau ratusan penonton yang mayoritas wisatawan mancanegara," kata Agus Salim Saidi, penata tari Grup Tari Wasilo Mata asal Kabupaten Buton Utara, Sulawesi Tenggara, di sela-sela acara pembukaan APYCEF, Sabtu.
Dia mengatakan, tarian itu mengisahkan tentang cerita masyarakat setempat yang menemukan jodoh di Keraton Kulisusu, kabupaten tersebut.
Pada tarian ini, kata Agus, digambarkan pertemuan antara sang gadis cantik dengan seorang pemuda tampan di sekitar sumur.
Dikisahkan, saat mandi si pemuda mengambil guci kecil tempat membawa air milik sang gadis tanpa sepengetahuan pihak wanita. Akhirnya terjadi saling tarik menarik yang mengakibatkan guci pecah.
Melihat guci tersebut pecah, sang pemuda bersedia memenuhi persyaratan si gadis untuk memperoleh maaf dengan menikahinya.
Tarian tersebut dibawakan oleh tiga pemuda dan empat orang pemudi yang menggunakan pakaian olu-olu endigo, yakni pakaian khas masyarakat setempat saat akan mandi, tambahnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
"Tarian yang kami pentaskan pada Jumat (11/11) malam itu berhasil memukau ratusan penonton yang mayoritas wisatawan mancanegara," kata Agus Salim Saidi, penata tari Grup Tari Wasilo Mata asal Kabupaten Buton Utara, Sulawesi Tenggara, di sela-sela acara pembukaan APYCEF, Sabtu.
Dia mengatakan, tarian itu mengisahkan tentang cerita masyarakat setempat yang menemukan jodoh di Keraton Kulisusu, kabupaten tersebut.
Pada tarian ini, kata Agus, digambarkan pertemuan antara sang gadis cantik dengan seorang pemuda tampan di sekitar sumur.
Dikisahkan, saat mandi si pemuda mengambil guci kecil tempat membawa air milik sang gadis tanpa sepengetahuan pihak wanita. Akhirnya terjadi saling tarik menarik yang mengakibatkan guci pecah.
Melihat guci tersebut pecah, sang pemuda bersedia memenuhi persyaratan si gadis untuk memperoleh maaf dengan menikahinya.
Tarian tersebut dibawakan oleh tiga pemuda dan empat orang pemudi yang menggunakan pakaian olu-olu endigo, yakni pakaian khas masyarakat setempat saat akan mandi, tambahnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011