Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau masyarakat untuk mewaspadai investasi dan pinjaman dalam jaringan (daring) ilegal atau fintech peer-to-peer lending ilegal, sehingga masyarakat diharapkan mengecek daftar investasi dan pinjaman daring yang terdaftar di laman resmi OJK www.ojk.go.id.
"Penyebab utama adanya investasi bodong, yakni masyarakat mudah tergiur bunga tinggi, belum paham tentang investasi, dan pelaku biasanya menggunakan tokoh agam, tokoh masyarakat, dan artis dalam investasi itu," kata Ketua Tim Satgas Waspada Investasi Tongam L. Tobing saat kegiatan sosialisasi waspada investasi bodong dan fintech ilegal di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa petang.
Ia menjelaskan, dampak yang ditimbulkan dalam investasi bodong, yakni menimbulkan ketidakpercayaan dan citra negatif terhadap produk keuangan, menimbulkan potensi instabilitas (korban yang cukup besar), dan mengganggu proses pembangunan.
"Beberapa karakteristik investasi bodong, yakni menjanjikan keuntungan yang tidak wajar dalam waktu cepat, menjanjikan bonus bagi perekrutan anggota baru, memanfaatkan tokoh untuk menarik minat investasi, klaim tanpa risiko, dan legalitas tidak jelas," tuturnya.
Baca juga: OJK tutup 400 pinjaman daring "liar"
Tongam mengimbau masyarakat sebelum berinvestasi sebaiknya mengenali lembaga dan produknya seperti teliti legalitas lembaga dan produknya, memahami proses bisnis yang ditawarkan, memahami manfaat dan risikonya, serta memahami hak dan kewajibannya.
"Entitas yang ditangani Satgas Waspada Investasi, yakni sebanyak 80 entitas investasi bodong selama 2017, kemudian tahun 2018 tercatat 108 entitas investasi ilegal dan 404 pinjaman daring ilegal, tahun 2019 tercatat 177 entitas investasi ilegal dan 826 entitas fintech peer-to-peer lending ilegal," katanya.
Selama 2019, lanjut dia, pihaknya juga menerima pengaduan dari masyarakat yang tercatat sebanyak 4.223 pengaduan dengan entitas yang diadukan sebanyak 875 entitas yang terdiri dari 455 fintech ilegal dan 420 investasi bodong.
"Kerugian akibat kegiatan investasi bodong cukup besar, yakni mencapai Rp88,8 triliun selama 2008 hingga 2018 seperti yang dilakukan investasi bodong di antaranya Pandawa, kasus empat travel umrah, PT Cakrabuana Sukses Indonesia, dan Dream Freedom," ujarnya.
Untuk itu, ia mengimbau masyarakat yang akan melakukan investasi sebaiknya mengenali lembaga dan produknya dengan cara meneliti legalitas lembaga dan produknya, kemudian memahami proses bisnis yang ditawarkan, memahami manfaat dan risikonya, dan memahami hak dan kewajibannya.
"Sedangkan tips untuk masyarakat yang melakukan pinjaman daring, yakni meminjam uang kepada fintech peer-to-peer lending yang terdaftar di OJK, meminjam sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, meminjam untuk kepentingan yang produktif, dan memahami manfaat, biaya, bunga, jangka waktu, denda, dan risikonya," katanya.
Tongam juga mendorong masyarakat untuk melapor kepada aparat kepolisian apabila mendapatkan perlakuan tidak sopan dari penyelenggara fintech, seperti intimidasi dan pelecehan dari penyedia jasa pinjaman daring.
Baca juga: 940 Fintech kredit ilegal dominasi operasi pinjaman online
Sementara Kepala OJK Jember Azilsyah Noerdin mengatakan, sejauh ini pihaknya baru menerima laporan investasi bodong di Lumajang dan kasus tersebut diproses oleh aparat kepolisian setempat, bahkan pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan bupati dan Polres Lumajang terkait hal tersebut.
"Biasanya modus investasi bodong, yakni membuka tabungan dengan iming-iming mendapatkan sembako setiap nominal tertentu dan untuk pengaduan pinjaman daring ilegal di wilayah kerja OJK Jember belum ada laporan," katanya.
Ia berharap masyarakat bisa menyampaikan informasi apabila ada lembaga produk keuangan baik fintech ilegal maupun investasi bodong dengan cara menghubungi hotlline 157, agar bisa ditindaklanjuti oleh OJK Jember.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Penyebab utama adanya investasi bodong, yakni masyarakat mudah tergiur bunga tinggi, belum paham tentang investasi, dan pelaku biasanya menggunakan tokoh agam, tokoh masyarakat, dan artis dalam investasi itu," kata Ketua Tim Satgas Waspada Investasi Tongam L. Tobing saat kegiatan sosialisasi waspada investasi bodong dan fintech ilegal di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa petang.
Ia menjelaskan, dampak yang ditimbulkan dalam investasi bodong, yakni menimbulkan ketidakpercayaan dan citra negatif terhadap produk keuangan, menimbulkan potensi instabilitas (korban yang cukup besar), dan mengganggu proses pembangunan.
"Beberapa karakteristik investasi bodong, yakni menjanjikan keuntungan yang tidak wajar dalam waktu cepat, menjanjikan bonus bagi perekrutan anggota baru, memanfaatkan tokoh untuk menarik minat investasi, klaim tanpa risiko, dan legalitas tidak jelas," tuturnya.
Baca juga: OJK tutup 400 pinjaman daring "liar"
Tongam mengimbau masyarakat sebelum berinvestasi sebaiknya mengenali lembaga dan produknya seperti teliti legalitas lembaga dan produknya, memahami proses bisnis yang ditawarkan, memahami manfaat dan risikonya, serta memahami hak dan kewajibannya.
"Entitas yang ditangani Satgas Waspada Investasi, yakni sebanyak 80 entitas investasi bodong selama 2017, kemudian tahun 2018 tercatat 108 entitas investasi ilegal dan 404 pinjaman daring ilegal, tahun 2019 tercatat 177 entitas investasi ilegal dan 826 entitas fintech peer-to-peer lending ilegal," katanya.
Selama 2019, lanjut dia, pihaknya juga menerima pengaduan dari masyarakat yang tercatat sebanyak 4.223 pengaduan dengan entitas yang diadukan sebanyak 875 entitas yang terdiri dari 455 fintech ilegal dan 420 investasi bodong.
"Kerugian akibat kegiatan investasi bodong cukup besar, yakni mencapai Rp88,8 triliun selama 2008 hingga 2018 seperti yang dilakukan investasi bodong di antaranya Pandawa, kasus empat travel umrah, PT Cakrabuana Sukses Indonesia, dan Dream Freedom," ujarnya.
Untuk itu, ia mengimbau masyarakat yang akan melakukan investasi sebaiknya mengenali lembaga dan produknya dengan cara meneliti legalitas lembaga dan produknya, kemudian memahami proses bisnis yang ditawarkan, memahami manfaat dan risikonya, dan memahami hak dan kewajibannya.
"Sedangkan tips untuk masyarakat yang melakukan pinjaman daring, yakni meminjam uang kepada fintech peer-to-peer lending yang terdaftar di OJK, meminjam sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, meminjam untuk kepentingan yang produktif, dan memahami manfaat, biaya, bunga, jangka waktu, denda, dan risikonya," katanya.
Tongam juga mendorong masyarakat untuk melapor kepada aparat kepolisian apabila mendapatkan perlakuan tidak sopan dari penyelenggara fintech, seperti intimidasi dan pelecehan dari penyedia jasa pinjaman daring.
Baca juga: 940 Fintech kredit ilegal dominasi operasi pinjaman online
Sementara Kepala OJK Jember Azilsyah Noerdin mengatakan, sejauh ini pihaknya baru menerima laporan investasi bodong di Lumajang dan kasus tersebut diproses oleh aparat kepolisian setempat, bahkan pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan bupati dan Polres Lumajang terkait hal tersebut.
"Biasanya modus investasi bodong, yakni membuka tabungan dengan iming-iming mendapatkan sembako setiap nominal tertentu dan untuk pengaduan pinjaman daring ilegal di wilayah kerja OJK Jember belum ada laporan," katanya.
Ia berharap masyarakat bisa menyampaikan informasi apabila ada lembaga produk keuangan baik fintech ilegal maupun investasi bodong dengan cara menghubungi hotlline 157, agar bisa ditindaklanjuti oleh OJK Jember.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019