Wakil Ketua Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera mengatakan Komisi II DPR akan membahas terkait wacana larangan eks narapidana kasus korupsi maju sebagai calon kepala daerah dalam Pilkada 2020, usai masa reses Masa Sidang V Tahun Sidang 2018-2019.
"Pilihan kebijakan melarang narapidana maju di pilkada untuk melindungi kepentingan publik. Komisi II DPR akan membahasnya pascareses," kata Mardani, di Jakarta, Rabu.
Saat ini DPR sedang masa reses sejak 26 Juli hingga 15 Agustus 2019.
Mardani mengaku setuju terkait ide pelarangan mantan narapidana korupsi tersebut, karena hak publik harus didahulukan dibandingkan hak pribadi.
Menurut dia, narapidana kasus korupsi telah mencederai kepercayaan publik, sehingga pilihan kebijakan melarang narapidana korupsi maju dalam pilkada adalah melindungi kepentingan publik.
"PKS insya Allah dari awal dukung menolak calon kepala daerah mantan napi koruptor," ujarnya lagi.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Nihayatul Wafiroh menilai, wacana larangan mantan narapidana koruptor maju di pilkada jangan sampai bertentangan dengan undang-undang.
Nihayatul menilai usulan itu sebaiknya sebagai komitmen pemberantasan tindak pidana korupsi, namun dikhawatirkan menimbulkan polemik seperti saat larangan mantan narapidana koruptor maju sebagai calon anggota legislatif.
"Ini perdebatan seperti waktu caleg kemarin, jadi kuncinya tegakkan aturan yang ada di undang-undang, Peraturan KPU tidak boleh bertentangan dengan UU," katanya pula.
Dia menilai larangan mantan narapidana maju di pilkada tidak perlu dibuat aturan khusus, namun yang dibutuhkan adalah komitmen dan integritas dari masing-masing parpol tidak mencalonkan mantan narapidana koruptor.
Menurut dia, apabila ada komitmen di tiap parpol, ada atau pun tidak ada peraturan maka partai pasti tidak akan mengusung mantan koruptor dalam pilkada.
Baca juga: Pengamat : KPK terlalu dispesialkan terkait RUU Penyadapan
Baca juga: "Roadshow Bus KPK" di Bali berawal dari Buleleng
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Pilihan kebijakan melarang narapidana maju di pilkada untuk melindungi kepentingan publik. Komisi II DPR akan membahasnya pascareses," kata Mardani, di Jakarta, Rabu.
Saat ini DPR sedang masa reses sejak 26 Juli hingga 15 Agustus 2019.
Mardani mengaku setuju terkait ide pelarangan mantan narapidana korupsi tersebut, karena hak publik harus didahulukan dibandingkan hak pribadi.
Menurut dia, narapidana kasus korupsi telah mencederai kepercayaan publik, sehingga pilihan kebijakan melarang narapidana korupsi maju dalam pilkada adalah melindungi kepentingan publik.
"PKS insya Allah dari awal dukung menolak calon kepala daerah mantan napi koruptor," ujarnya lagi.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Nihayatul Wafiroh menilai, wacana larangan mantan narapidana koruptor maju di pilkada jangan sampai bertentangan dengan undang-undang.
Nihayatul menilai usulan itu sebaiknya sebagai komitmen pemberantasan tindak pidana korupsi, namun dikhawatirkan menimbulkan polemik seperti saat larangan mantan narapidana koruptor maju sebagai calon anggota legislatif.
"Ini perdebatan seperti waktu caleg kemarin, jadi kuncinya tegakkan aturan yang ada di undang-undang, Peraturan KPU tidak boleh bertentangan dengan UU," katanya pula.
Dia menilai larangan mantan narapidana maju di pilkada tidak perlu dibuat aturan khusus, namun yang dibutuhkan adalah komitmen dan integritas dari masing-masing parpol tidak mencalonkan mantan narapidana koruptor.
Menurut dia, apabila ada komitmen di tiap parpol, ada atau pun tidak ada peraturan maka partai pasti tidak akan mengusung mantan koruptor dalam pilkada.
Baca juga: Pengamat : KPK terlalu dispesialkan terkait RUU Penyadapan
Baca juga: "Roadshow Bus KPK" di Bali berawal dari Buleleng
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019